2

108 16 41
                                    

Yeorin.

"Bibi Yeorin!" Suara Jihan memekik satu-satunya nama yang pernah dia panggil untukku. "Bibi membawa Holly!"

Bersyukur atas interupsinya dan pengingat mengapa aku ada di sini dan apa yang penting, aku menoleh ke keponakan ku dan membuka tangan ku agar dia bergegas masuk.

Holly menggonggong dengan gembira, menyenggol di antara kami untuk meminta perhatian.

Aroma manis apel hijau dari Sampo favorit Jihan menemuiku saat aku memeluk tubuh kecilnya. Dari semua rasa sakit yang disebabkan oleh saudara tiriku, anak ini sangat berharga setiap menitnya. Aku memeluknya erat-erat di dadaku dan membiarkan kehangatannya meringankan rasa sakit di dalam diriku.

"Hei, sayang," kataku sambil memberikan ciuman di puncak kepalanya.

Ada suatu masa ketika aku bertanya-tanya apakah aku bisa memandangnya dan tidak menghidupkan kembali rasa sakit karena kehilangan Jimin.

Kekhawatiran itu semua terjadi sebelum dia lahir. Sebelum aku menggendongnya untuk pertama kalinya. Ketakutan apa pun yang ku miliki tentang perasaan ku terhadap anak ini telah menghilang saat Yunji meletakkannya di pelukanku.

Dia membungkuk dan melingkarkan tangannya di leher Holly.

“Aku sudah berkemas,” katanya, memiringkan kepalanya ke belakang dan menatapku. “Kita akan berangkat hari ini.”

Ada begitu banyak ketidakpastian di mata coklatnya yang tampak seperti mata ayahnya. Dia membutuhkan aku untuk memberitahunya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Aku tidak membutuhkan kata-kata untuk memahami apa yang dia tanyakan padaku.

Aku membungkuk dan menyisir rambut hitamnya yang terlepas dari kepangnya. Dia memiliki warna rambutku. Yunji dulunya berambut pirang, dan Jimin berambut coklat. Aku selalu menggoda Jihan bahwa dia mendapatkan rambut hitamnya dariku saat itu, tapi aku tahu itu sama sekali tidak mungkin.

“Kau akan menyukai Daegok,” aku meyakinkannya.

Dia tampak penuh harap. "Maukah bibi datang mengunjungiku dan membawa Holly?"

Dadaku sesak.

“Aku kira kau ingin membawa Holly bersamamu. Bagaimanapun, dia milikmu. Kalian semua bisa datang mengunjungiku. Kapan pun ayahmu membutuhkan seseorang untuk tinggal bersamamu ketika dia harus pergi ke luar kota untuk bekerja, dia bisa menelepon ku. Dan aku bisa datang ke sana, atau kau bisa datang ke sini. Kau tidak bisa menyingkirkan ku.”

Kelegaan di matanya diikuti oleh secercah air mata yang tak tertumpah.

Yunji bukanlah ibu yang terbaik, namun dia memiliki momen-momennya. Dia pernah menjadi ibunya. Itulah yang penting. Jihan mencintai ibunya, bahkan ketika Yunji masih memiliki cintanya saat berada dalam kondisi terburuknya.

“Aku boleh membawanya bersamaku?” dia bertanya dengan secercah harapan di matanya.

Aku melirik ke arah Jimin. “Jika ayahmu menyetujuinya.”

Alis Jimin menyatu.

“Apakah Eomonim akan mengizinkannya?” tanya Jimin.

"Mengapa dia ikut campur dalam hal ini? Holly adalah anjingnya Jihan."

Aku bisa melihat rasa frustrasi di matanya.

“Anjing itu tinggal bersama eomonim,” jawabnya dengan tegas.

"Tidak, dia tidak melakukannya!" Jihan memberitahu ayahnya, tidak melepaskan leher Holly. "Nenek hanya merawatnya seminggu, dan dia benci jika Holly ada di sana. Holly tinggal bersama bibi Yeorin."

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang