Bolo Tie and Coat

343 34 1
                                    

Dazai baru saja tiba di depan kamar apartemennya, ia dengan tergesa-gesa membuka kunci pintu dan segera masuk ke dalam. Dazai langsung menuju kamar mandi dan melihat dirinya di cermin, disana ia melihat ada bekas tanda kemerahan yang mencolok di lehernya. Warna merahnya begitu pekat, Dazai menggosok berkali-kali berharap tanda itu hilang. Namun usahanya sia-sia, tanda itu tak bisa hilang dalam sehari. Mau di tutup dengan perban pun akan tetap terlihat sedikit.

"Chibi sialan!"

Pria bersurai coklat itu membasuh wajahnya beberapa kali dan menggosok giginya sebelum tidur, ia menuju futon yang ada ruang tengah dan merebahkan dirinya disana. Kepalanya tenggelam di bantal, pikirannya penuh akan kejadian tadi.

"Apa-apaan ini... Aku sudah bersusah payah melupakannya dan membuang perasaan ini... Dan dia tiba-tiba datang begitu saja, lalu mengatakan hal tersebut dengan mudah. Ini tidak adil!"

Dazai memukul-mukul futonnya beberapa kali untuk melepaskan rasa kesalnya. Pipinya muncul semburat tipis saat kembali mengingat kejadian itu, ia masih ingat betul rasa bibir Chuuya ketika dengan lembut menghisap dan mencium lehernya. Bahkan kulitnya sedikit terluka karena gigitan yang cukup keras tadi.

"Tch, dia itu aneh sekali. Itu pasti hanya tipu daya atau bagian dari suatu rencana yang ia rencanakan. Lebih baik aku tidur."

*************
Chuuya terbaring di atas ranjangnya sendirian, bibirnya merekah sebuah senyuman puas. Wajah Dazai kembali terlintas di benaknya, wajahnya yang begitu merah saat ia mencium lehernya. Ia tak menyangka reaksi Dazai akan menjadi seperti itu.

"Dazai... Kau lucu sekali."

Chuuya menarik selimutnya, lalu ia mendengar ada barang yang terjatuh. Chuuya bangun lagi untuk memeriksanya, ia melihat ke bawah dan di lantai ada sesuatu yang tak asing.

"Hmm? Ini..."

Sebuah bolo tie dengan batu berwarna biru laut di tengahnya, Chuuya tersenyum lembut dan mencium dasi itu. Tentu ia tahu siapa pemilik dasi ini.

"Dia mungkin panik besok hari, karena mengetahui dasinya tak ada padanya."

Chuuya meletakkan dasi itu di dekat meja tempat tidurnya, lalu ia berjalan menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Beberapa menit setelahnya, ia keluar dan pandangannya mengarah pada gantungan jas yang berada di dekat pintu. Ada jas lain yang tergantung disana dan itu bukan jasnya, sementara jas miliknya hilang. Chuuya menggelengkan kepalanya dan terkekeh geli.

"Dazai, Dazai. Kau benar-benar ceroboh dan berantakan hari ini."

*************
Di pagi harinya. Dazai membongkar seluruh lemari dan laci yang ada di kamarnya, ia juga sampai membongkar sudut-sudut apartemen. Mencari suatu barang yang hilang.

"Dimana? Dimana? Dimana dasi bolo-ku?! Kenapa tidak ada?!"

Seru Dazai panik sembari terus mengacak-acak isi lemarinya, seluruh pakaiannya berserakan dimana-mana. Iapun bergerak menuju laci lain, namun malang kakinya tersandung karena banyaknya pakaian. Wajahnya tepat terjatuh di depan sebuah jas hitam, ia meraih jas itu dan wajahnya menjadi kesal.

"Kenapa jas Chibi disini?! Oh.... Jangan bilang..."

Dazai begitu terburu-buru ingin pergi dari apartemen Chuuya kemarin, sehingga ia tak memperhatikan jas yang ia ambil.

"Sial... Berarti jas dan dasiku ada padanya? Menyebalkan!!"

Ponselnya tiba-tiba berdering, Dazai tersentak kaget dan segera mencari ponselnya. Rupanya Kunikida menelponnya, jari telunjuknya menekan tombol angkat dan ia mulai menyapa rekan favoritnya itu.

"Ohayooo, Kunikida-kun~ Bagaimana harimu?~"

"DAZAI!! Kau ada dimana sekarang, hah?! Kau sudah telat 10 menit 44 detik!! Dan lagi, ada kasus yang harus kau selesaikan bersama dengan Atsushi dan Ranpo-san!!"

"Ha'i, Ha'i, aku paham. Tapi, Kunikida-kun, aku minta waktu sebentar lagi."

"Tidak! Tidak ada tambahan waktu!! Cepat datang kemari atau aku akan mendatangimu dan menyeretmu sepanjang jalan!"

"Baiklah... Iya, aku datang..."

Ucap Dazai dengan lesu, ia menghela nafas berat dan pergi keluar dari apartemennya tanpa memakai jas coklat dan dasi bolo khasnya. Langkah kakinya begitu berat sejak ia meninggalkan apartemen, apalagi saat ini Yokohama sedikit berangin. Rasanya cukup dingin jika tak memakai jas panjangnya itu. Walaupun begitu, Dazai tetap berjalan menuju kantor Agensi dengan kedua tangannya ia taruh di saku celana.

Setelah memakan waktu cukup lama di perjalanan, akhirnya Dazai tiba di depan gedung Agensi. Ia menaiki tangga menuju lantai atas dan mengarah ke ruangan kantor, pintu terbuka dan beberapa rekan detektif menyapanya. Kunikida tengah duduk di mejanya dan berkutat di depan laptop, dengan tumpukan kertas di sampingnya. Dazai tersenyum lebar dan langsung menghampiri Kunikida.

"Ohayo, Kunikida-kun~ Sepertinya kau sibuk sekali."

"Tsk, lebih baik kau cepat ikuti Ranpo-san dan Atsushi menjalani sebuah kasus. Jangan ganggu aku hari ini."

Ucap Kunikida dengan nada bicara datar, tatapannya bahkan tak lepas dari laptop. Pria berambut coklat itu menghela nafas sejenak dan menepuk-nepuk punggung Kunikida.

"Ha'i, ha'i. Selamat bekerja."

Dazai pun menghampiri Ranpo dan Atsushi yang berkumpul di satu meja, mereka tengah membahas tentang kasus tersebut. Sementara itu, Kunikida tak sadar bahwa punggungnya telah di tempeli kertas berisi suatu tulisan oleh Dazai. Disana tertulis 'Aku si maniak pekerja keras'.

*************
Chuuya saat ini berada di depan apartemen Dazai tempat ia tinggal sekarang, semalam ia diam-diam mengikuti Dazai yang pulang ke apartemennya. Ia hanya ingin Dazai pulang dengan aman, lagipula kewaspadaan Dazai menurun karena dia dalam kondisi panik saat itu. Chuuya pun menghampiri pintu kamar Dazai, seperti biasa pintunya selalu di kunci. Chuuya mengaktifkan kemampuan gravitasinya untuk merusak kunci pintu tersebut, dengan cepat pintu itu terbuka dengan sendirinya.

Chuuya segera masuk ke dalam dan terkejut melihat keadaan apartemen Dazai yang kotor dan berantakan. Ada kantung sampah yang sudah menumpuk, baju-baju berserakan, cup-cup mie di wastafel, kaleng-kaleng bekas, serta bau amis yang cukup menyengat.

"Ughh... Julukan mackerel memang cocok untukmu."

Chuuya mengeluarkan ponselnya dan menghubungi jasa cleaning service langganannya. Sembari menunggu petugas itu datang, Chuuya masuk lebih dulu dan menelusuri isi kamar apartemen mantan partnernya itu. Ia berjalan ke dalam dan memperhatikan sekelilingnya, saat pandangannya ke bawah, Chuuya melihat jasnya tergeletak begitu saja dengan pakaian-pakaian Dazai yang lain.

"Ini jas mahal, Dazai sialan."

Umpat Chuuya yang tengah membersihkan jas itu dari debu dan kotoran yang menempel. Tak lama kemudian, petugas cleaning service yang Chuuya hubungi telah sampai. Pria bernetra biru itu keluar dan membiarkan petugas itu melakukan pekerjaannya. Chuuya merogoh sakunya dan mengeluarkan bolo tie milik Dazai, ia kembali tersenyum dan menatap bolo tie itu cukup lama.

Cup.

Chuuya kembali memberi kecupan ringan itu pada barang pribadi Dazai, sekilas matanya terlihat sedikit nafsu.

"Dazai, aku tak bisa melupakan rasa bibir dan lehermu semalam."

Setelah 2 jam menunggu, akhirnya petugas cleaning service itu telah menyelesaikan pekerjaannya. Chuuya memberikan sejumlah uang padanya dan pergi, Chuuya masuk ke dalam kamar apartemen Dazai dan meletakkan jas serta bolo tie milik Dazai di atas meja ruang tengah. Pria itu berjalan dan menatap seluruh sudut di ruangan tersebut, ia beranjak ke dapur dan melihat apa saja yang di miliki Dazai disana.

Pintu laci ia buka, disana hanya terdapat cup mie instan berbagai rasa serta kaleng-kaleng ikan dan kepiting siap masak, Chuuya menggelengkan kepalanya dan menutup kembali laci itu. Sementara di kulkas, disana hanya ada beberapa botol air dan sake.

"Tch, aku tak tahu akan menjadi seperti ini. Hidupmu di Port Mafia dan disini sama saja, aku heran kau kemanakan semua uang hasil kerja kerasmu sewaktu masih di Mafia."

.
.
.

Sementara itu, Dazai tengah bersin-bersin beberapa kali disana.
Ranpo: Lu sakit flu apa gmn? Bersin mulu
Dazai: Gtw sumpah, ni hidung gue gatel bet. Kyk ada yg ngomongin gue
See you in next chapter
(⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

I Want To Be LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang