Interaksi | 8

37 10 3
                                    

Ayana merasa lega karena Kenzie tidak banyak tanya soal keinginan anehnya yang tiba-tiba meminta foto cowok itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayana merasa lega karena Kenzie tidak banyak tanya soal keinginan anehnya yang tiba-tiba meminta foto cowok itu. Meskipun justru sikap biasa-biasanya itu membuat dia keheranan, tetapi gadis itu memilih untuk tidak ambil pusing. Yah, itu jauh lebih baik dari pada diberondongi pertanyaan yang kemungkinan besar tidak tahu bagaimana cara menjawabnya.

Saat ini, Ayana tengah duduk tenang di kursi kesayangannya sambil mengamati sebuah foto yang baru dia cetak beberapa jam lalu di ruang tata usaha. Dia hanya sendirian, jam pulang sekolah sudah berlalu sejak tiga puluh menit yang lalu. Kebetulan hari ini tidak ada kegiatan di klub dan jadwal les yang sudah dia susun bersama Kenzie kemarin akan dimulai sore nanti. Jadi, dia masih punya waktu untuk mulai memenuhi permintaan dari Reyhan, yaitu melukis Kenzie.

"Loh, Ay, tumben belum pulang? Lagi latihan, ya?"

Suara itu sukses mengejutkan Ayana setengah mati. Dia dengan cepat menyembunyikan foto Kenzie dan tersenyum kikuk ke arah seniornya yang tiba-tiba datang entah dari mana. Dia menoleh pada pintu ruangan yang ternyata terbuka.

Marisa tertawa. "Kaget, ya? Kebiasaan banget kalau lagi fokus lukis langsung gak sadar sama sekitar. By the way, lihat dong."

Gawatnya Ayana tidak sempat untuk menyembunyikan canvas-nya dari pandangan Marisa. Beruntung dia hanya masih berbentuk sketsa abstrak.

"Gambar cowok? Tumben banget. Ini kali pertama gue liat lo lukis manusia begini. Pacar, ya?"

"Enggak!" seru Ayana spontan. Dia mengumpat pelan, menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. "Cuma pengen aja, sih, Kak. Nyoba sesuatu yang baru sekalian belajar juga."

Lawan bicaranya itu tersenyum dan mengangguk. Perempuan berpakaian baju olahraga itu pamit pulang setelah memberikan amanah pada Ayana agar tidak lupa mengunci pintu. Kepergian Marisa sungguh melegakan. Dia mengeluarkan lagi foto yang ada di tangannya dan menghela napas kasar saat mengetahui keadaan benda itu yang sudah lusuh karena tidak sengaja dia remas tadi.

Ayana melanjutkan aktivitasnya dalam diam. Tidak lupa juga memutar musik lewat iPod yang selalu dia bawa ke mana pun. Namun, perhatiannya teralihkan ketika ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari Reyhan. Kedua matanya melotot lebar dan lagi-lagi jantungnya bereaksi seperti biasa. Rasanya dia tidak ingin mengangkat panggilan itu, tetapi jika melewatkannya bukankah itu tindakan yang sangat bodoh?

Pada akhirnya dia memilih menjawab panggilan itu.

"Halo, Reyhan. Ada apa, ya? Tumben banget nelfon." Ayana memegangi dadanya dan menggigit bibir, gugup setengah mati.

"Suaranya emang selalu lembut gini ya kalau ngobrol sama dia?"

Eh? Jelas itu bukan suara Reyhan dan kenapa juga terdengar tidak asing di telinganya.

"Kenzie?"

"Jangan lupa jadwal les-nya nanti. Gue cuma mau ngingetin aja."

Bukan, ini bukan waktu yang tepat untuk membahas jadwal les.

InteraksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang