9

30 2 0
                                    


Sudah Lelah rasanya untuk mengigat semua yang terjadi di bandung dulu, Nara sudah menemukan kehidupan barunya di Solo, kota kelahiran omanya, untuk nara semua kejadian di Bandung dulua adalah proses pendewasaan yang sangat beharga untuknya. Buktinya skarang nara lebih selektif dalam bergaul, tidak ada lagi keluar malam, tidak ada lagi yang Namanya bolos di jam pelajaran, nara yang sekarang adalah Nara yang sudah focus dengan masa depanya. Nara juga menyadari jika sekarang ia telah kelas dua belas, yang berarti nara sudah tidak bias main-main lagi.

Tidak menyesal, hanya nara merasa dulu ia terllau bodoh dalam mencintai seorang Beno alby asher, harusnya Nara bias mencintai dirinya dulu baru orang lain, ingin rasanya nara menemui nara setahun yang lalu dan berkata jika apa yang ia lakukan adalah kebodohan, dan akan disesali di kemudiann hari.

"Belajar mulu, nggak capek tuh otak di ajak mikir terus?" tanya Tari yang ikutan duduk di samping Nara yang tengah sibuk dengan buku-buku yang baru pinjam dari perpustakaan.

"ini Namanya nyicil, mana sanggup otak gue kalua di ajak belajar kebut semalam."

"lo kan pinter? Masa nggak bisa sih." Jawab tari terkekeh.

"pinter dari hongkong." Cemooh nara.

Nara kembali melanjutkan belajarnya, tari juga fokus dengan hanphone yang tengah ia mainkan.

Di saat hari senin begini, bias-bisanya kelas mereka free di jam terakhir, membuat mereka semua ahagia dan tidak memberi guru piket, agar tidak ada tambahan tugas.

"Ra menurut lo gimana kalau gue ganti rambut model begini?" tanya Tari memperlihatkan salah satu model.

Nara mengalihpan pandaganya dari buku kea rah ponsel Tari, gaya baru yang memang lagi bannyak diminnat sekarang.

"Bagus, Dion emang kasih ijin lo untuk potong rambut?" tanya nara memastikan.

Sejauh yang Nara tau memang Dion mengatur segala hal dalam diri Tari, termasuk modelan rambut serta pakaia yang akan digunakan tari saja, dion sampai ikut campur.

"Gampang, ntar gue bilang, lo mau kan nemenin gue? Atau mau ikut potong juga?"

"gue temenin aja."

Rencana mereka tadi siang hanya sekedar rencana, karna buktinya Nara tidak jadi hanya menemani Tari, nara malah ikutan potong rambut dengan model yang sama dengan Tari, mereka berdua mengabiskan waktu seharian hanya untuk memperbaiki penampilan rambut mereka.

"Gue rasa lo lebih cocok kalau rambutnya di poni Ra." Ujar Tari memebrikan usulan.

"gue nggak suka ribet, mending gini." Jawaba Nara seadanya.

Setelah sibuk di salaon, mereka memtuskan untuk makan di salah satu caffe yang ada, karna memang sejak tadi siang mereka tidak makan sama sekali, sakingsibuknya mencari model rambut dan hal-hal lain yang meribetkan diri.

"Lo mau kuliah dimana Ra?" tanya Tari membuka topik pembicaraan.

"Belom tau, gue masih bingung mau stay disini atau balik lagi ke Bandung."

"iya sih... Ra sorry banget kalau gue denger obrolan lo sama Beno waktu itu."

Nara hampir tersedak mendapat pertanyaan seperti itu dari tari, sungguh nara tidak pernah menceritakan bagaimana kisah percintanya dahulu, bahkan tidak pernah menyebut nama beno sama sekali, kecuali tentang dia yang merupakan pacar, atau lebih tepatnya mantan pacar ketua genk.

"kok lo tau?"

"Jadi kemarin gue nyariin lo, karna kata Indira lo di taman, mangkannya gue susulin, dan sorry banget gue dengar semua." Jawab Tari merasa bersalah, yah mau bagaimapun juga Tari harusnya pergi, tidak lanjut mendengerkan samapai selesikan.

Cinta Untuk NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang