[44] Bunga untuk Raya

592 39 3
                                    

Langkah kaki Raya terayun diantara tangga halaman depan kediaman Wijaya. Rautnya separuh tegang dan separuh lagi tersenyum tidak sabar akan kembalinya mobil juga supir pribadinya.

"Ini sudah terlambat limabelas menit." Gumamnya gelisah. "Apa mungkin si licik Kirana itu membuat akal-akalan lagi untuk memahan Rafel-ku disana lebih lama?"

Keinginan untuk menghubungi lawyer agar masalah semacam ini bisa lebih tegas diatasi menggoda Raya. Beruntung gerbang depan terbuka lebih dulu dan mobil yang sebelumnya dirinya kirimkan untuk menjemput suaminya terlihat memasuki halaman mansion.

"Akhirnya..." desahnya penuh kebahagiaan.

Memendam perasaan cinta yang mendalam kepada Rafel selama dua tahun belakangan membuat Raya merasa seperti telah memenangkan tender dengan proyek besar saat berhasil menikahi lelaki pujaannya. Rafelnya kini nyata dan hanya dalam hitunyan detik bisa dirinya dekap dengan puas.

Sayangnya kesenangannya dengan cepat menyurut. Senyumnya luruh, "dimana Rafel?"

Supirnya keluar dan saat membuka pintu penumpang belakang mobil, tidak ada Rafel di dalamnya melainkan sebuah buket bunga mawar berwarna merah cerah. Kening Raya mengernyit tidak mengerti.

"Nona Kirana tidak mengizinkan Tuan Muda Rafel untuk ikut bersama saya."

Lalu wajah geram Raya tidak lagi bisa disembunyikan, "dan apa maksudnya dengan tidak mengizinkan itu?!" Jelas-jelas dalam klausal pernikahan yang mereka sepakati, satu minggu terakhir dalam setiap bulannya akan dihabiskan Rafel bersamanya.

Benar-benar licik! Tidak akan Raya biarkan.

"Saya juga tidak mengerti, Nona. Saya bahkan tidak diizinkan masuk atau bertemu secara langsung dengan Tuan Muda yang seharusnya saya jemput. Pengurus rumah besar itu hanya menyampaikan bunga ini, dia mengatakan ini hadiah untuk Nona Raya."

Hadiah? "Aku tidak butuh hadiah seperti ini!"

Itu hanya sebuket bunga. Bahkan Raya bisa membeli pulusan bahkan ratusan buket bunga mawar semacam itu! Rasanya Raya bisa meledak sekarang juga karena marah.

"Siapkan mobil lagi, sepertinya harus saya yang datang sendiri dan menjemput suami saya." Tepat setelah mengatakannya, sebuah mobil sedan terlihat memasuki halaman depan. Mata Raya memicing mencoba mengenali mobil tersebut yang terlihat asing.

Bagaimanapun, petugas keamanan depan tidak akan membiarkan orang asing dengan mudah untuk masuk.

Siapa? Kedua orantuanya tidak biasanya menerima tamu secara pribadi untuk diundang ke rumah tanpa persiapan seperi ini. Dua adiknya juga sudah lama memilih tinggal di Apartemen. Jadi, hanya ada satu kemungkinan bahwa itu mungkin adalah tamunya.

Tapi siapa?

Lalu mobil berhenti. Supir keluar untuk membukakan pintu dan kemarahan yang sebelumnya mengungkung Raya perlahan memudar digantikan oleh senyuman lebar. Matanya berbinar menemukan siapa yang duduk di kursi penumpang belakang.

"Rafel..." lirihnya penuh kelegaan.

Lelaki yang menyandar penuh pada kursi penumpang belakang yang diatur lebih rendah menoleh untuk menemukan wajah kesenangan Raya. Sementara itu, seatbelt belum dilepaskan dan keberadaan Kirana disisinya juga terlihat masih betah memeluki.

Raya langsung melirik sebal saat menemukan tangan Kirana santai sekali menelusup masuk kedalam kemeja yang Rafel kenakan. Mengelus-ngelus dengan senyuman pamer kepada Raya yang berpaling muka.

"Sayang, kita sudah sampai." Kirana mengecupi cuping telinga Rafel saat mengatakannya. Tatapannya berubah enggan, "aku nggak menyangka akan benar-benar sanggup mengantarkan kamu sendiri kesini."

Lika Liku Cinta RafelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang