Suara jam beker di nakas membuat Narajia terbangun dari tidurnya, bersamaan dengan sang fajar yang baru saja menampakkan cahayanya di ufuk timur.
Dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya ia duduk dan mematikan suara bising itu.
Damai rasanya. Sejak orang tuanya pergi ia bisa tertidur dengan sedikit nyenyak. Ya, sedikit. Suara-suara itu masih saja suka berada dalam sela tidurnya, kala ia ingin merasakan bagaimana rasanya bermimpi indah.
Kedua kakinya ia bawa pergi ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya dan memakai seragamnya dengan rapi dan lengkap yang sudah ia setrika sebelumnya.
Penuh kehati-hatian ia turun dari tangga ingin pergi ke dapur untuk hanya sekedar sarapan. Lauk yang ia makan tidak ada yang spesial, hanya roti panggang dan mentega.
Jantungnya berdetak kencang, kala mengingat jika Ares mulai sekarang akan mengantar dan menjemputnya untuk sekolah.
Dengan pipi yang merona ia kunyah satu lembar roti itu, dengan menikmati suasana sepi dan damai pagi ini.
Matanya ia arahkan ke kamar mama dan papanya yang ada dekat dengan dapur. Rona pipinya menghilang bersamaan dengan munculnya kesedihan di matanya.
Tak pernah ia rasakan bagaimana rasanya makan bersama. Berbincang dengan santai sembari menghabiskan makanan mereka. Hal sesederhana itu, tak akan mampu ia capai.
Karena orang tuanya akan berpisah.
Egois. Mereka egois. Apakah mereka bahkan tidak pernah memikirkan perasaannya? Apakah bahkan mereka pernah memperlihatkan bahwa ia ada bersama mereka? Rasanya ia tidak dibutuhkan, keberadaannya hanya dianggap sebagai hama.
Uang, ia tidak merasa kekurangan. Tapi, ia hanyalah seorang anak yang haus perhatian. Tidak segalanya tentang uang. Ia hanya kurang kasih sayang.
Masa kecilnya ia habiskan bersama pengasuh. Tak pernah ia rasakan pelukan seorang ibu. Terlebih papanya yang sedari dulu gila kerja dan tidak pernah meluangkan waktu untuk keluarganya.
Sedari dulu mereka sudah menjaga jarak dengannya, seakan ingin mencegah mereka untuk menjadi keluarga yang normal.
Ingin rasanya ia membenci mereka, tapi ia tidak bisa. Narajia yakin, segala sesuatu yang terjadi pasti ada alasan dibaliknya.
Ia hanya berharap, suatu saat mereka akan memeluknya dengan erat sembari memberikan alasan akan sikap mereka selama ini yang bisa ia terima dengan lapang dada.
***
Langkah kaki terdengar bersahutan dari dua orang pelajar yang tengah berjalan di lorong.
"Ciee gak sembunyi-sembunyi lagi." Ucap salah satunya.
Yang lain hanya mengabaikannya sambil tetap berjalan.
Tak jarang ada sepasang mata yang melihatnya dengan rasa penasaran.
Narajia, yang akhir-akhir ini ramai di bicarakan karena gosip jika ia dan si ketua OSIS yang terkenal berhati dingin dan cuek itu berpacaran dengannya. Dan gosip itu menjadi semakin panas saat ia memposting kegiatannya belajar bersama si ketua OSIS.
Mereka duduk di kursi masing-masing setelah meletakkan kedua tas mereka.
"Le," panggil Narajia.
"Apa!?" jawab cale tidak santai.
"Dih, ngapa dah lo?"
![](https://img.wattpad.com/cover/362184113-288-k297311.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita: Sederhana {✔}
Fiksi PenggemarSederhana kata; aku mencintainya Mungkin perjalanan kita tidak sederhana, namun perasaan kita sama. ❗WARNING❗ - 100% fiksi - bxb - maaf bila ada kesamaan dengan karya lain karena itu sangat tidak disengaja - setiap gambar yang tertera hanyalah visu...