Extra Chap 2.2 : Yang Terjadi

10 1 0
                                    

Fajar terlihat mulai terbit, udara seperti layaknya dimana embun masih mengendap. Aku bangun dari kamar tidur, merapikan selimut lalu sedikit melakukan peregangan.

Nampaknya ini adalah waktu yang tepat berolahraga selama hari ini hari libur, olahraga adalah hal terbaik untuk meningkatkan kekuatan fisik terutama mempertahankan stamina diri.

Aku segera memakai sepatu di rak lalu berjalan menyusuri tiap ruang rumah, setelahnya aku membuka pintu lalu mulai berlari.

Rasanya hangat dan lelah yang menyenangkan, lalu lintas kota masih cukup sepi jadi udara masih segar. Terlebih tadi malam terjadi hujan. Beberapa burung berkicau bertengger di pepohonan, karena awan masih terlihat kemuning.

Tak berapa lama, aku kemudian sampai di sebuah pantai, lalu duduk di bangku kayu sembari menunggu matahari terbit.

Aku mengambil air yang ku simpan dalam kantong kecil lalu meminumnya, saat aku melihat ke sebelah kanan, terlihat seorang gadis dengan kulit putih pucat sedang berlari, rambutnya berwarna biru pendek, berperawakan cukup belia.

Pikiranku sejenak berpikir-- Cosplay?

Ia memiliki telinga berbentuk sayap kupu-kupu, dengan ekor mirip sirip ikan yang bergerak-gerak. Lalu duduk di sampingku.

Bau keringatnya tercium amis, harusnya ia setidaknya tak terlalu dekat pada orang yang belum dikenalnya.

Namun tiba-tiba ia memandangku dengan tatapan yang datar dan dingin, "Ayah, boleh minta airnya?"

Aku melihat ke kiri dan ke kanan, namun tak ada siapapun jadi yang di maksud adalah aku.

"Aku? Kenapa kau memanggilku Ayah?"

"Ya Ayah, apa kau lupa?"

Aku bingung, tentunya aku tak mengerti bagaimana umurku yang sebegitu muda ini memiliki anak, kecuali ada orang yang berniat untuk melakukan semacam prank.

Namun tiba-tiba seluruh ingatan itu membanjiri diriku, ingatan tentang kehidupanku sebelumnya, soal ketika aku terlempar ke dunia lain sampai aku mengalami akhir kehidupanku.

"Runie ..."

Rasanya aku tak kuat menahan perasaanku yang serasa menyeruak, namun aku mencoba untuk tetap tenang lalu menunduk melihat ke depan dan mencoba mencari tahu apa yang terjadi setelahnya.

"Akhirnya, Ayah ingat juga," Runie masih terlihat seperti biasa, kelihatannya ia baik-baik saja.

"Bagaimana kabarmu Runie, apa yang terjadi pada mereka?" pikiranku benar-benar penasaran, apakah aku sudah melakukannya dengan benar.

"Mereka baik-baik saja, jangan khawatir, aku bangga pada Ayah."

***

Dia berkata bahwa mereka sudah aman, Vi dan yang lainnya. Dunia telah dibuat ulang, bukan dengan menghapus konsepnya, namun dengan memperbaiki apa yang membuat dunia itu menjadi tidak seimbang.

Meski itu adalah harapan terakhirku, tak kusangka bahwa Reva dengan dunia kecil yang sebelumnya menyelesaikan semua itu.

"Sepertinya aku memang berperan kecil dalam kehidupanku." Aku mendongakkan kepala melihat ke arah cahaya yang mulai mewujudkan fisiknya.

"Omong kosong Ayah, di dunia ini tak ada yang memiliki peran kecil atau peran besar, semua peran itu sama pentingnya."

Ia menengok ke arahku dengan senyuman yang lembut, "Tak peduli seberapa lemahnya diri Ayah dan siapapun itu, seseorang bisa menjadi yang terpuncak meskipun dia bukanlah tokoh utama di ceritanya."

Entah bagaimana, rasanya ucapannya sedikit menenangkan seperti lautan saat ini yang begitu tenang dan cahaya mentari yang mulai memperlihatkan harapan.

"Bagaimana ya? Terkadang aku ingin protes dengan penciptaku, andai aku bisa menemuinya," ucapku sedikit lirih, namun memang beginilah kehidupan. Terkadang selalu ada yang kurang atau lebih.

"Menemuinya, kau sudah menemuinya dan ia berada di sampingmu sekarang," jawab Runie.

"Runie? Jangan bilang kau ..."

"Tapi ini bukan soal siapa yang menciptakan dan diciptakan."

Katanya seperti tersirat, tapi nampaknya aku mengerti apa yang ingin ia katakan.

Ia kemudian berdiri menatap di hadapanku, "Mari kita kembali, Ayah. Ke tempat dimana seharusnya kita berada."

*****

RE : BUILD (Skyline)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang