10. Dongeng

0 0 0
                                    

"Papa harap, kalian nggak menunda untuk punya anak ya, uhuk...!"

Baru juga beberapa jam sah jadi suami istri udah ditagih anak aja. Padahal sebetulnya Calvin berencana untuk menunda punya anak. Ia belum siap menanggung biaya hidup seorang bayi. Eh, loh kok udah mikirin anak aja. Wong pernikahan ini juga cuma formalitas kok.

"Calvin minta di doain aja, Pa."

Hari menjelang malam, Calvin dan Shavella sudah siap dengan satu koper mereka, karena barang-barang yang lain akan diantar langsung ke tempat tinggal baru mereka. Sebetulnya kemarin mereka bersiap untuk langsung menempati apartement baru mereka setelah menikah, tapi berhubung ada voucer hotel, mereka akan bermalam disana malam ini.

Taksi online yang dipesan Calvin datang. Oma, papa, dan Lucanne yang mengantar mereka sampai ke depan rumah. Tidak lupa, baru masuk saja Calvin langsung meminta izin sopir untuk membuka jendela dekat Shavella.

Seorang staff membantu mereka membawa koper ke kamar. Dan disana, Shavella tidak bisa untuk tidak terkesima. Dari awal membuka pintu, sudah ada taburan bunga di lantai dari pintu sampai ranjang. Dan saat masuk lebih jauh, ternyata ada juga taburan bunga berbentuk hati di ranjang. Mungkin hanya satu meter disebelah ranjang, terdapat kaca besar yang menyajikan pemandangan kota dimalam hari.

"Lihat Calvin. Lampu-lampu itu cantik sekali."

Calvin ikut berdiri disamping gadis itu, bersama-sama menatap padatnya bangunan perkotaan sambil mengelus dagunya. "Jujur aja nih, La. Gue jadi curiga sama si Lucas. Emang sih duitnya banyak. Dia kayaknya bukan orang sebaik itu yang ngasih hadiah kayak gini."

Shavella juga jadi termenung mengingat bisikan Lucas tadi saat foto bersama. Kelihatan sekali cowok itu memang senang merendahkan suaminya.

"Memang mencurigakan sih, tapi kita urus itu nanti. Sekarang ayo kita nikmati ini semua. Malam pertama kita." Shavella tersenyum polos.

"E-eh? Malam pertama? Jangan bilang lo nganggap pernikahan kita itu serius?"

Pertanyaan tolol dari Calvin cukup untuk membuat air muka Shavella berubah. "Memang tidak?"

Calvin memegang kedua bahu Shavella, menatap mata gadis itu lamat-lamat. Lalu secara tiba-tiba Calvin memajukan kepalanya sambil miring, hendak mencium Shavella.

Seketika gadis itu terhenyak. Gerakan refleksnya cukup kuat untuk mendorong tubuh Calvin menjauh. "Kenapa?

"Me-memangnya malam pertama harus seperti itu?"

Calvin terkikik. Sepertinya asyik menggoda Shavella sedikit. "Cewek aneh, astaga. Jangan bilang lo belum pernah itu lagi. Ayo cobain enak tau."

Shavella menggeleng kukuh, menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Dosa."

"Ck. Ya enggak lah, kan kita udah sah jadi suami istri."

Setelah bersama beberapa hari, kini Calvin sudah tidak heran melihat tingkah Shavella yng tidak seperti gadis seusianya. Ia terlampau lugu untuk mengerti betapa mudahnya lelaki terpancing nafsu jika hanya tinggal berdua bersama perempuan.

"Kamu mesum."

Shavella berbalik, ia hendak ke kamar mandi. Tidak memedulikan Calvin yang kembali berujar. "Mesum sama istri mah gapapa kali, sama istri orang tuh yang dosa."

Di dalam sana tidak ada yang ia lakukan selain menatap pantulan dirinya sendiri di cermin, terutama bagian bibir. Seharusnya tidak masalah kalau mereka berciuman, bahkan melakukan hal yang lebih dari itu.

Toh dia sekarang bukan bidadari lagi, menjaga kesucian dirinya pun tidak ada gunanya.

"Calvin pasti menganggapku aneh. Aku yang mengajak malam pertama, aku juga yang menolak kami berciuman. Huftt, cepat atau lambat, aku harus melakukan kewajibanku sebagai istri Calvin seutuhnya."

Bidadarinya CalvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang