Praise

293 30 0
                                    

"Bolehkan saya ikut bergabung dengan kalian?"

Seorang pria berambut putih tiba-tiba menyela pembicaraan mereka. Chuuya dan Tachihara mengenal pria tua itu. Dia adalah Hirotsu.

"Oh, kau disini, Hirotsu-san. Tentu saja, bergabunglah dengan kami."

"Terima kasih. Maaf aku menyela kalian tadi. Aku baru saja pulang dari misi dan melihat kalian di cafe ini."

Hirotsu meraih kursi di depannya dan duduk dengan anggun, senyum hangat terukir di bibirnya. Tachihara dan Chuuya mengangguk kecil.

"Oh, yang tadi itu... Apa maksudmu, Hirotsu-san? Bukan poinnya?"

Hirotsu mengangguk sembari membolak-balik buku menu di meja itu.

"Iya. Odasaku-san itu jarang memuji Dazai dalam hal-hal seperti itu, lebih tepatnya... Ia kagum, bukan memuji."

"Kagum?"

Chuuya terdiam sejenak, berusaha mengolah kata-kata yang di ucapkan Hirotsu.

"Anak seumurannya itu... Yang saya dan Odasaku tahu hanyalah bersekolah, bermain dengan teman-temannya, dan hal umum yang biasa di lakukan para remaja. Lalu saat ia bertemu Dazai, Odasaku benar-benar tak percaya jika Dazai terlibat Mafia. Odasaku juga sering memuji Dazai dalam hal-hal kecil, misalkan... Saat dia menghabiskan makanannya, berusaha untuk membuat dirinya tak terluka dalam misi, dan hal-hal sederhana lainnya."

"Hah? Kau serius? Itu tak terdengar seperti Dazai sialan itu. Ini sulit di percaya."

"Saya mengerti, ini memang sulit di percaya. Tapi begitulah yang kutahu! Beberapa kali aku pernah mendengar dan melihat interaksi antara Dazai dan Odasaku. Dazai menganggap Odasaku itu seperti kakak laki-laki. Dia selalu merengek dan mengadu apapun itu padanya, layaknya adik kecil yang manja. Hanya Odasaku yang bisa, hanya Odasaku yang membuat Dazai seperti ini, hanya Odasaku... Yang bisa membuat Dazai menangis."

Chuuya terdiam. Apa yang di katakan Hirotsu tadi juga masuk akal, karena sebelum bertemu Hirotsu, Dazai selalu bersama dengan Hirotsu. Secara tak langsung Hirotsu sedikit memahami karakter Dazai. Semenjak Dazai mengenal Odasaku, pria itu tak terlalu sering berada di dekatnya seperti dulu. Chuuya tak merasa cemburu atau apapun, hanya saja ia merasa heran bahwa Dazai mau membuka dirinya terhadap orang lain.

*************

Hari semakin sore. Mereka bertiga memutuskan untuk segera pulang dari cafe itu, Chuuya berjalan ke arah sepeda motornya yang terparkir. Mesin motor di nyalakan dan Chuuya menarik gas dan langsung melaju di jalanan yang cukup ramai, namun itu tak menghalanginya. Chuuya sudah cukup berpengalaman dalam hal ini, jadi ia bisa dengan mudah menyalip berbagai kendaraan di jalan raya.

30 menit berlalu. Chuuya sampai di apartemen mewahnya. Ia memarkirkan motor di basement dan masuk ke gedung apartemen itu. Chuuya masuk ke dalam lift, beberapa orang yang baru pulang kerja juga langsung menyerbu lift. Chuuya menghela nafas lelah dan mengumpat dalam hati.

"Benar-benar melelahkan...."

Chuuya bergumam dengan suara pelan, sehingga orang-orang di sekitarnya tak bisa mendengar suaranya. Lift mengeluarkan suara berdenting, pintu terbuka perlahan dan orang-orang perlahan keluar di lantai yang mereka tuju. Lift kembali menutup dan naik sampai di lantai 4, Chuuya langsung keluar dan menuju kamar apartemennya untuk segera beristirahat.

Chuuya melepaskan jasnya dan melemparnya begitu saja di atas sofa. Tubuhnya langsung jatuh begitu saja diatas kasur dan memejamkan matanya sejenak. Setelah beristirahat sejenak, Chuuya kembali bangun dan menuju kamar mandinya. Ia meraih handuk dan menggantungnya di bahu, semua baju ia lepaskan dan menaruhnya di tempat pakaian kotor.

Pintu kamar mandi tertutup rapat. Shower menyala dan mulai membasahi rambut, wajah, tubuh, kaki, seluruh bagian tubuhnya. Bulir-bulir air mengalir begitu saja di tubuh atletisnya, otot-otot yang sedikit berisi itu, perutnya yang nampak seperti balok-balok, pinggang rampingnya, semuanya. Tubuh yang sempurna.

***********

Hampir setengah jam Chuuya di dalam, akhirnya ia keluar dengan memakai bathrobe. Pria bersurai jingga itu menuju lemari dan memakai piyama yang ia pilih, setelah itu ia menuju tempat tidur dan langsung menjatuhkan tubuhnya begitu saja diatas tempat tidur empuknya.

"Makarel bodoh itu... Dia orang paling sulit di percaya oleh orang-orang Mafia. Tapi..."

Chuuya bangkit dan duduk di pinggir tempat tidur. Ia melihat foto yang ada di atas meja, foto dirinya dan Dazai saat masih berumur 16 tahun. Foto itu tak sengaja terpotret oleh Hirotsu. Dazai mencuri topi Chuuya, dan seperti biasa Chuuya mengejarnya.

"Topiku kini aman karena tak ada kau. Tapi topi ini pernah hilang entah kemana... Dan aku selalu kesusahan mencarinya sekarang. Karena dulu kalau topi ini tak ada padaku, pasti ada di tanganmu."

Chuuya tersenyum sendu, ia melihat topinya yang terletak di atas meja dekat tempat tidur. Chuuya berbaring lagi dan tetap setia memegang figura foto itu. Ia memandangi foto itu cukup lama, sebelum akhirnya kantuk menyerangnya. Mata Chuuya menjadi lebih berat dan memutuskan untuk segera pergi tidur, figura foto itu di letakkan kembali ke tempatnya.

Pria itu berbaring dan mengambil posisi miring untuk tidur, ia menarik selimut sembari melihat kearah Dazai yang ada di foto.

"Jika aku jujur saat itu... Jika aku mengatakan aku juga menyukaimu... Jika aku tak sedang dalam misi dan kita menyelamatkan Odasaku. Apa kau akan tetap di dalam Port Mafia, Osamu?"

*****************

Matahari mulai muncul di ufuk timur. Cahaya jingga kemerahan terlihat di celah-celah tirai. Chuuya membuka matanya perlahan dan menguap kecil, lalu ia mendengar bahwa ponselnya berdering. Ia segera mengecek ponsel itu, mungkin itu alarm. Tapi bukan, itu bukan alarm. Itu notif pesan dari Akutagawa.

"Ugh... Ini masih terlalu pagi untuk melaporkan..."

Chuuya berusaha bangun dan lepas dari rasa kantuknya. Ia melihat ada serentetan pesan dari Akutagawa. Namun ada satu pesan yang membuat Chuuya sepenuhnya terbangun.

Akutagawa's message: Saya tahu ini terlalu pagi, Chuuya-san. Tapi kemarin saya melihat Dazai-san, dengan tampilan yang sangat berbeda.

Chuuya sepenuhnya terbangun, matanya menjadi segar dan terbuka lebar. Ia langsung membalas pesan Akutagawa itu.

Chuuya's message: Lalu bagaimana? Apa kau tahu dimana dia? Tempat tinggal barunya? Penampilan nya berbeda kau bilang? Apa kau tak mengambil fotonya?

Chuuya terus melihat ke arah layar ponselnya, menunggu balasan dari Akutagawa. Tak sampai semenit, Akutagawa segera merespon pesan Chuuya.

Akutagawa's message: Maaf, Chuuya-san. Saya lupa.

Chuuya langsung terdiam dan ponselnya meluncur jatuh begitu saja diatas selimut, ia menghela nafas kasar dan mengumpat dalam hati.

.
.
.
.
.

Bersambung lagi, hehe. Ada yang kecewa ga dapet pap ayank (⁠ ͡⁠°⁠ ͜⁠ʖ⁠ ͡⁠°) Secepatnya Chuu chuu bakal ketemu si makarel, kok. Tapi ya bakal ada drama. Kapan sih mereka ga ada drama? XD
Mohon bersabar menunggu chapter selanjutnya yaa.
Arigathanks (⁠/⁠¯⁠◡⁠ ⁠‿⁠ ⁠◡⁠)⁠/⁠¯⁠ ⁠~

I Want To Be LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang