Hari-hari pertamanya di kantor benar-benar melahkan. Calvin bahkan merasa dibuli oleh beberapa senior karena terus menerus diberi tumpukkan pekerjaan. Untungnya ia selalu dapat menyelesaikan itu semua tepat waktu. Belum pernah sampai lembur.
Calvin membuka sepatunya di teras, ia hendak langsung masuk, namun menunda membuka pintu saat mendengar suara berisik dari dalam. Ia menempelkan daun telinganya pada pintu. Ada suara anak kecil dan Shavella sedang mengobrol.
Belum sempat ia menarik diri, pintu dibuka dari dalam.
"Loh Calvin, kenapa tidak langsung masuk?"
Calvin merasa sangsi ketahuan menguping.
"Halo, Abang." Kana melambaikan tangan.
Calvin balas melambai sekilas tanpa mengatakan apapun pada Kana. "Gue masuk ya La, mau bersih-bersih."
Shavella membantu Kana memakai sendalnya. Setelah itu menggandeng tangannya untuk diantar pulang.
"Kakak Cantik, yang tadi itu suami Kakak?" tanya Kana ditengah perjalanan.
Shavella harus menunduk untuk menatap wajah Kana yang tingginya hanya sepinggangnya. "Iya dia suamiku. Ada apa?"
"Dia gak suka ya aku main ke rumah Kakak?"
"E-eh?" Shavella mengerjap. "Bukan begitu, dia hanya lelah baru pulang bekerja. Besok kalau kamu temui dia lagi pasti akan mengajakmu bermain."
"Beneran? Besok kan minggu, boleh gak aku main lagi ke rumah Kakak?"
Shavella mengangguk. "Tentu saja boleh. Kamu boleh datang kapan saja."
"Yeayy." Gadis kecil itu melompat senang. Mereka sudah sampai di rumah Kana. Kebetulan sebuah mobil berhenti di depan mereka. "Papa!" Kana menghamburkan diri kedalam pelukan pria itu.
Shavella masih berdiri disana sampai pria itu menyadari keberadaannya. "Siapa ini?" sapanya ramah.
"Kakak cantik ini temennya Kana, Pa. Rumahnya disana."
Shavella mengulurkan tangan untu bersalaman. "Namaku Shavella."
"Saya Heru."
Shavella mengangguk seraya tersenyum.
Pak Heru mengangkat tubuh Kana. "Wahh, anak Papa udah berat. Kamu mau nginep dirumah Papa malam ini? Besok kita jalan-jalan."
Kana menoleh pada Shavella. "Kakak cantik. Maaf ya, besok aku nggak jadi main ke rumah Kakak."
Shavella tersenyum lembut. "Tidak pa-pa, bisa lain kali. Kalau gitu aku pamit pulang."
"Terimakasih sudah nganterin Kana pulang ya, Shavella."
Di rumah, Calvin sudah selesai mandi, karena mengira Shavella masih ada diluar rumah, cowok itu bolak balik hanya menggunakan handuk sepinggang. Mengambil air dari dispenser, memakan brownies di ruang tamu sambil mengecas ponsel.
Padahal sejak tadi Shavella berdiri di dapur membawa dua piring makanan. Sebenarnya ia juga sedikit malu melihat bagian tubuh Calvin yang belum pernah dilihatnya. Tapi matanya menolak untuk dialihkan ke arah lain.
"Astaga."
Dua kali Calvin dibuat sangsi. Ponselnya sampai jatuh ke lantai setelah reflek ia lepaskan. Tangannya memeluk dada seperti gadis yang menolak dicabuli.
Buru-buru Shavella menaruh piring itu di meja makan, dan berjalan ke arah Calvin dengan wajah jahil. "Kamu malu ya?"
"Astaga, La. Gue kira lo masih di luar." Tadi Calvin lupa membawa baju ganti ke kamar mandi. Dan karena banyak notifikasi masuk ke ponselnya, pikirannya jadi teralihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadarinya Calvin
Ficción GeneralNote: Cover ngambil di Pinterest. Jatuh cinta bagi kaum bidadari adalah dosa. Sudah menjadi hukum mutlak bahwa kaum iblis akan selamanya berada di jalan yang salah. Bidadari itu bukan malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan. Tapi iblis selalu...