✦ Chapter ::「14」

122 13 1
                                    

peringatan!
• tidak ada sensor kata!
Selamat membaca.
────────────

Aether mematung saat mendengar ucapan salah satu musuh bebuyutan nya.

"Apa maksud mu?" Aether bertanya, kewaspadaan nya tetap ada.

"Bukannya sudah jelas?" Dingin Xiao.

"Mana tau, kau rela rela ke kota ini hanya untuk menculik ku" gumam Aether tapi masih bisa di dengar oleh Xiao.

"Kau bisa membaca ku ya?" Xiao tersenyum setan di batinnya.

Aether tanpa permisi pergi dari sana dan melewati xiao.

Xiao yang sedang di lewati, langsung saja memegang tangan aether.

Aether syok, jijik, najis, mau rasanya dia meludahi tangan xiao.

"Lepaskan!" Dingin aether tapi tegas tanpa menoleh ke arah xiao.

Xiao hanya tersenyum karna ia tidak menoleh seolah-olah berkata bahwa aether membuat rencananya ini terasa mudah, dengan cepat xiao mendekati telinga aether sambil berbisik, tangannya juga main memasang kan sebuah alat yang sangat kecil seperti kutu di kuping aether, tapi aether tidak terasa dan hanya fokus pada bisikkan xiao.

Aether mematung.

Xiao tersenyum licik lalu pergi dari sana, meninggalkan aether bergelut dengan pikiran.

Saat sedang berjalan, xiao mengeluarkan hp nya dan mengotak-atik hp tersebut, sehingga layarnya menampilkan sebuah map kota ini dengan bola kuning penanda bahwa, itu aether. Xiao tersenyum kemenangan bahwa ia berhasil menanamkan pelacak.

Aether masih bengong di jalanan, dia memikirkan perkataan xiao tadi. "Kau akan menyesal karna meninggalkan dia sendirian" itu kata xiao

"Memusingkan saja.." kesal aether lalu berjalan, keliling kota aja karna dia gatau jalan pulang. Apalagi dia ga bawa hp karna hp nya low baterai saat mau berangkat.

.
.
.

"Ohh~ albedo, kapan kita menyusul xiao~" venti bersenandung dan memutar-mutarkan dirinya di kursi albedo yang dapat berputar itu.

"Saat dia sudah melakukan tugasnya" dingin albedo sambil menatap tabung besar di depannya.

"Hey dokter gila, kau mulai menyukai perempuan itu?" Tanya venti sambil menyengir.

"Hah?" Kesal albedo sambil menatap venti

"Kau menatap nya terus menerus berarti cinta pada pandangan pertama kan?" Bego venti

"Tch. Aku tidak akan seperti itu." Jawab albedo sambil membuka dompet nya yang langsung menjatuhkan semua foto, foto aether.

Venti yang melihat itu langsung syok "kau beneran gila" venti tersenyum jahat ke arah albedo

"Sekarang kau paham?" Tanya albedo lalu menatap tabung itu lagi.

"Ya, ya, ya, ya"

Di sini lah mereka berdua, di rumah albedo. Tidak, lebih tepatnya di ruangan kesukaan albedo, hanya dia yang boleh masuk ke ruangan ini, ayah dan ibu nya selalu pergi dan pulang seminggu kemudian sampai-sampai mereka tidak tau bahwa anak nya sudah gila.

Albedo rela mempelajari apapun itu demi aether. Karn—

"Mayat ini mau di apakan?" Tanya venti

Author belum juga siap bercerita 🗿

Albedo menatap mayat yang tergeletak di sudut ruangan itu, dia hanya berekspresi datar tapi otaknya berpikir.

"Kau bakar saja dia" suruh albedo

Tiga Manusia Terobsesi Berat. [S1 : ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang