Final 1.40 : Dia Berhasil Dikalahkan, Tapi?

8 3 0
                                    

Di dalam alam bawah sadar.

"Irisa, apakah sudah selesai?"

Aku bersama dengan Irisa melakukan perhitungan di sebuah padang rerumputan ilalang. Saat aku melukai Croudy aku mengaktifkan kemampuan analisa melalui cipratan darah dan lukanya.

Aku pernah mempelajari bahwa sistem administrator levelingku ini berfungsi merubah pengalaman makhluk hidup yang kubunuh menjadi penambah kekuatan untukku. Dengan beberapa metode lain yang kugunakan, aku memanipulasi fungsinya untuk lebih mengenali bagaimana makhluk yang menjadi lawanku itu.

Aku membuat jaringan energi dan mengelolanya dengan skill lalu mengenali apa yang ada di masa lalunya lebih baik. Dengan itu aku bisa memetakan kelemahan yang ada di kehidupan sebelumnya, lalu mereplikasi apa yang menjadi kelemahannya itu.

"Diam sebentar master, aku masih kurang beberapa materi disini, bisakah kau melukai Croudy lebih banyak, aku butuh sampel lebih banyak," ucap Irisa masih dengan posisi duduk dan mengamati gelembung api di sekitarnya.

"Bilang saja mudah, tapi kekuatannya terus meningkat seiring waktu," ucapku yang juga masih memperhatikan sistem layar di sekitar untuk ikut menganalisa.

"Kau banyak mengeluh Master, mengalahkannya juga idemu bukan?"

"Tapi tak bisakah kau memberiku energi peri sebagai penambah kekuatan. Aku juga menggunakan fungsi paralel pikiran disini."

"Tidak bisa, itu akan mempengaruhi hasil analisaku, kau harus mandiri, dunia ini juga memiliki tingkatan yang lebih rendah, harusnya kau sanggup bertahan dengan hal itu."

Irisa benar-benar tak memberiku bantuan soal melawannya secara langsung. Tapi baiklah, ini mungkin akan benar-benar menguji teknik bertarungku.

Kembali ke kesadaran dunia nyata.

Ada cara lain sebenarnya untuk meningkatkan kemampuanku selain transformasi ke ras lain, yaitu aku dapat menggunakan metode menimpa realitas fisik laki-lakiku dengan realitas perempuan.

Tapi aku takut itu membuat tubuhku menjadi rusak, aku masih harus melakukan simulasi lainnya.

Memang benar, sebaiknya aku tak perlu menggunakannya dulu. Selama aku bisa beregenerasi dan memilih skill untuk merekonstruksi ulang tubuhku. Aku akan bertahan meskipun akan dihajar habis-habisan setelah ini.

"Tidak punya cara ya?" Croudy bersuara dengan mengejekku. Ia melakukan ancang-ancang kemudian menghisap ketiga naganya yang tersisa ke dalam tubuhnya.

"Kalau begitu, sekarang adalah giliranku untuk mencabikmu!"

Ia kemudian melesat rahangnya tiba-tiba berubah menjadi besar seperti hiu dan akan menggigitku, aku segera menghindar lalu melakukan serangan balik.

Beberapa kali aku bertarung saling serang melawannya dalam kurun waktu itu, keadaannya cukup seimbang.

Namun beberapa saat aku menyadari, tempat yang kugunakan untuk menghindar sudah tak dapat ku tempati lagi.

Aku berhenti sejenak, dan kembali berbicara padanya, "Begitu rupanya, rahang yang memakan ruang dan waktu. Kau membuat pergerakan ku menjadi tidak leluasa? Lalu tujuanmu memanfaatkan keabadianmu untuk menghancurkanku di satu tempat, begitu?"

Ini sepertinya juga menonaktifkan kemampuan dimensiku, aku tak dapat berpindah ke tempat lain untuk menghindar. Teleportasiku sepertinya juga tak dapat ku gunakan untuk keluar dari ruangan tembus pandang ini.

Meski ia melakukan gerakan acak sebelumnya namun rupanya cabikan dari rahangnya itu membentuk otomatis sebuah ruangan di sekitar.

Ini seperti perpanjangan dari kemampuan menghilangnya, ia dapat menghilangkan sebuah hukum alam di sekitarnya.

"Ya, tapi kau sudah terlambat!"

Tak berapa lama ia kemudian menggesek kedua tangannya yang panas, lalu setelah itu timbul reaksi ledakan dahsyat pada dirinya.

Segera ku buat energi yang mengelilingi tubuhku lalu membuat penetralan skill untuk mengurangi dampaknya.

"Matilah!" Croudy berteriak lalu menghunuskan besi panas ke arahku.

Jrashh

Aku tak sempat menghindar, itu menusuk tepat di perutku, besi panas itu juga menciptakan akar yang langsung menjalar menusuk organ lainnya. Tubuhku tak dapat bergerak.

Untungnya aku sudah mengantisipasi hal ini. aku langsung menggunakan skill pembalikan ke keadaan di mana aku menjadi penyerang dan dia telah terkena serangan.

"Apa? Tidak mungkin bagaimana kau--"

Jrashh

Dalam waktu yang tepat.

Irisa selesai menganalisa, ia keluar dari tubuhku lalu menancapkan pedang berwarna gradasi hijau dan biru ke arah jantungnya menembus ke belakang punggungnya.

"Aku tak mau melakukan ini lagi, ini benar-benar merepotkan," ucap Irisa dengan wajah yang serius memandang Croudy.

"A-apa yang terjadi pada tubuhku, bagaimana kau memiliki kekuatan sebanyak ini?"

"Sederhananya aku sudah mengetahui bagaimana seluruh syarat kematianmu, lalu aku mereplikasi syarat-syarat itu dan menggunakannya dalam satu serangan," jelasku padanya.

Irisa kemudian mendekat ke arahku dan memprotes, "Tunggu, aku yang mengalahkannya, aku yang menusuknya kan?"

"Baiklah kau yang melakukannya Irisa."

Aku tak mau terpancing dengan perdebatan yang dilakukan Irisa, lagipula aku tak peduli soal siapa yang berhasil mengalahkannya yang penting dia kalah, itu saja.

Nampak Croudy mulai mundur belakang mengamati tubuhnya yang perlahan pecah seperti cahaya.

"Tidak mungkin, apa yang kau lakukan kembalikan!" Ia berteriak ke arahku.

Ia mendekat dengan langkah gontai, namun ototnya tak mampu menopang geraknya lagi.

"Kau tidak mengerti, orang-orang akan selalu menerima kesengsaraan. Tidak peduli seberapa keras kau berjuang--"

Perkataannya mulai sedikit histeris dan terbata diiringi tubuhnya yang berusaha beregenerasi namun tingkat kehancurannya lebih kuat.

"Kau juga akan sengsara, aku mohon ... Kembalikan aku, jangan bunuh aku-- Aku akan memenuhi permintaanmu."

Dengan seluruh tenaga yang tersisa, ia memegang satu kakiku dengan tangannya. Ia menangis dan berharap padaku untuk mengampuni nyawanya.

Aku tak suka pemandangan ini, aku tak bisa melakukan apapun begitu serangan destruktif ku lancarkan. Melihat seseorang kesakitan di depanku dan mati, itu menyedihkan meski ia sendiri cukup buruk. Aku hanya mampu memalingkan wajah hingga ia lenyap.

Hingga beberapa detik setelah kematiannya.

"Ayo pergi Irisa."

Aku kemudian berjalan menjauhi tempat kematian Croudy, meski caranya cukup mengerikan, tapi dia tetaplah seorang pejuang yang berusaha membuat dunia ini jadi lebih baik.

"Apa kau menangis Master?" tanya Irisa ketika berjalan beriringan denganku.

"Iya, mau bagaimana lagi, begini-begini aku masih punya hati."

"Aku pikir kau terlalu cengeng, atau kau sudah terpengaruh oleh teknik psikologisnya itu?"

"Mana mungkin aku--"

Bukk!

Tiba-tiba saat berjalan aku tertabrak oleh sesuatu yang tak terlihat, itu adalah kurungan yang dibuat oleh Croudy sebelumnya.

"Tidak mungkin, apa ini permanen? Irisa?"

Irisa memperhatikan lalu menyentuh dinding tak terlihat itu namun ketika ia berusaha melewatinya tubuhnya juga terhalang.

"Aku tidak bisa keluar dari sini? Itu artinya."

"Apa? Apa dia masih hidup?"

Aku sedikit panik ketika ini terjadi, padahal sudah jelas-jelas kami melakukannya dengan benar.

"Tidak, bukan itu Master, ini lebih buruk, ini mungkin yang Runie sebut sebagai wilayah tanpa konsep."

*****

RE : BUILD (Skyline)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang