Final 1.36 : Kitab Terlarang Buatanku, Adalah Mahakarya!

6 1 0
                                    

30 menit kemudian, masih di penginapan.

Aku sudah selesai membuat sebuah kitab terlarang, begitulah aku menyebutnya karena aku memberikan beberapa petunjuk secara tersirat dalam literatur kata. Lalu selain itu, aku menanamkan rahasia tentang dunia ini ketika seseorang tersebut cermat menelaah tulisan tersebut.

Bisa dibilang ini adalah mahakarya, karena aku juga menanamkan suatu kemampuan ke dalam kitab terlarang ini.

"Jadi, bagaimana?" tanyaku pada Irisa.

Kami duduk berdampingan di tepi kasur, ia masih memperhatikan tiap jengkal kata mempelajari unsur kebahasaan lembar demi lembar. Alisnya sedikit turun, beberapa kali ia mengernyit, aku tidak tahu apakah itu sebuah ekspresi kebingungan atau tidak puas. Kemudian dengan sebuah gerakan singkat, ia langsung menutup buku itu dengan cepat.

"Master ..."

"Ya, apa ada masalah?"

"Kau terlalu banyak menulis metafora di dalamnya, bagaimana orang-orang akan memahaminya dengan unsur diksi yang kental yang dapat dimaknai ke berbagai arah?"  ucapnya dengan menekan nadanya pelan namun kuat.

"Aku pikir itu sudah cukup layak, aku sudah menemukan metafora yang pas agar dipahami bagi banyak kalangan."

"Hah?! Lihatlah tulisan ini, 'Sihir begitu lekat dalam kebusukan lembah yang kian rendah?' apa maksudnya? Aku tidak mengerti," nada Irisa mulai meninggi.

"Tenanglah biar kujelaskan, maksudnya orang-orang saat ini hanya menganggap apapun adalah sihir, padahal energi itu lebih banyak dari itu, bukankah Pertapa Pengetahuan juga bilang begitu?"

"Kau hanya akan membuat orang-orang memandang kekuatan sihir sebagai sesuatu yang negatif yang harus dibersihkan."

"Tapi sihir memang kekuatan yang negatif bukan?"

"Ya, kau benar juga." Irisa kembali tenang dan nampak merenung. Namun kemudian reaksinya berbeda dari dugaanku.

"Setelah dipikir-pikir tetap saja tulisanmu menyesatkan, kurasa pikiranmu itu perlu dimurnikan."

Irisa mengangkat buku itu di tangan kirinya sementara tangan satunya menciptakan api.

"Tunggu, jangan bakar bukunya!"

Namun sepertinya aku kalah cepat. Buku itu berhasil di bakar.

Usaha gagal, tubuhku terhuyung ke pangkuannya ketika berusaha meraihnya.

"Padahal aku sudah menulisnya dengan susah payah," gerutuku masih belum berpindah ke posisi sebelumnya.

"Itu ide konyol, bisakah kau menyingkir dari pangkuanku sekarang," tanggap Irisa.

"Ya, hehe."

Aku kembali mengangkat tubuhku, lalu dengan satu tangan aku memunculkan buku itu kembali ke tangan kananku.

"Kenapa kau terta-- Apa?!" Irisa kembali heboh ketika menengokku sudah mendapati buku itu  kembali ada, aku menggunakan kemampuan untuk menyalinnya.

"Kau sudah pikun ya Irisa, aku punya banyak kemampuan dan sebagai penulis tentu saja aku juga menyimpan banyak cadangan," ucapku dengan penuh kebanggaan.

"Huff ... Baiklah kau boleh memberikannya tapi hanya pada satu orang, dan tolong revisi kata-kata ambigu itu."

Mau tak mau Irisa akhirnya pasrah, namun tetap saja ia masih bersikeras untuk mengubahnya. Untuk yang itu sepertinya aku turuti saja.

"Ya baiklah, aku juga memang rencananya hanya akan memberikannya pada Reva."

"Kenapa kau tak bilang daritadi jika kau ingin memberikan padanya."

RE : BUILD (Skyline)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang