"Udah tidur?"
Jeryco kembali lagi setelah menghabiskan satu batang rokok. Tubuhnya sudah disemprot parfum berkali-kali, bisa habis dia kalau Mikael tahu. Dulu saat masih kuliah, kosan mereka memiliki banyak aturan yang kalau dilanggar bisa menjadi masalah besar. Merokok merupakan larangan terbesar untuk ketujuhnya, Mikael yang membuat itu.
Jeryco itu tipe orang yang kalau sedang ada banyak masalah, pelariannya adalah dengan rokok. Pernah satu kali dia ketahuan, padahal Adibrata yang memergokinya bahkan dia sampai membelikan Adibrata jam tangan. Janjinya mah tidak mau bilang ke Mikael, tapi yang namanya Adibrata mana bisa dipercaya. Pagi-pagi kamar Jeryco didobrak oleh Mikael dan dimarahi habis-habisan karena merokok.
"Gue baik, Jer. Makanya gue ngomong ke Bang Ael. Lagian gue ngga minta disogok, jam tangan ini gue anggap sebagai hadiah ultah gue."
Jeryco tertawa kecil mengingat masa-masa tengilnya Adibrata. Dulu Adibrata yang sangat banyak tertawa, sampai dia tahu kalau hidupnya Adibrata ternyata tidak seindah itu. Dan kini Adibrata tak seceria dulu, karena mau menutupi dengan senyuman saja mungkin Adibrata sudah lelah untuk berpura-pura.
"Masih sesenggukan, tapi matanya mah udah merem." Balas Mikael bisik-bisik.
Jeryco duduk di samping mereka, tadi dia melihat ke kamar ternyata Radhika ikut tertidur di samping Harchie. Mungkin karena sudah lama juga Radhika tidak bertemu dengan Harchie, makanya sekalian melepas rindu dengan ponakannya tersebut.
"Lo tau ceritanya? Kenapa bisa tiba-tiba nangis begini?" Tanya Mikael penasaran, namun Jeryco memilih menggeleng. Pria itu menghembuskan nafasnya pelan.
"Gue kangen masa-masa kita dulu deh, Bang. Gue mau balik ke masa lalu, karena di mana itu gue masih bisa liat Adib yang ceria." Jeryco mengikuti tangan Mikael yang tengah mengusap-usap kepala Adibrata.
Mikael hanya tersenyum mendengarnya, dia jadi rindu dengan Adik-adiknya yang sangat nakal itu. Sebagai Anak tunggal, mereka berhasil membuat masa remaja Mikael penuh dengan cerita. Mikael belajar bagaimana caranya menjadi adil sebagai penghuni kosan yang paling tua. Sampai disebut sebagai si Sulung, Mikael merasa berhasil menjadi sang Abang untuk mereka.
"Apa kita beli rumah baru biar bisa satu komplek ya, Bang? Padahal dulu kita pernah buat rencana itu."
"Gue sama Ajel juga punya rencana buat beli rumah di samping Adib, Jer. Tapi pas gue tanya, di sini udah penuh semua."
"Serius, Bang?" Tanya Jeryco, dia cukup terkejut mendengar itu.
"Serius. Udah lama sebenernya. Pas Adib nikah, Ajel udah maksa buat nanti beli rumahnya di samping rumah gue aja. Tapi Adib ngga mau, katanya Istrinya itu ngga nyaman. Karena gue sama Ajel juga percaya sama wanita itu, ya meskipun kita juga ngga terlalu kenal. Gue biarin lah dia beli rumah di sini."
Jeryco tambah terkejut. Dia tidak tahu kalau Mikael dan Azalea mau serepot itu. Dulu memang Azalea itu terlihat sangat galak kalau dengan Adibrata, tapi terlihat begitu sayang di balik itu. Sampai mengira, Azalea itu pacaran dengan Adibrata. Tapi ternyata malah Adibrata yang menjodohkan Azalea dengan Mikael.
"Ajel sesayang itu ya sama Adib, Bang?"
Mikael mengangguk. Bahkan sayangnya dia ke Adib akan kalah kalau dibandingkan Azalea.
"Gimana ya, Jer. Mereka udah sahabatan dari piyik. Bahkan rumahnya sebelahan. Ajel juga ngga punya Adik kaya gue, kata dia Adib itu beneran sepantas itu dijadiin Adik sama dia. Masa kecil Adib juga banyak lukanya, biasanya dia lari ke rumah Ajel buat minta perlindungan."
"Lo juga tau gimana protektifnya Adib ke Ajel. Mereka dari kecil udah saling ngelindungi. Mereka juga selalu sekolah di tempat yang sama. Pas kuliah, Ajel ngga lolos di kampus kita tapi dia rela kuliah di swasta biar bisa satu kota sama Adib. Lo juga tau gimana sayangnya Adib dulu ke Ajel, Ajel juga sayang banget sama Adib. Mereka beneran kaya saudara kandung."
