03| Ini jari bukan tangan.

12 0 0
                                    

"Serapat apapun kamu tutupi, tapi fakta selalu ada memberikan bukti. Jangan sembunyi dibalik cadarmu,"

~Dimas  Fahreza~

🍂🍂🍂🍁🍁🍂🍂🍂

"Dara, kamu kok baru masuk? Apa kamu kesiangan?" Rania menghampiriku saat tiba di kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Dara, kamu kok baru masuk? Apa kamu kesiangan?" Rania menghampiriku saat tiba di kelas.

Ruang kelas tampak riuh, seperti biasa mereka sedang asyik ngobrol, berlarian, dan kertas-kertas akan berserakan dilantai, layaknya kapal pecah, semua  terlihat kacau, karena saat itu sedang tidak ada guru.

"Aku pingsan tadi, tapi... tahu gak? siapa yang udah nolongin aku?" Aku menjeda, "pak Dimas!" sambungku. Wajah Rania tiba-tiba berubah, yang tadinya antusias kini seperti ketakutan. Dia memberiku kode lewat matanya, tapi aku tidak mengindahkannya.

"Dan paling ngeselinnya dia buka cadarku tanpa seizin dariku. Aduh... Gimana ini? Aku takut kalau dia..." Aku terus saja berbicara tentang pak Dimas padanya.

"Kalau dia apa?" sahut seseorang dari belakangku. Aku mengenal suaranya.

Pak Dimas? Gawat, dia sudah mendengar semuanya. Tubuhku menegang, aku takut berbalik badan untuk melihatnya.

Rania, dia berlari ke tempat duduknya. Dia takut kena semprot juga. Kelas menjadi hening seketika, mereka berpencar duduk ke kursinya masing-masing. Dan kini aku menjadi objek utama, sasaran tembakan yang akan pak Dimas ceramahi. Baru saja aku hendak melangkahkan kaki tanpa memalingkan wajah ke belakang untuk pergi duduk, dengan cepat pak Dimas menarik ujung tas ku.

"Eitss..."

Ingin sekali aku menangis. Kenapa aku bisa sembrono sih? Aku sudah tahu kalau pak Dimas itu galak, kenapa aku malah mengatakan hal itu dibelakangnya, apalagi saat dia ada?

Ya Allah selamatkanlah aku.

"Jangan coba-coba kabur dari saya. Kamu sudah ditolongin, bukannya berterimakasih malah menjelek-jelekkan nama saya. Sudah tahu alasannya kenapa, masih saja suudzan sama saya."

"Sekarang kamu beresin kelas ini sampai bersih. Kalau sudah, kamu berdiri di depan sampai pelajaran selesai," titahnya.

Mataku terbelalak mendengar hukuman yang pak Dimas berikan. Sudah pingsan, disuruh bersihin kelas, habis itu malah berdiri di depan kelas pula, hari ini memang sial buatku.

"Dasar jadi guru baru saja kok sebelagu gitu. Apa ada guru dengan tega menghukum muridnya seperti ini? Hanya karena salah berucap, hmm..." ucapku dalam hati.

"Rania bantuin!" aku meminta pada Rania. Aku tidak bisa membersihkan kelas sendirian seperti ini. Sapu yang ku ambil dari belakang kelas, aku menyodorkan pada Rania. Berharap ingin dibantu, tapi pak guru itu malah tidak membolehkannya.

"Tidak! Kamu harus menyapunya SEN DI RI sampai bersih, tidak ada yang akan membantumu. Itu hukumanmu dalam tiga kesalahan."

Aku mencebiknya. Namun, ia tidak akan terlihat karena tertutup oleh cadar.

AddaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang