Bab 8

39 4 0
                                    


Part

Beno masih mentap Nara, beno masih sangat yakin jika Nara msih mencinainya, akan terlalu cepat rasanya jika Nara telah menemukan penggantinya, Beno tidak mampu menampik jika dulu ia terlalu jahat pada Nara, dan kenapa saat Nara telah pergi ia baru menyadarinya sekarang.

"Ra please... aku mau kita kayak dulu lagi, maafin aku yang sudah sangat egois selama ini, aku janji akan berubah, bahkan jika kamu mau aku akan pinda ke Solo, aku akan ikut kamu." Ujar Beno masih dengan keras kepalanya.

Nara memejamkanmatanya, kenapa Beno sangat susah untuk diberi tau, jika perasaan Nara sudah tidak ada lagi, Nara sudah tidak mencintai Beno, perasaan yang terasisa sekarang hanay rasa sayang seorang adik kepada abangnya, tidak lebih.

"Seperti dulu yang kayak gimana? Kamu yang selalu mengabaikan aku atau apa?" tanya Nara.

Ingin rasanya Beno menenggelamkan dirinya ke sungai, apa sesakit itu Nara saat bersamanya, apa mereka tidak punya kenangan manis sampai hanya itu yang diingat Nara.

"Ra kamu tau maksud aku kan? Bukan yang itu Ra... aku menyesal sangat menyesal, bahkan rasanya akan mati saat mengigat betapa jahantnya aku sama kamu." Ujar Beno menjelaskan betapa tersiksanya ia saat mengginggat bagaimana jahatnya dulu ia yang bahkan tidak sanggu untuk ia katakan sendiri.

"Maafin aku, Nara."

Nara menyeringit, sangat jangal rasanya jika seorang Beno mantan ketua, BLACK WOLF meminta maaf seperti ini.

"Maaf untuk semua kesalahan aku, satu hal yang mesti kamu tau, ternyata sama menyakitkan antara mempertahankan dan melepaskan, dan sekarang semakin menyakitkan karna ada Azka diantara kita." Ujar Beno tersenyum pedih.

"Kamu ngomong apa sih? Aku nggak kenal sama Beno yang ini, kamu terlalu berbeda." Jawab Nara.

Mereka sama-sama diam, ingatan-ingatan tentang mereka dulu terasa seperti kaset kusut di inggatan nara, terlalu banyak hal yang membuat mereka tidak bisa bersama lagi, salah satunya adalah perasaan Nara yang sudah tidak lagi pada beno.

"Ben mari menjadi asing, jangan pernah berharap tentang kita lagi, gue nggak mau kenal lo lagi, mari menjadi kita yang tidak pernah berkenalan sebelumnya."

Setelah berkata demikian Nara langsung beranjak pergi, ia meninggalkan Beno dengan penyesalanya, sudah sangat sakit untuk diobati lagi, lagian Nara telah memilih hati lain yang menyanjikan kebahagian untuknya.

<<<>>>

Hari yang dinanti-nanti akhirnya datang juga, sore ini Nara dan teman-temanya harus kembali ke Solo, perjalanan mereka di bandung berakhir dengan begitu saja, Nara juga dianata kembali oleh Zahir ke hotel, karna memang sesuai dengan pernjanjian dengan pihak sekolah. Tak hanya zahir, sahabat-sahabatnya yang lain ikut sera mengantarkan nara kembali ke Solo.

"sampai ketemu dilain waktu." Ujar Nara memeluk Sherly, Indira, dan kaila berganti-gantian.

"gue udah janji tadi nggak mau nangis, tapi nggak bisa." Ujar sherly menghapus air mata yang tidak berhenti sedari tadi.

"lebay banget, padahal masih bisa VC." Ujar Nara yang masih belum melepaskan pelukanya.

Nara dan tari akhirnya kembali masuk kedalam bis, mereka berdua memang telah di tunggu untuk kembali ke Solo. walaupun sedih, tapi mereka memang harus tetp pulng ke solo, apalagi nara yang sangat berat meninggalkan kota kelahiranya kembali.

"Udah ra, besok libur semester lo bisa pulang lagi kesini," ujar Tari mengusap bahu nara yang masih berlianang air mata.

Nara memang tidak menangis saat berpisah tadi, Nara juga tau jika teman-temanya akan ikut menangis jika ia menangis tadi.

"Gue sedih aja, rasanya berat banget ninggalin Bandung lagi." ujar Nara masih tersedu-sedu.

Perjalanan dari Bandung ke Solo tidak seheboh saat berangkat kemarin, ini semua disebabkan karna para siswa telah merasa capek dengan semua kegiatan yang dilakukan selama di Bandung. Nara juga telah kembali tenang dan merasa sudah baikan,  saat ini Tari bahkan sudah kembali duduk bersama Dion dan Nara bersama Gilang.

"Lo kenal Beno?" tiba-tiba saja pertanyaan tersebut dilontarkan oleh Gilang, cukup kaget karna Gilang tidak ada basa-basinya sama sekali.

Nara menatap aneh pertanyaan dari Gilang, dalam hati ia bertanya darimana Gilang kenal Beno.

"Gue dulu juga anak Merah Putih, yah angkatan Beno." ujarnya seadanya.

"hah masa sih?" tanya Nara tidak percaya.

Gilang hanya mengangguk saja, buat apa juga ia berbohong, toh tidak ada gunanya.

"Zahir abang gue anjir... lo kenal juga?"

gilang memnangguk lagi sebagai jawabanya, "lo kenal azka nggak?" 

"kenal, anak tiger kan? musuk Black wolf?"

"Itu cowo gue..."

kali ini gilang yang terkejut, bagaimana tidak, bagaimana mungkin Nara yang notabenya adik kandung dari wakili Black Wolf malah berpacaran dengan genk Tiger! musuh abadi abangnya.

"Sakit jiwa... mereka musuhan kocak, kok lo malah jadian sih?" ujar Gilang heboh, untung saja semua orang pada sibuk tidur, dan tidak ada yang terbanggun dengan suara toa Gilang.

"Takdir...  lagian yang musuhan mereka, gue bahkan sama sekali nggak kenal Tiger, hanya Azka dan dua sahabatnya." ujar Nara seadanya.

"kalau lo sendiri, kenapa pindah ke Solo? bukanya orang tua lo masih di bandung?" tanya Nara penasaran.

"Ganti suasana, lagian bosen juga 17 tahun hidup di kota yang sama." jawab Gilang ngasal.

Nara hanya menangguk saja, toh ia juga tidak peduli, jadi terserah Gilang mau jujur atau tidak. perjalanan pulang tidak semenyenangkan saat pergi. buktinnya suasana bis sangat tentram sekali, padahal mereka sudah hampir sampai kembali di Solo, tapi tidak ada yang bersemangat untuk menyambut kembalinya mereka.

"Baru ke Bandung saja kalian sudah capek, bagaimana kita akan pergi ke Sumatra? bapak sudah ada planning untuk mengadakan Study Tour lagi ke Sumatra." ujar Pak Dirga selaku pembimbing yang berada di bis mereka.

"kalau pakai pesawat kami mungkin mau pak, tapi kalau pakai bis lagi, saya nggak dulu deh." ujar salah satu dari mereka.

"Lemah." ujar beliau meremehkan.


......

Jujur saja sebenarnya nara masih memikirkan perkataan beno saat di Bandung kemarin, Nara masih merasa jika yang ia temui di bandung kemari bukanlah Beno, tapi orang lain yang  bepenampilan seperti Beno. Sejak awal Nara sudah cukup sadar akan posisinya, hanya saja saat itu Nara masih dibutakan oleh cinta sepihaknya, sampai ia mau saja di jadikan perlarian saat beno butuh bantuan, atau sebagai babunya, saat Beno terluka. Perasaan memang tidak bisa di paksakan, tapi menurut Nara maih mending saat itu Beno jujur saja, tidak harus menerimanya dengan alasan Cinta akan datang jika terbiasa, toh buktinya setelah dua tahun bersama Nara tidak merasakan cinta yang akan datang karna terbiasa tersebut, bahkan semua semakin parah dengan kehadiran Zoya, orang yang mengacaukan semua yang telah Nara rencanakan untuk dirinya dan Beno.

"udah Nara, sekarang lo udah punya Azka, cukup Azka, jangan pikirkan siapapun lagi." ujar Nara menenangkan dirinya.

Nara langsung bernajak masuk kamar mandi, karna memang sepulangnya ke rumah Nara langsung merebahkan tubuhnya terlebih dahulu, perjlanan yang jauh membuat satu badanya terasa remuk karna hanya bisa duduk berjam-jam, ditambah ia juga duduk dengan Gilang, si manusia menyebalkan.


Cinta Untuk NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang