43. Gelombang Monster

3.4K 665 67
                                    

"Tuan Muda Claude! Tunggu, Anda mendengar saya?" Dillian menyusul langkah Claude yang terburu-buru, menyusuri medan pegunungan yang tak rata, sehingga agak sulit untuk mengejar Claude yang telah berjalan lebih dulu.

Pagi sudah tiba, Claude memang kembali ke gua di mana mereka tinggal saat pertengahan malam dan pergi tidur, tetapi di pagi harinya kala empat manusia dan satu roh angin tengah berdiskusi mengenai strategi untuk mengalahkan Felix, Claude bersikeras bahwa hanya dia yang akan mengalahkan Felix. Makanya saat ini, walau Claude sudah dibujuk selembut apa pun, dia tidak akan menurut. Terlebih, hanya Claude yang merasa bahwa kastanya paling tinggi dibandingkan dengan semua orang yang ada di sini, sehingga Claude-lah yang paling berkuasa, mengecualikan roh angin yang agung tentunya.

"Claude Archer!" Pixy terbang di samping Claude. "Jangan gegabah! Felix itu berbahaya! Dia sangat kuat dengan sihir gelapnya! Dia bukanlah lawan yang bisa diremehkan!"

Claude tetap tak menghentikan langkahnya.

Dillian dan kedua ksatria sudah kewalahan dalam menghadapi kekeraskepalaan Claude. Claude bersikeras ingin segera menemukan Felix dan membunuhnya di tempat. Sementara itu, Dillian memutuskan untuk berpikir secara dingin dan rasional. Mereka tak bisa mengalahkan Felix hanya dengan modal niat. Felix itu kuat, dia menguasai sihir gelap yang merupakan hal tabu di Kerajaan Adria, kemudian dialah satu-satunya orang yang mampu mengendalikan seluruh monster di Gunung Dulchie ini sehingga tak perlu dipertanyakan lagi seberapa banyak mana yang dia miliki.

Itu mungkin saja egonya Claude.

Ego merupakan salah satu identitas diri Claude. Dia merupakan seorang calon ksatria yang paling kuat dibandingkan dengan para calon lainnya. Bahkan apabila dia berduel seni pedang dengan teman sebayanya, Claude tak pernah kalah. Dia tak akan kalah. Kemungkinan besar, ego inilah yang membuat Claude memiliki kepercayaan diri yang tinggi bahwa dia bisa mengalahkan Felix sendirian.

Lagipula, Felix berteleportasi dan pergi membawa kakaknya entah ke mana. Jika Claude mencari dan bertemu dengan Felix secepat mungkin, maka dia akan semakin cepat pula dalam menyelamatkan Kelith. Sama seperti Kelith yang pernah menyelamatkan Claude berkali-kali di masa lalu.

"Claude Archer!" Pixy keki, dia sebal karena Claude seolah menutup telinganya di saat Pixy bahkan sudah lelah bicara pada saudara termuda Archer tersebut. "Kelith Archer tidak akan senang melihat perilakumu yang seperti ini!"

Akhirnya kartu as Pixy dibuka.

Sepertinya, jika nama Kelith tersebut walau satu kali, Claude akan langsung terpengaruhi. Buktinya, dia menghentikan langkahnya sembari sedikit termenung. Hal ini memudahkan Dillian dan kedua ksatria untuk segera menyusul Claude.

"Tuan Muda!" Dillian akhirnya menarik tangan Claude. "Dengarkan saya, Anda tidak bisa mengalahkan Felix sendirian."

Claude menepis kasar tangan Dillian yang memegang lengannya, lantas menatap anak yang lebih muda dua tahun darinya itu dengan tajam. "Memangnya mengapa aku tidak bisa?"

"Felix menggunakan kekuatan sihir, sementara Anda menggunakan seni pedang. Di dunia ini, sihir dan seni pedang adalah dua hal yang bertolak belakang, sulit untuk saling mengalahkan satu sama lain. Memang ada peluang untuk menang, tetapi biasanya tidak banyak."

Claude memelototi Dillian. "Jadi, kamu mengatakan kalau aku lemah, begitu?!"

Dillian berusaha untuk tidak menghela napasnya karena Claude yang keras kepala. "Anda tidak lemah, Tuan Muda Claude. Namun, Felix jauh lebih kuat dibandingkan Anda. Ingat, Felix adalah orang yang telah menyebarkan sihir gelapnya di seluruh gunung ini, orang yang mengontrol para monster dengan jumlahnya yang tak terkira, membuat mereka liar dan terus-menerus berusaha untuk memburu kita. Lantas, bagaimana bisa Anda mengalahkan Felix sendirian kala kekuatan kalian berdua bahkan tak imbang?"

Suddenly, I Became the Hero's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang