Bab 3 : Berbeda

531 45 17
                                    

Jika kamu bertanya, apa yang kurang dari sosok bernama Radena Areska? Jawabannya, tidak ada. Itu yang terlihat dari luar.

Keluarga harmonis yang sangat berkecukupan, prestasi, pertemanan, semua itu berhasil ia dapatkan. Bagaimana dengan kepribadiannya? Ah, kekurangannya hanya cuek saja, tak lebih.

Radena Areska, ia hampir mendekati sempurna.

***

Saat ini tampak lelaki tampan yang sedang berbaring di kasur king size sambil memainkan ponselnya. Baru ia ingat jika ada nomor adik kelas di ponselnya, ia buru-buru membuka room chat milik Jia takut jika sangat pemilik sudah tertidur lelap.

Senyum tampak ia tunjukkan kala Narajia membalas pesannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senyum tampak ia tunjukkan kala Narajia membalas pesannya.

"Lucu" pikirnya.

"Hah? Mikir apa astaga,"

Jika ada teman-temannya disini pasti ia sudah jadi sasaran kejahilan mereka. Wajar, kan? Selama ini ia tak pernah memberikan nomornya ke orang lain—penggemarnya—tapi Narajia dengan mudah mendapatkannya apalagi Ares yang membuka obrolan lebih dulu.

Dan barusan, ia berpikir jika Jia itu lucu.

Ares berteriak frustasi mengundang atensi seseorang. Suara ketukan terdengar di balik pintu kamarnya, "Ares! Kamu gak papa sayang? Kok teriak-teriak gak jelas gitu tah?"

"Ares ngga kenapa-kenapa bun!"

Astaga, bahkan ia sampai berteriak hingga mengundang bunda nya datang ke kamarnya. Sedangkan wanita setengah baya yang sedang berdiri di balik pintu keheranan, karena anak semata wayangnya tiba-tiba berteriak. Jarang sekali Ares seperti itu, di tengah malam.

Biasanya ia akan begadang sampai pukul dini hari tapi hari ini ia putuskan untuk tidur lebih awal. Ia tertidur nyenyak dengan selimut hangat menyelimutinya. Menghalangi udara dingin untuk tidak menyentuh kulitnya.

Tidak sepertinya. Hidup yang damai dengan dukungan di sekitar. Narajia selalu berusaha untuk tertidur lelap, tak pernah ia rasakan bagaimana rasanya tidur nyenyak hingga sulit untuk bangun dari kasurnya.

Tak ada ucapan selamat datang kembali di rumah, selamat tidur, atau kami menyayangimu. Selalu saja, hanya kata-kata kasar yang bisa menusuk telinganya.

Rumah? Dari pada disebut rumah.. Sekolah lebih terasa seperti 'rumah' baginya.

Kalau sekolah tidak menyenangkan, maka rumah lebih tidak menyenangkan.

Disambut dengan keheningan, mengakhiri dan mengawali hari dengan keributan.

Semua itu sudah menjadi dunianya.

Berisik, isi kepalanya terlalu berisik untuknya yang hanya ingin menuju ke alam mimpi.

"Anak gak berguna!"

Tentang Kita: Sederhana {✔}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang