Siapa pun tolong selamatkan Ayana sekarang juga. Dia tidak pernah menyangka jika bangun kesiangan justru menghantarkannya pada situasi yang menguntungkan, mendebarkan tetapi membahayakan sekaligus. Ya, sangat membahayakan kesehatan jantungnya. Di mana dia terjebak di salah satu kursi penumpang bersama seorang cowok yang setiap hari memenuhi pikirannya. Ayana memeluk tasnya semakin erat bersamaan dengan debaran jantungnya yang juga semakin menggila. Entah sudah berapa kali dia mencoba mengatur napasnya yang tidak teratur, kepalanya bahkan kini terasa pegal karena terus menoleh ke arah jendela.
Tadi Ayana terpaksa menaiki bus karena Ayah sudah berangkat bekerja terlebih dahulu, meninggalkan dirinya yang kalang kabut berlari menuju halte yang untungnya pula tidak jauh dari kompleks perumahan. Hal yang awalnya menjengkelkan kini berubah menjadi hal yang sangat dia syukuri.
"Sepuluh menit lagi bel masuk," ucap cowok di sampingnya sambil melihat pada jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan.
Ayana meneguk ludah dan sedikit bergerak membenarkan duduknya menjadi lebih tegak. Dia merasa Reyhan tengah menoleh ke arahnya, tetapi tidak berani memastikannya.
"Lo Ayana, kan? anak kelas sebelah."
Pelukan Ayana pada tas-nya semakin mengerat. Dia mengangguk pelan. Berusaha mati-matian menahan salah tingkah dan mencoba untuk tidak bersikap bodoh hanya karena obrolan pertama mereka dan fakta bahwa cowok itu mengetahui namanya.
"By the way lukisan lo yang dipasang di mading itu keren, gue suka. Anak klub lukis ya?"
Sekali lagi Ayana hanya mampu mengangguk. Rasa-rasanya dia takut mengeluarkan suara yang mungkin akan terdengar aneh setelah diserang habis-habisan oleh situasi mendebarkan saat ini.
"Gimana rasanya bisa ngelukis?"
Ayana yang merasa pertanyaan itu agak sedikit aneh reflek menoleh hingga tatapan keduanya bertemu, tetapi dia langsung mengalihkan pandangan saat mendapati Reyhan tengah tersenyum.
Rasanya?
Dia tidak mengerti maksud pertanyaan itu.
Belum sempat Ayana memikirkan lebih jauh soal jawaban apa yang harus dia berikan, cowok disampingnya kembali bersuara.
"Nah, akhirnya sampai."
Ayana sontak menatap ke depan di mana halte sekolah sudah tampak di depan mata. Buru-buru gadis itu merogoh tas untuk mengambil dompet, tetapi sedetik kemudian jantungnya seperti berhenti berdetak ketika benda mungil yang dicarinya itu tidak ada dimana-mana. Gawat, dompetnya pasti ketinggalan di rumah.
"Sekalian gue aja yang bayar," ucap Reyhan yang dengan cepat memahami masalah Ayana.
Gadis yang tampak panik itu semakin tidak bisa mengatur debaran jantungnya dan mengangguk bersamaan dengan bus berhenti di depan halte sekolah. Mereka lalu turun setelah Reyhan membayar ongkos bus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Interaksi
Novela Juvenil| Teenfiction | Bagaimana jika surat cinta rahasiamu yang seharusnya sampai ke mas crush justru salah alamat? Ayana tidak pernah menyangka jika surat yang dia tulis dan kirim secara diam-diam salah alamat ke loker milik Kenzie-teman sekolah sekaligu...