3

1.2K 216 45
                                    

Martabak manis yang ditawarkan Aishin masih hangat. Aroma gula, coklat dan mentega yang tercium menggugah selera.

"Pinggirannya yang renyah paling enak, ambil saja.." Aishin menggeser kotak kemasan martabak itu ke arah Erni. Kotaknya terlihat sedikit meleyot dan masih berada dalam kantung plastiknya

Erni menatap martabak itu, sudah dua potong yang diambil, keduanya bagian tengah. Erni mengambil satu bagian pinggir yang renyah.

Dengan sigap, Aishin juga mengangsurkan kotak tisu. "Barangkali mau," kata Aishin sembari nyengir.

Erni, lagi-lagi menurut, dia mencabut dua helai tisu dan menggunakannya untuk melapisi martabak agar tidak berminyak di tangan.

"Enak ya," celetuk Erni setelah mengunyah setengah martabaknya. "Mbak Aishin beli di mana?"

Aishin yang sedang khusyuk menonton TV menoleh sejenak, "Oh, aku nggak tahu. Coba aku cek dulu bungkusnya." Aishin mengambil tutup kemasan martabak itu dan membaca tulisan di sana. "Martabak Idola Asli Lebaksiu Tidak Buka Cabang. Aku nggak tahu sih ini di mana... Soalnya aku nggak beli sendiri. Tiba-tiba udah ada di meja makan nggak tahu deh punya siapa...."

Erni langsung berhenti mengunyah. Dengan mulut penuh karena dia tidak mungkin menelan dan tak mungkin melepeh, Erni bertanya, "Jadi kalau nggak tahu punya siapa.... Haram dong?"

Erni memutar kepalanya ke seluruh ruangan, dia tahu meski rumah ini sepi, tapi Rangga tinggal di sini, kadang ada juga klien mereka yang menginap di sini. Dan di lantai 2 ada beberapa pegawai yang mengambil fasilitas akomodasi dan tinggal di sini.

Martabak ini bisa jadi milik siapa saja.

Aishin nyengir. "Bercanda. Ini dari Pak Rangga kok. Buat semua orang di sini kayaknya, cuma penghuni atas entah belum pada turun pakai dapur entah belum pada pulang. Nih ada notes-nya." Aishin menarik sebuah Post-it dari plastik dan menyerahkannya pada Erni.

Erni membaca tulisan pada Post-it itu, kali ini sambil mengunyah kembali martabak. Sepintas lalu, tidak ada yang aneh dengan tulisan di kertas kuning itu.

Dimakan ya.

R

Tapi saat Erni memeperhatikan baik-baik, sampai dia harus mendekatkan wajahnya ke Post-It itu, barulah matanya terbelalak. "Ini.... kayaknya cuma buat Mbak Aishin deh, bukan buat dimakan bersama penghuni lain," kata Erni pelan.

Aishin menoleh lagi ke arah Erni. "Masa? Kok bisa bilang gitu?"

Erni menatap kembali notes di tangannya. Kenapa dia bisa bilang begitu?

Mungkin karena Erni tahu siapa saja penghuni lantai atas. Gatot, Dicky, Priyatna, Kamal, Erul sebagai penghuni tetap dan beberapa orang lainnya sebagai penghuni sementara.

Mungkin karena Erni tahu tulisan tangan Rangga yang rapi dan tegas sementara tulisan di notes ini, Rangga menggunakan hati kecil sebagai pengganti titik di huruf i.

Dǐmakan ya.

R

Erni tidak yakin font semanis itu ditujukan pada Priyatna atau Gatot. Tapi dia juga ragu kalau tanda hati kecil itu punya arti lebih dalam.

Mungkin tidak ada artinya.

Erni menoleh ke arah Aishin dan ternyata Aishin masih menatap Erni dengan sorot mata penasaran.

Jadi Erni menambahkan, "Tapi mungkin itu perasaanku aja sih."

Setelah Erni bilang begitu, Aishin hanya mengangguk dan nyengir. "Oke," kata Aishin dan gadis itu kembali menonton TV.

Sengkarut AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang