5. Impian.

86 9 6
                                    

VOTE KOMENNYA JANGAN LUPA

Balthazar kini tengah terbaring dengan pikiran melayang-layang, memikirkan apa hubungan antara Alifah dengan Pramudita. Bukankah Pramudita baru saja sampai di kota ini? Tapi, kenapa dia mengenal Alifah yang notabenenya akan menikah dalam waktu dekat ini.

Apakah dia harus menanyakan ini pada Damar? Kenapa menanyakannya pada Damar? Tentu saja karena Damar lah yang akan menikah dengan Alifah.

Semua ini membuatnya pusing. Bara pun memutuskan untuk tidur saja, besok dia harus bekerja, takut saja jika nanti dia terlambat bangun, lalu terlambat masuk kerja, dan gajinya dipotong.

***

2 Minggu telah berlalu. Tapi, Bara tak kunjung mengetahui apa hubungan antara Pram dan Alifah. Ingin bertanya pada Damar, tapi dia takut jika nanti akan menjadi sebuah masalah. Yang akhirnya, dia hanya bungkam saja. Mungkin jika sudah saatnya, dia akan mengetahuinya.

Malam hari, kegiatan yang seperti biasanya, para pemuda tengah berkumpul di depan kost dengan beberapa gelas kopi dan juga beberapa bungkus rokok yang tak pernah absen.

Tapi ada satu yang kurang, Damar tidak hadir dalam perkumpulan kali ini. Bukan tanpa alasan, Damar tak ada karena sedang berkunjung ke rumah Alifah. Pernikahan mereka berdua sudah tak lama lagi. Sekitar 3 minggu lagi, jadi dia harus bersiap.

"Kalian gimana bisa seakrab sekarang?" Tanya Pram pada 4 penghuni kost disini.

"Kami kerja di tempat yang sama." Jawab Dimas. Sedangkan Bara tengah asyik dengan pikirannya sendiri.

"Ohh," Pram mengangguk, "tapi gua gak liat kalian di tempat Bara kerja." Lanjut Pram.

"Lo ngasih jawaban yang bener dong." Bayu menoyor kepala Dimas gemas.

"Jadi gini, bos kami semua sama. Tempat kerja kita juga sama, yaitu di toko HP. Tapi, di cabang yang berbeda. Misal, Bara di toko yang ada di pasar ini, gua di toko yang ada di pasar itu, dan Dimas di toko yang ada di pasar yang lain." Bayu memberikan penjelasan.

"Ohhh." Pram kembali mengangguk paham.

"Eh Pram, lo punya impian gak?" Tanya Bayu.

"Impian?"

"Heem." Bayu mengangguk, Pram tampak berpikir.

"Punya sih." Ujar Pram.

"Apa impian lo?" Dimas penasaran.

"Ehehe, impian gua kayak cewek Bang." Pram tersenyum kikuk sambil mengusap kepala bagian belakangnya.

"Impian lo mau jadi kayak cewek?" Tanya Dimas.

"Bukan gitu elah Bang."

"Terus gimana?" Dimas masih penasaran.

"Maksudnya, impian gua kayak kebanyakan cewek-cewek."

"Apa? Lo mau jadi cantik?" Tebak Dimas.

"Bukan gitu Bang."

"Terus gimana?"

"Makanya dengerin dulu sampe orang selesai ngomong." Bayu kembali menoyor kepala Dimas gemas, dengan gigi bawah dan gigi atas yang menyatu.

"Ehe, impian gua udah kayak impian cewek. Karena impian gua itu gini; misal gua lagi di bandara mau pergi gitu entah kemana, yang pasti karena gua sakit hati, makanya pergi. Nah, tiba-tiba ada seseorang yang manggil nama gua. Terus dia bilang; 'Pram, aku mencintaimu. Aku mohon jangan pergi', gitu Bang." Pramudita mengatakannya dengan menahan malu. Sedangkan Bara hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang