Jazziel melambaikan tangannya pada papa yang kini hendak masuk ke bagian check in di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Tak lupa pula senyuman terlukis di wajah Jazziel yang sedang melambaikan tangannya dan dibalas dengan lambaian tangan dari sang papa, tentu saja dengan ekspresi datarnya. Papa Jazziel sudah menyelesaikan pekerjaanya di Semarang selama seminggu ini dan harus kembali ke Jakarta, sebab beliau bekerja di kementerian pusat dengan jabatan esmelon 3.
Mobil Hyundai Tucson berwarna putih yang dikendarai oleh Jazziel itu langsung melenggang pergi meninggalkan Bandara Ahmad Yani. Di sepanjang perjalanan, tatapan Jazziel terlihat kosong namun tetap fokus menyetir. Hari senin yang tidak begitu macet memberikan kelancaran pada perjalanannya, meski terhambat oleh beberapa persimpangan lampu lalu lintas.
Entah apa yang ada di pikirannya sekarang, mobil yang dikendarai Jazziel kini sudah memasuki area Perumahan Grand Kencana, Ungaran. Tentu saja itu tempat Lalitha tinggal. Jazziel menepuk jidatnya karena merasa bodoh dengan pikiran gilanya sesaat. Namun, apa boleh jadi. Akan lebih memalukan kalau dia pergi sekarang dan tiba-tiba berpapasan dengan Lalitha ataupun dengan bundanya.
Ia memberanikan memencet bel rumah Lalitha beberapa kali. Tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Jazziel menghembuskan napasnya kasar, sepertinya ia menyetir jauh-jauh ke Ungaran tanpa memiliki hasil yang bagus. Baru saja ia hendak melangkah menuju mobil, terdengar suara derap kaki dari dalam rumah yang terdengar tergesa-gesa.
Klek
Pintu rumah itu terbuka. Seseorang yang diharapkan oleh Jazziel lah yang membuka pintu tersebut, Lalitha. Jazziel langsung tersenyum dengan sangat lebar menyambut Lalitha, membuat gadis itu jadi kikuk atau lebih tepatnya salah tingkah karena dipandangi begitu. Lalitha langsung menyuruhnya masuk ke dalam rumah.
Lalitha mempersilakan Jazziel untuk duduk di ruang tengahnya, bukan di ruang tamu. Jazziel duduk di ruang tersebut dengan penuh rasa kagum dan penuh antusias. Matanya menyapu setiap detail yang ada di sekelilingnya. Dari luar, rumah Lalitha terlihat modern dengan gaya arsitektur minimalis yang menawan. Namun, begitu memasuki ruang tengah, ia menyadari bahwa rumah ini memiliki sentuhan unik yang tak bisa disaksikan dari luar.
Ruang tamu dan ruang tengah terlihat tanpa sekat yang membatasi, memberikan kesan terbuka dan lapang. Namun, pandangan Jazziel tertuju pada langit-langit atap, ia menyadari adanya sekat pembatas yang dapat ditarik ke bawah. Ini memberikan kesan multifungsi, di mana privasi dapat dijaga dengan mudah ketika dibutuhkan.
Di sudut ruang tengah, sebuah TV berukuran besar dan sound system terpajang dengan megah. TV itu sedang menayangkan drama korea yang lagi booming saat ini yakni Goblin episode 6 yang tayang pada hari sabtu lalu. Lalitha baru sempat menontonnya karena dua hari lalu sibuk dengan pengambilan raport dan try out.
"Ini Goblin kan?" tanya Jazziel basa-basi.
"Iya, kamu nonton juga?"
"Cuma tau aja," jawabnya sambil tersenyum.
Lalitha meninggalkan Jazziel sejenak ke dapur untuk membantu bibi ART menyiapkan minuman dan camilan. Sembari menunggu Lalitha yang sedang sibuk, Jazziel mengamati ruang tengah yang suasananya nampak ramah dan hangat terpancar dari banyaknya foto keluarga yang terpajang di dinding. Jazziel pun beranjak dari tempat duduknya, penasaran dengan setiap detail foto-foto yang menghiasi dinding ruang tengah.
Ketika Jazziel mengamati foto-foto keluarga yang terpajang di dinding, rasa iri mulai menyelinap di dalam benaknya. Bingkai besar memajang perjalanan hidup Lalitha, mulai sejak bayi hingga SMA, seperti sebuah cerita visual tentang keluarga cemara. Adik-adik Lalitha juga memiliki bingkai serupa, menciptakan pemandangan yang begitu hangat dan penuh kasih. Sangat bertolak belakang dengan keadaan keluarganya, di mana kedua orang tua Jazziel sibuk dengan ambisi masing-masing dalam karirnya dan meninggalkan Jazziel sendirian tinggal di Kota Semarang. Tentu saja foto-foto keluarga seperti di rumah Lalitha tidak pernah ada, bagaimana bisa ada kalau Jazziel dan keluarganya saja hidup terpisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Virtual Crush
RomanceKata orang cinta itu buta. Tak bisa dirasakan oleh indra penglihatan, namun dapat dirasakan oleh hati. Bagaimana kalau cinta itu benar-benar buta? Menyukai seseorang yang kita sendiri tidak tahu wujudnya seperti apa. Dunia maya itu penuh dengan kepa...