Rembowruby
— don't copy paste anything from here —
—
kiss from here for 3327 kata 💋
—
"Kita bertanya, lalu bertanya-tanya lagi. bertanya lagi, mengapa demikian. Dari pada itu, adakah hal yang lebih baik dari pada bertanya-tanya? Ada, ialah penerima dan pemenang"***
Kaisar berlari dengan tergesa, tubuhnya menggigil karena rasa panik yang tak tertahankan. Di pelukannya, Vici terkulai lemah, tangan yang terkoyak terus mengalirkan darah yang membasahi lantai sepanjang jalan. Kaisar tidak peduli. Setiap tetes darah yang jatuh terasa seperti hukuman, menghantam kesadarannya tanpa ampun.
Ibu Siska dan Ayah Bahar berdiri terpaku. Mata mereka membelalak melihat pemandangan itu. Ibu Siska, dengan tangan gemetar, menutupi mulutnya yang setengah terbuka, mencoba menahan isak lalu mengejar kaisar yang membawa tubuh anaknya itu, mereka hanya makan siang lalu kembali waktu sesingkat itu bisa membuat vici terkulai lemas.
Ayah Bahar, tampak juga sangat kacau terlihat begitu rapuh. Kakinya hampir tak sanggup menopang tubuhnya sendiri, hanya melihat punggung istrinya yang menyusul vici.
"Kaisar..." suara Ibu Siska bergetar, hampir tak terdengar. Namun Kaisar tidak berhenti. Ia terus berjalan dengan langkah yang limbung, mendekat ke arah ruang perawatan.
"Ini salahku," gumam Kaisar dengan suara serak, Ia tak berani menatap wajah ibu siska.
terseok-seok Ayah bahar menyusul memegang pinggiran dinding rumah sakit lalu Kaisar melintas di depan mereka,
Ibu Siska menjerit, akhirnya tak mampu lagi menahan rasa sakit yang begitu hebat di dadanya. "Vici! Anakku!"
Ayah Bahar menahan istrinya, sama seperti istrinya kini pedih sekali rongga dada ayah bahar ingatan masa kecil vici melintas, sosok anak gadis dengan kelembutannya. anak baik hati itu, kini tampak ingin sekali meninggalkan mereka. ayah Bahar mengusap wajahnya gusar hatinya diketuk dengan hujaman jarum-jarum runcing, tanpa jeda dan itu menyakitkan sekali.
Beberapa hari setelah vici masuk ke rumah sakit. ayah bahar mencari tahu penyebab depresi vici. namun seberapa usaha ayah bahar untuk mencari tahu, tidak ada cela. dia tidak mengetahui—apapun tentang anaknya itu. Dia tidak tau hal apa yang telah vici lewati, terlalu sering bekerja hingga ia tidak menyadari bahwa harusnya ia membaca banyak jenis buku panduan menjadi ayah yang baik.
ujung lorong yang sama, Fiera berdiri membatu. Matanya merah, menatap pemandangan mengerikan itu dengan mulut yang setengah terbuka. Ia sudah tahu Vici berada di ambang keputusasaan. Semalam, ia telah mencoba berbicara, membujuk, meyakinkan kakaknya bahwa dunia masih punya tempat untuknya. Namun Fiera sadar kini, percuma saja. tekad dalam diri vici telah layu, Vici satu hal yang membuatnya ingin bertahan sehari lagi.
setelah mengumpulkan keberanian fiera mendekat
"Kaisar..." panggil Fiera dengan suara parau. Kaisar tak menoleh. Ia hanya terus melangkah, memasuki ruang perawatan. Vici telah ditangani, ibu siska duduk di kursi dekat bangsal disampingnya ada Ayah bahar.Fiera menyusul setelah melawan gemuruh dadanya takut sekali dengan situasi sekarang. Saat melihat tubuh itu yang kini di berbaring tidak sadarkan diri hanya satu hal yang ada di pikiran Fiera dia ingin mengambil beban Vici itu untuk ia tampung sendiri.
***
Beberapa jam kemudian, suasana menjadi semakin mencekam. Ibu Siska terduduk di sofa kamar vici, dengan wajah sembab, tangannya tak henti meremas saputangan yang sudah basah oleh air mata. Ayah Bahar berdiri tak jauh darinya, menatap kosong ke arah bangsal vici.

KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Say [end]
FantasySemua orang tau bagaimana kaisar begitu mencintai vici. Perjalanan kisah mereka dimulai ketika umur 18 tahun. Dalam waktu yang lama- sepuluh tahun itu mereka lalui bersama, fakta cinta kaisar yang tidak pernah berkurang, masih tetap besar dan utuh u...