Spoiler novel ILY AWASSS!!!!
pendek aja chap hari ini :)
some angst :)
***
"Kopi lagi?"
Aku tersentak, mengangkat wajah menatap wajah Seli yang sedang menusuk bakso. Aku tertawa canggung sambil menyeruput secanggir kopi, melirik siswa-siswa yang memenuhi kantin.
"Terlalu banyak minum kopi tidak baik loh, Ra" Seli mengingatkan.
"Aku berencana marathon novel lagi malam ini" aku menyeringai lebar
"Bahkan kalau aku nonton drakor saja tidak sampai begitu, Ra. Kalau kau sampai sakit bagaimana?" Seli mengunyah baksonya
"Aku bisa menyembuhkan diriku sendiri" Aku kembali menyeruput kopi.
"Gadis munafik, mau sampai kapan kau berpura-pura?"
Berisik, kau diam saja
"Kau membencinya bukan?"
Dia sahabatku, aku tidak mungkin membencinya
"Kau membencinya"
Berisik!
"Dia membunuh ayahmu"
Diam!
"Raib?"
"Eh, iya?"
"Tuh kan. Kebanyakan kopi. Jadi melamun terus kan"
Aku tertawa canggungg sambil meraba ujung cangkir.
"Ra?"
"Hm?" Aku menatap Seli yang tiba-tiba diam mengaduk-aduk mangkok baksonya yang kosong.
"... soal waktu itu... aku--"
"sudah, Sel. Jangan dibahas lagi" aku segera memotong
"Tapi--" aku memegang tangannya, tersenyum tipis, menggeleng pelan.
"Kamu tidak membunuhnya, tapi menyelamatkannya. Aku sudah bilang berkali-kali bukan?"
Seli menggigit bibirnya, mengusap pipinya "maaf, aku malah membicarakannya disini"
Aku tertawa kecil "bisa bahaya"
"Mau sampai kapan kau bersikap seperti ini"
Aku bersikap normal
"Pembohong"
Berhenti mengomporiku
"Kau terlihat sangat menyedihkan sekarang"
...
***
Hamparan salju sejauh mata memandang. Malam berawan. Salju turun dengan deras.
Mimpi ini lagi. Apa aku tertidur?
"Kau lagi"
Sosok di depanku hanya diam, jubah hitamnya berkibar mengikuti salju-salju yang turun.
"Ayahmu meninggal"
"Aku tahu"
"Sahabatmu yang membunuhnya"
"Aku tahu"
"Ayahmu meninggalkanmu"
"Berisik"
"Ibumu juga meninggalkanmu"
"Diam"
"Sahabatmu memilih tinggal dengan ibunya"
"Berisik!"
"Kucing kesayanganmu lebih memilih tuan lamanya"
"Kubilang diam!"
"Guru yang kau hormati adalah sebab kematian orang tuamu"
"BERHENTI MENGOCEH SIALAN" Aku meremas rambut, terduduk di tumpukan salju, menutup mata dan telinga se-erat-eratnya.
"Tidakkah kau mengerti juga?"
Aku tetap diam
"Orang-orang yang kau bilang 'berharga' perlahan meninggalkanmu semua"
"... kenapa..." aku menutup telinga, meremasnya hingga berdarah.
"Itu konsekuensi karena memiliki kekuatan yang besar"
"... aku... tidak pernah menginginkan kekuatan ini... aku tidak pernah meminta menjadi seorang keturunan murni... ataupun putri Aldebaran..." darah menutupi salju di sekitarku
"pada akhirnya kau akan sendiri, itu takdirmu"
"BERISIK HENTIKAN!"
***
Aku terbangun tersengal di atas meja belajar. Keringat dingin mengucur deras. Aku menyentuh kepala yang pusing, menatap cangkir kopi yang kosong di ujung meja "... tidak efektif..." aku beranjak berdiri menyingkirkan gelas itu, melewati kaca besar yang berada di sudut ruangan.
Aku terdiam menatap sosokku sendiri di cermin. Bajuku berantakan, juga rambutku, lingkaran hitam di bawah mataku terlihat semakin jelas setiap harinya.
"Kau terlihat menyedihkan" sosok itu muncul dalam pantulan cermin
"Tidak sekarang, tidak dalam mimpi, kau selalu menganggu" aku bergumam pelan
"takdir itu sudah dekat"
"lalu?"
"sudah kubilang aku yang akan menemanimu saat itu--"
PRANG! Tanganku melempar cangkir di tangan ke arah cermin
Sosok itu hilang, pantulan diriku dalam cermin terlihat semakin buruk "berisik, diam, diam, diam, DIAM" aku terus memukuli cermin yang sudah pecah itu, tidak peduli darah mulai mengucur dari sela-sela jari "JIKA AKU NANTI AKAN SENDIRIAN MAKA BIARKAN AKU SENDIRI"
Aku menangis terisak di tengah-tengah kamarku yang gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi Series Oneshots
FanfictionOneshots Bumi Series dari novel bang Tere Liye. Penumpang kapal Rali dan Sely berbahagialah! Disini kapal mereka lancar jaya tanpa halangan! (Semoga) Bagi yang belom baca sampe Matahari minor hati-hati pada spoiler! Karakter milik bang Tere! E...