Bertemu Kembali

12 6 0
                                    

Mohon maaf, kalau masih banyak kesalahan dalam penggunaan kata, tanda baca, kalimat yang salah, serta typo yang bertebaran dimana-mana..

***

Happy Reading

Dev terus saja mengend*s leh*r Cici. Cici bisa merasakan hembusan napas Dev dileh*rnya itu.

Cici juga merasakan sentuhan Dev itu membuat tubuhnya terbuai, tapi dia masih berusaha berpikir jernih. Ini semua tidak benar!

Dev semakin menjadi-jadi. Dia memegang tengkuk leh*r Cici, memuntun Cici agar mendekat kepadanya, Dev mendekatkan bib*rnya kearah bib*r Cici.

Cici berusaha menyadarkan Dev yang seperti kehilangan akal itu, dengan mendorong dada bidang Dev sekuat tenaga dan itu membuat Dev sedikit mundur.

"Pa--pak! Ini tidak benar!" sentak Cici kasar.

Seakan tersadar atas ucapan Cici, Dev pun sedikit menjauhkan tubuhnya dari tubuh Cici. Mata Dev memerah seperti menahan sesuatu.

"Sial!" runtuk Dev. Dev meninju dinding disebelah kiri Cici. Cici hanya diam membisu ditempat, mendengar makian Dev.

Dev berjalan menjauh dari hadapan Cici.

"Kenapa dengan tubuhku ini?! Arghhh ... kenapa juga dia harus berpakaian seperti itu!" batin Dev frustasi, mengacak rambutnya.

Dev membuka lemari dan mengambil salah satu jas miliknya yang berada dilemari. Dia berjalan menghampiri Cici.

"Pakai! Dan pergi!" ucap lantang Dev. Dev melempar jas itu kearah Cici, Cici gelagapan menangkap jas itu.

Cici hanya bisa diam mendengar makian Dev, ingin rasanya dia menangis saat ini juga, tapi dia tahan.

Cici berpikir bahwa pak Dev akan menolongnya. Tapi, ternyata Cici salah, Dev malah mengusirnya ditengah malam seperti ini.

Cici bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, kenapa pak Dev bisa sampai semarah itu? Memang itu salah Cici, masuk kedalam apartemen Dev secara tidak masuk akal. Tapi ... Cici juga tidak tahu kamar yang dia dobrak adalah kamar pak Dev.

"Kenapa hanya diam! Cepat pakai dan pergi!" bentak Dev, jari telunjuknya menunjuk kearah pintu.

Cici pun menuruti apa yang diperintahkan oleh Dev. Dia takut kalau pak Dev akan semakin marah kepadanya lebih dari ini.

Cici memakai jas yang dilempar Dev. Cici berjalan lesu menghampiri pintu, ia membuka pintu dan meninggalkan Dev sendirian disana. Cici pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Dev.

Cici menutup pintu kamar apartemen Dev dengan perasaan sedih. Dia tak menyangka dengan perlakuan pak guru killernya itu, terhadapnya.

Pikir Cici pak Dev akan percaya atas ucapannya, tapi ternyata malah merendahkan harga dirinya dan malah memperlakukannya seperti wanita murah*n.

Cici menangis, mengasihani dirinya sendiri. Kenapa takdirnya seperti ini? Kenapa ibu tirinya itu tega menjual dirinya? Dan bukan hanya itu, pak Dev yang selalu dihormatinya ternyata merendahkannya.

Cici sudah tidak peduli dengan penampilannya yang terlihat kusut saat ini.

*****

Cici Permana AtmajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang