Epilog

131 10 5
                                    

Bara dan Pram pergi keluar dari bandara, Pram tidak jadi untuk kembali ke kampungnya, karena dia kini telah menemukan kebahagiaan yang lain.

Tidak langsung kembali ke kost, Bara membawa Pram untuk berkeliling terlebih dahulu, menikmati keindahan kota yang bersih dari polusi udara. Pohon rindang berjejer di pinggir jalan raya, menambah sejuk mata di sore hari.

Senyuman tak juga luntur dari bibir Balthazar dan juga Pramudita, dengan alasan yang berbeda. Bara yang telah mendapatkan hati seorang pemuda manis incarannya. Sedangkan Pram bahagia karena impiannya selama ini diwujudkan oleh Bara, kekasihnya kini.

"Peluk aja." Ujar Bara di atas motor matic-Nya.

"Enggak ahh." Pram menolak apa yang Bara minta.

"Kenapa?" Tanya Bara.

"Malu lah, banyak orang gini."

"Dih, waktu ciuman di Bandara aja gak malu lo." Ujar Bara yang seketika membuat wajah Pram memerah karena malu. Bisa-bisanya dia berciuman dengan lelaki di depan banyaknya pasang mata.

"Ya gimana ya." Pram hendak menggaruk kepala bagian belakangnya, tapi dia seketika ingat bahwa memakai helm yang menutupi seluruh bagian kepala.

"Udah, peluk aja." Bara meraih tangan Pram yang berada di kedua belah pinggangnya, melingkarkan tangan itu untuk memeluknya.

"Malu Bar." Pram menunduk untuk menyembunyikan wajahnya di punggung Bara.

"Gak usah malu, mereka gak akan peduli sama apa yang mereka lihat." Ujar Bara bermaksud untuk membuat Pram percaya diri ketika memeluknya.

"Lo suka sunset gak?" Bara bertanya.

"Suka." Jawab Pram dengan wajah yang masih saja menunduk.

"Ayok liat sunset." Ujar Bara yang langsung memacu motornya untuk melaju lebih kencang dari sebelumnya.

Bara berhenti di parkiran yang sudah disediakan. Dia dan Pram turun dan berjalan ke arah pasir hitam di pantai tersebut. Duduk tanpa alas dengan memandang ke ujung lautan luas yang disinari oleh matahari di kala senja.

Semburat warna jingga yang berasal dari sang virama mewarnai cakrawala, membuat warna yang merata di angkasa dan membuat suasana romansa semakin terasa di antara dua insan dengan jenis yang sama. Senyum tak juga luntur dari bibir keduanya, samudra yang membentang luas perlahan terlihat seakan menenggelamkan mentari di ujung bumi. Semakin lama, surya tergantikan oleh chandra yang tergantung di mega gulita.

Tak ada satu pun kata yang terucap dari bibir Balthazar maupun Pramudita, mereka menikmati cahaya sang rembulan yang menggantung di langit malam nan timira yang berhiaskan taburan tara, menyinari mereka berdua.

Bara menoleh ke arah Pram yang tengah menatap langit malam dengan bahagia. Mengambil ponsel miliknya, dia mengabadikan sebuah pemandangan yang lebih indah dari langit malam kala itu. Pram menoleh ke arah Bara yang tengah mengambil gambar dirinya.

"Lo ngapain?" Tanya Pram yang melihat Bara mengarahkan kamera padanya.

"Mengabadikan pemandangan yang sangat indah, yang tidak tahu kapan akan terulang." Jawab Bara dengan nada yang dibuat seolah sedang berpuisi.

"Puitis banget omongan lo." Ujar Pramudita, tangannya pun terulur untuk meraih ponsel dari tangan Bara.

"Jangan dihapus." Titah Bara. Pram melihat satu persatu gambar dirinya di ponsel milik Bara.

"Gua ganteng juga ya." Pram kagum dengan dirinya sendiri.

"Makanya gua suka." Ujar Bara, Pram hanya tersenyum menanggapi apa yang bara ucapkan.

DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang