Awal

1.3K 127 7
                                    

"Pa, hentikan perjodohan tak bermutu seperti ini! Aku pasti akan menikah saat sudah bertemu jodohku nanti!"

"Kapan?"

"Aku bukan Tuhan yang bisa menentukan kapan pastinya."

"Kalau begitu papa akan tetap mencarikan gadis atau pemuda untuk menjadi istrimu!"

"Paaaaaaa......"

Berdebatan yang kalian baca itu terjadi di sebuah kediaman mewah di kota Yunmeng. Kediaman mewah itu milik keluarga kaya yang sangat terkenal. Keluarga Wang.

Yang menjadi pelaku perdebatan adalah sang kepala keluarga, Wang Junkai, dengan putra sulungnya, Wang Yibo.

Pemuda yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke 24 itu tengah meluapkan kekesalannya karena tindakan yang dilakukan papanya.

Sang kepala keluarga itu melakukan perjodohan yang ke tiga kalinya. Sebenarnya dia hanya mengenalkan gadis atau pemuda yang ia rasa cocok menjadi menantunya. Namun, ternyata hal itu malah memancing amarah putra sulungnya.

Padahal ia sendiri sangat paham jika putra sulungnya memiliki emosi yang sulit terkontrol, sama seperti dirinya. Tetap saja ia terus mengenalkan pilihannya pada sang putra. Susah kalo sesama keras kepala harus di adu gini.

"Kalian ini, setiap kali bertemu kenapa selalu berdebat sih? Bikin kesel yang denger aja."

Dia adalah sang nyonya Wang, Wang Liying. Agak bawel atau bawel banget itu tergantung suasana hati. Menjadi satu-satunya wanita di kediaman mewah itu, membuatnya mendapat banyak kasih sayang dari suami juga dua putranya.

Kini Liying tengah duduk manis di samping Yibo sambil memakan camilan yang tersedia di depannya. Yibo menatap mamanya sembari bertopang dagu.

"Mah, Yibo pengen liburan. Boleh kan?"

"Kalo kamu liburan, yang urus perusahaan siapa?"

Jawaban berupa pertanyaan itu bukan dari Liying, melainkan dari sang kepala keluarga.

"Dylan udah pinter, Pah." Yibo melirik adiknya yang sedang fokus bermain game di ponsel.

"Gege mau pergi berapa lama?" tanya Wang Dylan tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.

"Setahun."

Semua mata langsung menatap satu orang. Wang Yibo.

Tersangka cuek-cuek saja. Peduli amat biar tuh mata copot menggelinding juga. Dasar anak durhaka emang.

"Bo, kau mau ke mana?" tanya Liying sambil mengusap lengan putra sulungnya itu.

Yibo mengangkat bahu sambil menggeleng. "Belum kepikiran."

"Harus selama itu, Ge?" Dylan kini sudah meletakkan ponselnya dan sepenuhnya menatap sang kakak.

"Kalo bisa mau liburan selamanya."

"Liburan ke akhirat aja sana. Selamanya!" Junkai menatap putranya dengan tatapan sinis.

"Ngarep banget anaknya dipanggil duluan."

Junkai melotot dengan jari telunjuknya yang mengarah pada Yibo. "Kau..."

"Pah, sudah! Papa kenapa kalo sama Yibo berantem terus, tapi sama Dylan biasa aja?" Liying kesal sendiri menghadapi para lelaki beda usia ini. "Yibo, mamah tanya serius. Kamu mau ke mana dan berapa lama?"

"Entah, Mah. Yibo juga belum cari tempat tujuan. Izinnya aja belum dapat kan!" Yibo mengambil gelas jus di depannya yang minumannya tinggal setengah.

"Beneran mau pergi?" tanya Liying lagi seolah memastikan.

He Is ... (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang