Final 1.37 : Apa Yang Mendasari Pertanyaan Itu?

7 2 0
                                    

"Kami berterimakasih, seandainya waktu itu kau tidak datang, entah apa yang akan terjadi pada kami."

Reva mengulurkan rangkaian bunga warna-warni itu ke arahku. Lalu aku menerimanya. Rangkaian bunga ini tak sekadar rangkaian bunga biasa, ini memiliki banyak aroma bunga yang selain digunakan sebagai hiasan, bunga ini juga dapat mengusir serangga di dalam ruangan.

"Kau sendirian?" tanyaku padanya.

"Ya, Kakakku sedang menjalankan misi lain dan kami sudah membubarkan tim sebelumnya, jadi anggap saja aku sekalian mewakili mereka."

Baik sekali dan juga Reva cukup berani, sebab beberapa hari lalu, aku masih menimbulkan kontroversi dan status pengawasanku baru dicabut hari ini.

Kurasa memang sudah sikapnya dari dulu. Ia kemudian mendekat ke arahku terlihat wajahnya agak ragu namun ia sepertinya cukup memaksakan diri, "Hei, jadi sekarang kemana kita? Apa cukup bicara disini saja?"

Memang benar, berbicara di tempat seperti ini terlalu ramai, di kota petualang ini juga sangat jarang ada ruang publik yang cukup sepi untuk melakukan pembicaraan pribadi, kecuali di penginapan atau di rumah. Atau bisa juga di gang-gang sepi tapi malah terlihat mencurigakan.

"Aku rasa aku tahu tempat yang bagus, di luar kota petualang."

"Eh, itu jauh sekali sedangkan kita berada di pusat sekarang."

Itu benar, karena kami berada di pusat. Dengan kereta kuda kami butuh setidaknya seharian untuk pergi. Tapi, aku punya ide lain.

"Ya, aku tahu soal itu, tapi aku bisa berteleportasi," bisikku ke arahnya.

"A-apa? Itu seperti pahlawan Arga, apa kau mau menculikku?" ucapnya sedikit keras, sehingga orang-orang sekitar mulai melihat ke arah kami.

"Tolong jangan keras-keras, itu hanya tawaran saja."

Wajar dia berpikir seperti itu, karena kemampuan yang sama bagi para petualang itu cukup jarang terjadi, terlebih aku masihlah orang asing baginya.

"Em-- Baiklah, kau boleh membawaku kemanapun, lagipula kau sudah menolong kami sebelumnya." Reva nampak ragu dengan ucapannya, namun dalam dirinya seperti terdorong sesuatu untuk menerimanya.

"Entah kenapa, kau benar-benar membuatku seperti penjahat sekarang. Kau tak perlu memaksakan diri."

"Tidak aku benar-benar mau, ku mohon."

"Baiklah kalau begitu, ikut denganku."

Mau bagaimana lagi, ia pun kemudian mengikutiku berjalan di sampingnya, aku lalu menyimpan bunga itu di dalam menu administrator, ketika ia berjalan denganku ia nampak terus memperhatikanku.

"Kenapa?"

"Dimana kau menyimpan bunga itu?"

"Penyimpanan dimensi."

"Hoo ..."

Setelah menjawabnya, ia tak bertanya lebih lanjut. Beberapa saat kami pun sampai di gang yang cukup sepi. Saat aku berhenti Reva pun agak bingung ia menengok ke kanan dan ke kiri tidak ada siapapun itu membuatnya sedikit curiga.

"Emm ... Memang benar-- Jadi apa kau ingin menculikku?" Maksudnya aku dengan alis yang merendah.

"Sudah kubilang tidak, tutup saja matamu."

"Ehh? Ba--baiklah."

Ia lalu menutup mata perlahan, saat aku mendekat tiba-tiba ia mundur dan kedua tangannya terangkat di dadanya dengan ekspresi panik ia kembali membuka matanya, "Kau benar-benar takkan menculikku?"

"Kenapa aku harus melakukan itu?"

"Habisnya-- Baiklah."

Aku kemudian memegang tangannya dengan nampak ragu dia masih mencoba percaya padaku. Setelah itu, aku menggunakan skill teleportasi dan menuju ke tempat itu.

**

"Baiklah, buka matamu."

Saat ia membuka mata, alisnya terangkat. Ia melihat pemandangan bukit dengan bunga lavender yang cukup luas, ini adalah tempat yang dulu pernah kukunjungi dengan Eldof saat mengerjakan misi.

Karena pemandangannya cukup bagus berada di dataran tinggi dan ini tempat sepi, maka aku memilih tempat ini.

"Wah ... Aku tak percaya ini, bagaimana kau melakukannya."

Tubuh Reva secara tak sabaran kemudian berlari menyusuri bunga-bunga di sekitarnya, ia berputar-putar tersenyum dan tertawa lalu merebahkan tubuhnya ke padang bunga.

Aku secara perlahan mulai mendekat ke arahnya, "Bagaimana menurutmu?"

"Kau benar-benar tahu bagaimana cara menyenangkan seseorang ya?" Reva kemudian duduk memandangku, "Aku tak tahu harus bilang apa lagi padamu."

Aku tak pernah melihatnya sesenang ini. Mungkin ini yang terjadi bila kehidupannya selalu damai bahkan pancaran matanya membuat seolah pikiranku ikut bahagia.

Aku kemudian duduk bersebelahan dengannya, "Bilang saja seperti biasa."

"Biasa bagaimana?" Wajahnya cemberut, lalu ia kembali melanjutkan perkataannya, "Kita baru bertemu, meski di masa depan kau sudah tahu bagaimana diriku, aku tetap saja belum mengerti soal semua tentangmu."

"Benar juga ... Di masa depan, aku pikir kau bisa lebih bahagia dari ini."

"Benarkah? Lalu di mana dirimu yang ada di masa lalu sekarang?"

Akhirnya ia mengatakannya juga, disaat seperti ini, inilah kesempatanku memberikannya.

Aku mengambil sesuatu dari menu administrator, yaitu sebuah buku bersampul hitam putih dengan ukiran daun di pinggirnya.

"Ini untukmu," ucapku dengan menyodorkan buku itu ke hadapannya.

Ia dengan sedikit ragu menerima buku itu lalu kemudian menanyakannya padaku, "Apa ini?"

"Sebuah kitab terlarang yang akan memberimu pengetahuan lebih tentang dunia ini."

"Ya?"

Dia nampaknya masih cukup ragu untuk membukanya, mungkin buku ini cukup asing karena di Denaria saat ini keberadaan buku sangatlah jarang.

"Yang jelas buku ini akan membantumu menghadapi permasalahan kedepannya."

"Tapi, buku terlarang ini bukan dari aliran sesatkan?"

"Tentu saja tidak."

Sama seperti irisa, mereka berdua menganggap bukuku sebagai buku sesat. Astaga, apakah aku memang kurang cara penyampaiannya?

"Baiklah, aku akan menyimpannya," Reva memeluk buku itu, lalu kembali berkata, "Hei, apa kau akan kembali ke masa depan?"

"Iya, setelah urusan disini selesai, aku akan kembali ke masa depan. Tapi sebelum itu, bisakah aku bertanya padamu?"

"Tentu saja, lagi pula kau sudah menyelamatkan kami, meski aku belum yakin apakah memang itu yang sebenarnya terjadi."

"Begitu ya, jadi," aku memandang ke arah langit, kemudian kembali merendahkan pandangan, suara angin mulai mendorong agak kencang lalu aku mulai melanjutkan perkataanku, "Menurutmu jika seseorang bereinkarnasi ribuan kali lalu dalam hidupnya selalu mengalami penderitaan--"

"Tunggu, itu menyedihkan sekali," Reva memotong perkataanku sebelum aku sempat menyelesaikannya.

"Ya, begitulah, tapi ketika ia menyadari itu, ia berbalik ingin menyerang dunia, dan menganggap dunia sebagai sesuatu yang tidak adil, mengakibatkan banyak kekacauan bagaimana menurutmu?"

"Tapi meski begitu, tetap saja kita harus menolongnya, dia setidaknya harus mengalami kebahagiaan. Aku pun mungkin akan melakukan hal yang sama bila berada di situasi seperti itu."

"Itu benar."

Reva mungkin tak tahu, apa yang terjadi pada dirinya di masa depan, tapi dari jawabannya saat ini, aku sudah yakin aku akan menyelamatkannya apapun yang terjadi.

"Jika kau tahu jawabannya, mengapa kau menanyakannya?" tanya Reva.

"Aku hanya mencoba memastikan dan meyakinkan diriku."

"Begitu juga bisa, terkadang aku juga suka meyakinkan diriku dengan bertanya kepada orang lain tentang masalah tertentu."

*****

RE : BUILD (Skyline)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang