Suasana jalanan di Kota Semarang pada hari Minggu sangatlah padat. Meskipun waktu tempuh dari SMAN Pelita Ilmu Semarang ke rumah Lalitha hanya memakan waktu 1 jam jika melalui jalan tol., namun hari ini jalanan sangat macet sehingga mobil lamban bergerak. Kendaraan-kendaraan memenuhi segala ruang, menyebabkan kemacetan cukup parah.
Hujan lebat yang turun semakin memperburuk situasi. Jalanan yang sudah padat menjadi licin, membuat pengemudi harus ekstra berhati-hati. Lampu-lampu kendaraan bersinar redup di tengah hujan yang semakin memperburuk kondisi.
Mereka bertiga terjebak dalam kebuntuan lalu lintas yang membuat perjalanan pulang lebih lama dari biasanya. Meskipun jalanan macet, Jazziel terlihat santai menyetir. Sesekali membuat suasana menjadi ceria dengan memulai percakapan dengan Lalitha yang duduk di sampingnya.
"Kamu sekolah di SMAN Bina Cendikia Ungaran, bukan?" Jazziel menatap Lalitha sekilas namun tetap fokus menyetir.
"Iya, kok tau?"
"Nebak aja, anak sepintar kamu pasti masuk sekolah favorit di Ungaran."
"Ahh, Bisa aja haha."
Mereka berdua meneruskan obrolan lebih jauh lagi. Banyak sekali topik yang mereka bicarakan, mengenai golongan darah, hobi, kegiatan di sekolah, dan sebagainya. Jazziel dan Lalitha terlihat sangat antusias ketika mengobrol berdua. Sementara itu, Yuvika yang duduk di bangku belakang mobil merasa agak tersisih dari percakapan mereka. Suasana di mobil seakan hanya diisi oleh obrolan Jazziel dan Lalitha saja, membuat Yuvika merasa bosan. Ia mencoba memusatkan perhatiannya pada pemandangan di luar jendela, namun rasa canggung tetap terasa.
Macet dan hujan lebat menjadi kombinasi yang pas untuk mengeksplorasi berbagai topik obrolan, meskipun bagi Yuvika, sensasi tersebut terasa kurang menyenangkan karena dicuekkin oleh Lalitha yang sibuk dengan Jazziel.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, mobil Hyundai Tucson berwarna putih akhirnya tiba di Perumahan Grand Kencana, tempat tinggal Lalitha. Hujan sudah reda, sehingga Lalitha dan Yuvika bisa turun dari mobil tanpa menggunakan payung. Suasana di perumahan itu masih sejuk dengan tetesan air yang tersisa di pepohonan.
Jazziel dengan sigap membuka pintu mobil untuk Lalitha, menunjukkan perhatian yang khusus padanya. Lalitha mengernyitkan dahinya karena bingung, namun tak lupa ia berterima kasih pada Jazziel. Yuvika yang duduk di bangku belakang pun merasa aneh dengan perlakuan khusus Jazziel.
Bunda Lalitha sudah menunggu di teras rumah. Jazziel dengan sopan mengucapkan salam dan mencium tangannya. Bunda menyambut Jazziel dengan hangat dan mempersilakan Jazziel untuk masuk terlebih dahulu. Namun, Jazziel menolak karena harus bergegas pulang.
"Terima kasih ya, tante. Kapan-kapan saya ke sini lagi. Sampai jumpa ya Lalitha."
Lalitha hanya bisa menjawab dengan senyum kebingungan sambil melambaikan tangan pada Jazziel yang kini berlalu pergi dengan mobilnya.
"Litha, itu siapa? Teman baru?" tanya bunda tiba-tiba.
"Iya bun—baru kenalan tadi, sih. Sebenarnya udah kenal lewat media sosial kemarin, eh kebetulan ketemu pas tryout."
"Oh, gitu. Dia kayaknya baik ya, dan gentle. Yang akrab sama dia ya," saran bunda.
***
Jazziel langsung merebahkan dirinya ke kasur. Hari ini sangat melelahkan karena seharian pergi ke luar. Baru saja ia hendak memejamkan matanya karena kelelahan, tiba-tiba pintu kamarnya dibuka dengan kasar. Suara pintu yang membentur tembok sontak mengagetkan dirinya yang hampir saja terlelap.
Papanya berkacak pinggang memandangi dia yang masih terbaring di kasur. "Baru pulang kamu?!"
Jazziel langsung beranjak dari tempat tidur dan menghampiri papanya yang sedang mengintrogasinya.
"Maaf, pa. Jazzi habis pulang dari tryout NIT," jelasnya.
"Tryout selesai jam 12 siang, kenapa baru sampai rumah jam 4 sore? Ngapain aja?"
"Macet, pa, tadi kan hujan,"
"Awas aja kalau ketahuan main sama anak nggak jelas. Ya sudah, cepat ke bawah. Kita makan sore."
Jazziel menghela napasnya dengan lega. Untung saja papanya tidak menaruh rasa curiga begitu dalam padanya hari ini. Pasalnya ia baru saja bertemu dengan anak baru di grup dan nekat mengantarnya jauh-jauh ke Ungaran. Dengan segera dia langsung turun ke lantai bawah untuk makan bersama papanya.
Suasana di meja makan itu sangat mencekam buat Jazziel. Makan sore kali ini hanya ada dia dan papanya saja. Mamanya sebagai anggota DPR RI pastinya berada di Jakarta dan membawa adik-adiknya turut serta tinggal di sana. Papanya pun sebenarnya bekerja di Jakarta juga, namun beberapa hari ini sedang dinas di Semarang, tentu saja menginap di rumahnya sendiri.
Di tengah suara denting piring dan alat makan alumunium yang beradu, papanya membuka obrolan di tengah suasana meja makan yang sunyi.
"Gimana tadi? Peringkat satu, kan?" tanya papa ketus.
Jazziel menghela napas. Ia menghentikan aktivitas makannya sejenak lalu menatap papanya.
Lagi-lagi membahas peringkat. Batinnya.
"Iya, pa. Jazzi selalu peringkat satu kok, tenang aja."
"Jangan sampai lengah. Ujian atau tryout apapun namamu harus berada di urutan pertama, ingat itu," ucap papa sambil memutar garpu di atas pastanya.
"Jazzi ndak pernah main-main kok, pa," terangnya.
Papa menaruh alat makannya dengan kasar di atas piring. "Kamu pikir papa tidak mengawasimu walau kerja jauh di Jakarta? Sejak tahun lalu kamu itu selalu melakukan hal aneh. Membuat grup belajar di sosial media lah, mengajak teman sekolahmu belajar bersama lah, dan sebagainya. Ngapain buang-buang waktu ngurusin orang lain? pikirkan dirimu sendiri saja!!!" nada papa terlihat meninggi.
"Tapi pa, ini cara Jazzi belajar. Mengajari orang lain di bidang yang Jazzi ketahui itu membuat Jazzi semakin paham dan pandai di bidang tersebut. Buktinya Jazzi selalu peringkat satu, kok."
"Gausah mengada-ada, papa tau kamu pernah satu kali berada di peringkat dua saat tryout tahun lalu. Peringkat satunya Widy Widy siapa itu, pasti kamu lebih kenal dia siapa."
"Dia teman Jazzi, ndak perlu lah saingan sebegitunya, pa."
"TETAP SAJA," nada papa semakin meninggi beriringan dengan sanggahan Jazziel atas segala omongan papanya.
"Kamu itu kalau diperingati ya dengerin, bukannya menyangkal. Pokoknya sampai waktu tes tiba, nilaimu harus terus-menerus meningkat dan selalu peringkat satu. Papa cuma minta kamu peringkat satu se-Jawa Tengah, bukan permintaan sulit, kan?"
"Iya, pa, Jazzi usahakan."
______________________________________
Hola guyssss, maaf kalo terlalu dikit hehe
Bunda Lalitha kayaknya welcome sama Jazziel nih
Tapi ayah Jazziel strict banget ya sama anaknya, kira-kira kenapa tuh? 🥲
![](https://img.wattpad.com/cover/358583630-288-k168480.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Virtual Crush
RomanceKata orang cinta itu buta. Tak bisa dirasakan oleh indra penglihatan, namun dapat dirasakan oleh hati. Bagaimana kalau cinta itu benar-benar buta? Menyukai seseorang yang kita sendiri tidak tahu wujudnya seperti apa. Dunia maya itu penuh dengan kepa...