Hayo loh siapa yang jadi silent rrader sapai part segini?
Ayo dong vote!
****
Satu-satunya kebohongan Calvin pada perbincangan tadi siang adalah, mengatakan bahwa Shavella berasal dari luar kota dan belum memiliki tempat tinggal di Jakarta.
Itu bukan masalah besar, ada beberapa kamar kosong di rumah besar ini. Oma mempersilahkan Shavella untuk mengisi kamar tamu dekat tangga di lantai atas. Calvin sudah memindahkan barang-barang gadis itu pada lemari yang tersedia disana.
Setelah makan malam, Shavella kembali ke kamarnya, mencoba duduk di kasur barunya, empuk, meski tidak seempuk kasurnya dikayangan yang terbuat dari bulu angsa.
Puas menggoyang-goyangkan diri di kasur, Shavella pergi mendekati jendela untuk menatap bintang dilangit seperti yang selalu di lakukannya saat dikayangan. Tapi sayangnya tidak ada bintang yang terlihat dilangit Jakarta. Entah terutup tebalnya polusi udara, atau memang malam itu bintang enggan saja untuk hadir.
Seingatnya, jarak bumi dan alam kayangan tidak terlalu jauh.
"Apa aku benar-benar tidak bisa mengunjungi kayangan lagi untuk selamanya?"
Genangan air dikelopak mata gadis itu tak terbendung lagi.
"Aster, aku meridukanmu."
Sedikitpun ia tidak menaruh dendam pada sahabatnya. Shavella mengerti tanggung jawab besar Aster sebagai ratunya bidadari. Jika dihadapkan dengan situasi serupa, pasti ia akan mengambil keputusan yang sama.
Cepat-cepat ia menghapus jejak air mata dipipinya. Ah, terlalu sering mengingat masalalu itu tidak baik. Tidak mengapa, ia akan menerima takdir apapun yang datang dalam hidupnya. Lagipula sekarang kan ada Calvin yang bersamanya.
Semakin lama, hawa dingin semakin menusuk kulitnya. Mungkin labih baik ia membungkus diri dengan selimut tebal diatas kasur.
****
Calvin masih tidak mengerti dengan takdir yang mempermainkan hidupnya. Membawa kejutan-kejutan yang sulit dicerna oleh akalnya sendiri.
Semua orang menjauhinya sejak dia jatuh miskin, yang ingin tetap dekat dengannya mungkin hanya nyamuk.
Lalu seorang cewek cantik dari antah berantah tiba-tiba secara sukarela bersedia menjadi calon istrinya.
"Gimana kalau dia beneran penipu, ya?"
Calvin menggosok dagunya, sekarang ia sedang rebahan dengan posisi kaki diangkat menempel pada tembok, tangannya dilipat didepan dada.
"Tapi mukannya kayak orang baik-baik, ah." Ia menghela nafas.
"Ya udah lah, untuk sekarang gue juga butuh dia biar bisa keluar dari rumah ini. Kalo ternyata dia cewek gak beneerrr... ahhh gatauuu!!" Calvin merentangkan tangannya, "Aughh!!"
Tangan cowok itu menghantam sesuatu yang keras di tepi kasur. Ia lalu bangun, memeriksa benda apa barusan itu. Ternyata sebuah ponsel milik Lucanne yang biasanya dipakai hanya untuk bermain game.
"Apaan Sangkuriang?" Suara Lucanne di balik telfon terdengar kesal.
"Sibuk lo?"
"Lumayan, jam segini kerjaan masih banyak, modelnya kurang profesional minta break mulu, lo nelpon cuma mau nanyain gue sibuk doang?"
"Lo ada yang ketinggalan gak dikamar gue?"
"Oh iya, hp gue satu lagi ketinggan dikamar lo. Yah, mana gue udah di bali lagi, nitip di lo dulu deh, ya tiga hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadarinya Calvin
General FictionNote: Cover ngambil di Pinterest. Jatuh cinta bagi kaum bidadari adalah dosa. Sudah menjadi hukum mutlak bahwa kaum iblis akan selamanya berada di jalan yang salah. Bidadari itu bukan malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan. Tapi iblis selalu...