98. Batu Sihir Perekam

1.4K 296 97
                                    

Wewangian yang berasal dari ekstrak mawar begitu memabukkan di udara. Pun karena musim gugur sudah tiba, sehingga udara menjadi lebih sedikit berangin, mengirimkan aroma mawar lewat angin dari balik jendela yang terbuka menjadi lebih semerbak menyapa indra penciuman.

Aku menarik cangkir teh beraroma jasminku supaya sedikit menetralkan aroma mawar yang sedari tadi menerobos masuk ke penciumanku. Memang harum, tapi jika berlebihan, hanya membuatku merasa sesak napas.

Lalu, sumber dari aroma itu berasal dari wanita yang duduk di seberangku. Seorang tuan putri yang cantik jelita, yaitu putri kedua Archiphelle, Adrienne Lalune Archiphelle.

Wanita itu kelihatan cantik dan rupawan. Tidak salah apabila rumor berlebihan mengenai parasnya yang memesona sudah sampai ke penghujung benua, sebab seperti yang dibicarakan dari mulut ke mulut, kecantikannya bagai tak masuk ke dalam nalar. Adrienne bagaikan boneka cantik tanpa cela, di mana pemahatnya telah mendedikasikan seluruh hidupnya dalam satu boneka.

Betapa cantiknya, dan betapa terpananya semua orang kala bersitatap dengan Adrienne.

Aku mengakui jika tuan putri itu cantik. Tapi aku tidak tertarik padanya. Entah atas alasan apa, aku merasa jika romansa bukanlah situasi yang tepat dalam suasana perang yang akan pecah jika tragedi dalam novel tidak bisa kuselesaikan.

“Saya dengar dari Tuan Iverion.” Bahkan nada suara lembut nan halus milik Adrienne yang mengalun di udara saja sudah sangat memesona. “Bahwa Anda memiliki intensi untuk bertemu dengan saya?”

Haha, dasar si Iverion itu. Padahal aku tidak minta begitu. Aku antuasias karena putra mahkota Archiphelle akan datang ke Adria, yang notabene merupakan lawan perang Adria di masa mendatang. Makanya, aku ingin bicara dengan putra mahkota dan bukannya putri kedua.

Sayang sekali, Iverion sudah membuat temu janji secara sepihak antara aku dan Adrienne, sehingga membatalkan pertemuan hanyalah tindakan tak tahu diri terhadap keluarga kerajaan.

Aku meletakkan cangkir tehku secara perlahan. Aroma mawar itu langsung menusuk penciumanku kala aroma teh jasmin menjauh, tetapi aku berusaha untuk menutupi kerutan hidungku dengan senyuman tipis.

“Tuan Putri, betapa saya merasa terhormat bisa diberikan kesempatan untuk berbicara dengan Anda seperti ini.”

Adrienne makin menawan ketika dia tersenyum. Bibir kecil dan merah muda akibat riasan, pipi merona tipis, dan bola mata cantik berwarna biru permata. Sembari menyingkirkan anak rambut dan menyelipkannya ke balik telinga, suara halusnya membalas, “Begitu pula saya, Tuan Kelith. Rumor mengenai Anda yang merupakan seorang pahlawan masa kini telah terdengar di Kerajaan Archiphelle. Semenjak mendengar rumor mengenai Anda, saya merasa sangat penasaran.”

“Saya bukanlah orang yang seperti itu,” balasku dengan tenang. “Rumor hanya dilebih-lebihkan saja, Tuan Putri.”

Adrienne membawa jemarinya untuk menutupi bibir merah muda, guna menutup tawa kecilnya. Begitu anggun. Dia menghentikan tawa kecilnya dan kembali bicara, “Sayang sekali saya berbeda pendapat dengan argumen Anda. Setelah tiba di Kerajaan Adria, saya semakin merasa jika rumor mengenai Anda benar adanya.”

Aku bingung mau membalas apa. Seumur-umur, aku yang bicara pada wanita bisa dihitung dengan jari. Aku yang menjadi bahan tindasan tidak akan mungkin mendapatkan wanita untuk dipacari, jadi mungkin itulah yang membuatku merasa tidak tertarik untuk merayu wanita. Apalagi Adrienne, aku hanya merasa dia layak mendapatkan seseorang yang lebih setara dengannya. Maka dari itu, satu-satunya hal yang keluar dari mulutku adalah ....

“Tuan Putri, jika Anda bersikeras, saya hanya akan menghargai pendapat Anda.”

... Mengalah. Membiarkan wanita itu mengatakan apa pun yang dia inginkan soal aku.

Suddenly, I Became the Hero's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang