Setelah mengisi perut dengan menu sarapan mewah, Calvin dan Shavella meninggalkan hotel.
Saat keluar Hotel, Shavella dibuat penasaran oleh kendaraan roda tiga berwarna biru, Calvin dengan senang hati mengajak gadis itu menaiki bajay menuju rumah baru mereka.
Lucu sebenarnya, mereka keluar dari hotel mewah lalu masuk ke dalam bajay. Orang-orang berduit yang menertawakan tidak lagi mereka pedulikan.
Shavella menutup telinga saat mesin bajay dinyalakan lalu kemudian tertawa. Mereka duduk berdempetan dengan koper yang diletakkan di tengah.
Bukan apartemen, saat pernikahannya dipastikan, Calvin meminta oma untuk menukar unit apartemen yang sudah dipersiapkan oma untuknya dengan sebuah rumah biasa yang sederhana.
Bukannya takut tidak bisa bayar listrik, Calvin pikir perawatan rumah lebih gampang daripada apartemen, seimbang dengan ekonomi mereka yang pas-pasan. Oma juga setuju, ada rumah miliknya yang sudah lama tidak dapat penyewa.
Tak butuh waktu lama bajay mereka berhenti di tengah permukiman padat penduduk. Calvin dan Shavella harus berjalan kaki masuk kedalam gang kecil sampai menemukan nomor rumah mereka lalu mencocokan rumah dengan foto diponselnya.
"Sepertinya benar ini rumahnya." Ujar Shavella yang ikut melongok pada ponsel Calvin.
Calvin mengangguk setuju.
Rumah ini tidak terlihat seperti sudah lama kosong. Oma sudah menyuruh pekerja untuk membersihkan rumah ini agar bisa langsung dihuni, bahkan terasnya saja kinclong.
Shavella sampai ditegur Calvin saat hendak membawa sendalnya menginjak ubin. Ini peraturan pertama rumah mereka. Sendal harus dilepas diluar dan diletakkan pada rak di dekat pintu.
Calvin membuka pintu rumah dengan kunci yang diberikan oma. Ada sebuah motor baru yang terparkir di ruang tamu. Calvin segera memeriksa dan menemukan kunci yang mengantung.
"Wahh, Oma baik banget. Kita gak perlu naik angkot lagi kalo kemana-mana, La." Dia terlihat sangat senang.
"Ayo kita coba berkeliling dengan motor ini." Shavella tidak kalah antusias. Ia belum pernah naik motor sebelumnya.
"Ayo. Tapi nanti dulu, kita lihat rumah ini dulu."
Shavella berjalan ke arah belakang. Dapurnya cukup luas dan seluruh perabotan lengkap. Saat kabinet atas dibuka, sudah ada beberapa sembako didalamnya. Meski belum pernah praktik langsung tapi Shavella sudah hatam materi masak mie instan, goreng telur dan menanak nasi dengan magicom. Ia berjanji akan sering memasak mulai sekarang.
Di sebelah kulkas ada sebuah pintu menuju halaman belakang yang ternyata cukup luas. Terdapat tempat tertutup untuk mesin cuci, dan tempat terbuka untuk menjemur pakaian. Sempurna untuknya yang akan menjadi ibu rumah tangga.
Minusnya cuma satu, kamar mandinya ada diluar kamar.
Rumah ini terbilang minimalis tapi cocok ditinggali mereka berdua. Rupanya hanya ada dua kamar. Calvin membuka pintu kamar dekat ruang tamu, ia melihat dua buah koper besar yang berisi pakaiannya dan juga Shavella.
Cowok itu mengabungkan koper yang ia bawa disana. Lalu menghampiri istrinya yang masih ada di halaman belakang.
"Gimana lo cocok gak sama rumahnya? Gue sih yes."
"Aku juga suka. Suasananya nyaman. Nanti aku akan menanam beberapa tanaman bunga disini apa boleh?"
Shavella sangat menyukai bunga, walau butuh waktu lama, ia yakin mampu menjadikan halaman tidak terlalu luas itu menjadi secantik taman di alam kayangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadarinya Calvin
General FictionNote: Cover ngambil di Pinterest. Jatuh cinta bagi kaum bidadari adalah dosa. Sudah menjadi hukum mutlak bahwa kaum iblis akan selamanya berada di jalan yang salah. Bidadari itu bukan malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan. Tapi iblis selalu...