[7] Menolak dengan Tegas

946 30 1
                                    

Raya membiarkan asistennya menenteng papper bag dengan logo kenamaan yang dibawanya sebagai buah tangan. Senyumnya terkembang lebar kepada Rafel yang sejak tadi menatapnya datar.

"Maaf karena sudah mengganggu waktunya, saya datang hanya mau memastikan kalau kamu baik-baik saja."

Rafel mengangguk. "Terima kasih. Dan kalau ini adalah masalah pekerjaan, saya sudah mengirimkan drive emailnya melalui asisten Bu Raya."

"Just Raya, please... kita sedang tidak ada di kantor sekarang."

Tetap saja Rafel menggeleng. Dirinya sudah memutuskan untuk bersikap tegas. "Di kantor ataupun tidak, bagi saya Anda tetaplah rekan kerja dan saya sebisa mungkin menjaga sikap agar tetap profesional."

Wajah Raya sedikit merah karena canggung. "Kalau begitu saya menghargai prinsip kamu, tapi... untuk perasaan dan sikap saya tentu kamu tidak bisa mengaturnya. Saya tertarik dengan kamu dan itu adalah hak saya untuk menyatakan atau menunjukannya."

Sebuah jawaban yang membuat keinginan Rafel hanya semakin kuat saja. Raya bukanlah tipe perempuan yang diinginkannya. Terlalu dominan dan penuh percaya diri sesuai dengan kelas sosialnya. Sedangkan Rafel sudah bersumpah sejak Mamanya meninggal dengan membawa sakit hati pengkhianatan sang Papa tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.

Rafel membenci perempuan seperti Raya. Sikap ambisius dan rasa percaya dirinya mengingatkannya pada sekretaris Papanya yang sekarang sudah menyandang status sebagai istri siri. Rafel beruntung karena selama Oma nya hidup, status itu tidak akan berubah.

"Tentu. Perasaan Anda adalah hak Anda dan begitu juga saya."

Ada jeda yang membuat Raya menelisik kedalam mata Rafel. Kecewa sekali saat tidak menemukan sedikit saja ketertarikan disana. "Kenapa? Apa karena saya lebih tua dari kamu makanya kamu dengan tegas menolak begini?"

Karena Raya bahkan siap untuk melakukan perawatan ataupun treatment anti angin yang mampu membuatnya mempertahankan bentuk tubuh juga wajah anggun rupawannya asalkan Rafel bersedia menerimanya. Hanya dua tahun memang, tapi hal tersebut adalah satu-satunya alasan yang mampu Raya pikirkan mengenai alasan kenapa Rafel menolaknya.

Secara, dalam segala hal Raya begitu percaya diri kalau dirinya sempurna. Bahkan keluarga Rafel sendiri secara terbuka memberikan dukungan. Sayangnya... sudah sejak tiga tahun lalu Rafel memisahkan diri dari keluarga besar dan memilih keluar untuk membangun usahanya sendiri.

"Sama sekali bukan. Bagi saya, usia selalu hanya sebuah perbedaan angka. Saya memiliki alasan pribadi yang membuat saya tidak akan pernah bisa menerima Bu Raya."

"Dan alasan itu adalah...?"

Rafel menggeleng kecil, menunjukan bahwa sebatas itu yang akan dirinya sampaikan. Dengan kata lain Raya bukanlah siapa-siapa dan tentu Rafel tidak memiliki kewajiban untuk menjelaskan lebih.

"Kalau begitu, apakah kamu akan tetap melarang saya berusaha? Karena saya yakin suatu saat nanti kamu pasti akan menyadari bahwa saya benar-benar tulus kepada kamu. Saya mencintai kamu."

"Dan perasaan saya tidak akan pernah berubah sampai kapanpun. Maafkan saya."

Raya mengangguk kecil. Kali ini ada sinar semangat yang tampak pada tatapannya. Begini saja menyerah tentu tidak akan membuat Raya mendapatkan apapun. Sebagai wanita berpendidikan tentu Raya harus melakukan usaha yang berkelas lainnya untuk mendapatkan hati Rafel.

"Saya datang kesini juga sekaligus untuk meminta maaf karena masalah kecelakaan di Airport. Mas Adi akan mendapatkan hukumannya karena tindakannya yang membahayakan kamu. Saya berjanji."

Rafel sendiri sudah menyelidiki dan motif dari penabrakan yang disengaja tersebut tidak lain adalah karena faktor cemburu. Sama halnya seperti Bernad, Adinugroho ini juga adalah salah satu yang dijodohkan dengan Raya. Sayangnya Raya menolak dan alasannya tentu karena perasaannya kepada Rafel. Hal tersebut langsung mengundang kebencian terhadap Rafel.

Lika Liku Cinta RafelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang