9. Hari yang melelahkan

10 1 0
                                    

Insomnia mempertajam kemampuan matematika karena kamu menghabiskan sepanjang malam menghitung berapa banyak jam tidur yang akan kamu dapatkan jika kamu bisa tertidur sekarang.

-----


Ketika yang lain tengah bercanda gurau dengan yang lainnya, Nabila malah duduk sendirian dikamar dengan setumpuk kertas membingungkan yang harus ia revisi. Juan? Jangan tanyakan laki-laki itu, dia terselamatkan karena kedatangan kedua orang tuanya yang tak terduga.

Setelah pulang ia langsung mendapat ceramah dan ancaman dari sang bunda, gadis itu hanya bisa menunduk mendengarkan hingga satu jam lebih lamanya. Setelah mendapat makan malam ia langsung dikurung oleh ibunya di dalam kamar untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Anggara, bahkan Anna sampai ingin mendatangi laki-laki itu untuk berterimakasih telah memberikan anaknya hukuman.

Nabila menghapus ingusnya yang sedari tadi keluar, ia mengerjakan tugasnya sambil menangis sesenggukan. Sungguh menyedihkan hidupnya ini, namun jika di pikir-pikir sepertinya memang kesalahan dirinya juga jadi ia sendiri bingung harus bagaimana.

Tok! tok! tok!

Nabila menolehkan kepalanya ketika suara ketukan pintu terdengar.

Cklek!

Sosok anna datang dengan segelas susu serta biskuit yang ia letakan di piring kecil.

"Semangat, buat kenang-kenangan hidup" ujar wanita itu dengan senyum manis, mendengar perkataan Anna Nabila langsung menangis dengan keras.

"HUAAAAA"

Melihat anak gadis semata wayangnya menangis keras, Anna malah terkekeh geli lalu pergi keluar kamar kemudian mengunci pintu kamar lagi dari luar.

"Hiks_hiks_ te_hiks tega bener hiks_sama hiks_anak hiks_hiks"

Walaupun tengah menangis sesenggukan, Nabila masih tetap mengerjakan tugasnya karena sudah janji besok akan ia serahkan kepada Anggara. Biarlah revisi yang ia lakukan salah semua, yang penting ia sudah berusaha sebaik mungkin yang ia bisa.

Waktu terus berjalan, Nabila mendongakkan kepalanya menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul setengah dua belas malam dan sialnya masih banyak yang belum bisa ia revisi. Gadis itu kembali menangis sesenggukan ketika mengingat ia harus mengumpulkannya besok pagi.

"Huhu sial banget nasip gue"

Disisi lain ternyata sosok Juan tengah duduk di depan pintu kamar Nabila dengan handset nirkabel menyumpal telinganya. Di balik tembok Anna yang melihat Juan duduk setia di sana sedari jam 9 malam langsung terpikir sebuah ide cemerlang.

"Jodohin aja kali yah?" Gumamnya lirih lalu berjalan pergi.

Nabila yang tidak mengerti hal apa yang tengah terjadi saat ini masih duduk setia di kursi belajar, gadis itu hanya bisa terus mengelap ingusnya sembari berusaha merevisi tugas hingga tanpa sadar detik demi detik berlalu pekerjaannya telah selesai berbarengan dengan suara adzan subuh yang berkumandang.

"Rekor!" Seru gadis itu dengan air mata yang kembali mengalir.

Tiba-tiba sebuah kelibat ingatan ketika ia hendak mengajukan diri sebagai asisten Anggara terlintas dibenaknya, untung saja saat itu Anggara menolaknya kalua tidak bisa dipastikan ia akan mati setelah satu minggu bekerja.

Tok
Tok
Tok

"Sholat subuh dulu!" Suara teriakan menggelegar Juan terdengar, Nabila langsung menolehkan kepalanya menatap kearah pintu coklat itu.

Cklek!

Pintu terbuka setengah, sebuah kepala terlihat mengintip dari balik sana.

"Buruan udah di tungguin emak bapak lu tuh!"

Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang