Semalam Kenzie membatalkan jadwal les secara dadakan tanpa menyertakan alasan apa pun. Dia juga tidak melihat cowok itu keluar dari gerbang rumahnya padahal Ayana sudah memantau sejak subuh tadi dari dalam jendela kamarnya. Padahal motor dan mobilnya terpantau masih berada di rumah.
"Jangan-jangan dia sakit lagi, Ay."
Perkataan Bita itu membuat Ayana gelisah memikirkan kondisi Kenzie sepanjang pelajaran berlangsung. Dia ingin pergi ke kelas cowok itu tetapi tidak berani melakukannya. Aneh, bukan? Padahal dulu ketika masih menyukai Reyhan dia bisa setiap hari bolak-balik di depan kelas cowok itu. Sekarang hanya untuk melihat Kenzie saja butuh keberanian seluas samudra. Tapi sungguh, memang seperti itu yang Ayana rasakan. Perasaannya saat ini jauh lebih sulit untuk pikul. Dia merasa tidak bisa sebebas ketika menyukai Reyhan. Entahlah, kenapa bisa seperti ini.
"Ayok aku temenin kalau mau ke kelasnya Kenzie. Alasannya minjem sapu."
Ayana menepuk jidat. "Mana ada jam istirahat gini bukannya ke kantin malah bersih-bersih kelas."
Kali ini Bita yang cemberut. "Ya apa dong?"
"Udahlah, nanti biar aku tanyain aja kabarnya lewat WA."
"Kenapa enggak sekarang aja."
"Nanti, males dilihat kamu."
Bita melotot dan menepuk bahu sang sahabat dengan kesal. Mereka lalu memilih untuk makan siang bersama di kantin. Namun, hal yang Ayana harapkan terjadi sama sekali tidak ada. Dia bahkan tidak melihat Reyhan dan Mario. Dua orang yang selalu bersama Kenzie.
Ketika pulang sekolah, pun, Ayana masih sempat-sempatnya mengecek ke lapangan futsal barangkali Kenzie berada di sana, tetapi hasilnya pun nihil. Perlahan, kegelisahan Ayana semakin menjadi. Sembari menunggu bus di halte dia menimbang-nimbang untuk menghubungi Kenzie atau tidak.
Namun, jika dia menghubunginya hanya untuk menanyakan kabar cowok itu, apakah itu terasa wajar?
"Wajarlah, Ay. Kalian kalian teman," ucap Ayana menjawab pertanyaan bodohnya sendiri.
Ayana mengigit bibir bawahnya, benar-benar merasa bimbang. Menghubungi Kenzie saja bisa sangat semerepotkan ini. Harus bergulat dengan batin sendiri.
"Tumben banget jam segini belum pulang. Gak pulang bareng Kenzie?"
Perkataan itu hampir saja membuat ponsel di tangannya terlempar jatuh ke lantai halte jika saja Ayana tidak bisa mengendalikan diri. Dia menoleh ke samping dan melotot lebar mendapati seseorang yang sejak kemarin sangat dia hindari.
Kenapa seorang Shania yang bahkan tidak pernah mengobrol dengannya tiba-tiba berada di sini dan duduk di sampingnya? Dia bahkan mengetahui namanya. Apakah nama Ayana sudah tercatat dengan rapi di buku yang kini tengah berada di genggaman gadis itu? Buku yang selalu Shania bawa ke manapun dia pergi. Buku yang berisi semua berita yang selalu berhasil menghebohkan murid di sekolah. Buku yang bagi Ayana bagaikan neraka mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Interaksi
Teen Fiction| Teenfiction | Bagaimana jika surat cinta rahasiamu yang seharusnya sampai ke mas crush justru salah alamat? Ayana tidak pernah menyangka jika surat yang dia tulis dan kirim secara diam-diam salah alamat ke loker milik Kenzie-teman sekolah sekaligu...