35 ~

2.4K 177 3
                                    

'Tunggu! Jangan bilang kalau ketiga orang itu adalah...'
























'Triple!!!'

'Shit! Bisa-bisa gue lupa sama tu alur! Kenapa gue bisa lupa coba!?' batinnya kesal.

'Hah~ tau gini gue manfaatin aja mereka!' pikir Ravel kesal ketika mengingat kebodohannya itu.

'Ini nih akibatnya kalau gue cuma inget sisi buruknya aja! Gue jadi gak bisa ambil keuntungan kan jadinya!'

'Mungkin kalau gue gak ngelupain alurnya, udah gue manfaatin tu si Dion dari awal ketemu buat jadi tameng gue' pikirnya menyesal.

'But. Dengan adanya mereka sekarang, gue bisa lebih mudah buat singkirin para parasit itu. Karna sekarang pion gue bertambah tiga. Dan mereka adalah pion paling kuat yang pernah gue punya jika di bandingkan dengan pion-pion yang lainnya' batinnya senang.

Dan di saat tengah asik dengan pikirannya, tiba-tiba saja ia merasakan sakit pada pergelangan tangannya yang masih di cengkram erat oleh Revan.

"Akhhh! Revan lepas!! Tangan gue sakit anjing!" umpat Ravel ketika cengkraman tangan Revan semakin mengerat.

Sementara Triple yang mendengar Ravel mengumpat pun menatap tajam Ravel yang kini tengah kesakitan karna Revan yang mencengkram tangannya erat.

"Gue tadi nanya sama lo, kenapa lo cuman diam aja hmm?" bisik Revan dengan suara beratnya yang mana membuatnya merinding seketika.

'Gila si Revan suaranya kok bisa gitu njirr! Wah gak bisa dibiarin ini! sebagai sesama anak bontot kita itu harus punya suara yang sama!' batin Ravel tak terima.

"Ya gue tadi udah bilang kan, kalau gue itu gapapa! Dan, lagipula gak ada juga yang berani gangguin gue! Apa lagi sape ngelukain gue. Jadi lo tenang aja" jawab Ravel sombong.

'Yah~ terkecuali bokap sama saudara setannya si Al sih yang bisa ngelukain gue. Dan itupun karna gue yang biarin mereka' sambungnya dalam hati.

"Ya terus kalau gak ada yang gangguin lo, Terus kenapa tadi muka lo kayak orang kelilit utang hah!?" tanya Revan yang sudah kembali seperti semula, Tengil. Yang mana membuat Ravel mendelik mendengarnya.

"Dih! Sembarangan lo kalo ngomong! Asal lo tau ya! Walaupun muka gue emang rada-rada kayak orang gak bener, tapi gue gak pernah ya sekalipun ngutang!" jawab Ravel kesal.

"Dan lagian ya, masa cucu seorang Remon Argantha dan juga Renata Argantha ngutang! Bisa-bisa di gampar black card sama opa baru tau rasa lo!" Sambung nya sewot di sertai dengan wajah julidnya itu, yang mana membuat mereka yang melihatnya menjadi gemas sendiri di buatnya.

"Kalau bukan kelilit utang, terus lo tadi kenapa hah?" tanya Revan kembali.

"Tadi kan udah gue bilang itu cuma masalah kecil"

"Ya masalah kecilnya apa Ravel!?"

"Ck! Lo kenapa sih pengen tau aja urusan orang! Lagian ya, kalau gue kasih tau juga lo pasti gak bakal bisa bantu Revan!"

"Ya seenggaknya lo kasih tau gue apa masalah lo itu! Kalau lo gak ngasih tau gue ya sampai kapanpun juga gue gak bakalan bisa bantu lo lah" balas Revan yang sudah mulai kesal.

"Udah deh Van! Lo gak bakal bisa bantu! Percaya sama gue! Jadi lupain aja!" Jawab Ravel yang ikutan kesal karna Revan yang terus mendesaknya.

Sementara Dion dan juga El yang melihat perdebatan keduanya pun hanya diam menatap mereka tanpa adanya niat memisahkan.

Seakan-akan itu adalah hal yang biasa jika Ravel dan Revan di satukan di dalam satu ruangan, bagaikan air dan minyak yang tak bisa di satukan.

Maka dari itu setiap kali Ravel menginap di mansion, ia akan lebih memilih sekamar dengan Dion atau tidak sekamar dengan El, dari pada harus tidur sekamar dengan Revan.

 𝙻𝚒𝚏𝚎 𝙾𝚛 𝙳𝚎𝚊𝚝𝚑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang