[ dýo ] - ˈTHēsis

958 86 16
                                    

•••

Akhirnya hari yang telah dinanti pun tiba. Peluh di kening juga kedua telapak tangan Haikal tak bisa dia hindarkan. Maklum, sebentar lagi gilirannya untuk mempertanggung jawabkan 5 (lima) tahun masa perkuliahan. Lama bukan? Jangan kalian coba bahas terlalu dalam karena akan membuat Jonathan merasa sedih. Meski kelalaian tidak akan pernah luput dari sifat dasar manusia, namun hal tersebut adalah sesuatu yang sangat dibenci pria bertubuh jangkung juga berparas tampan bernama Jonathan Abercio Pambudi. Selalu saja ada penyesalan yang meninggalkan lubang besar dalam dirinya kala dia melakukan kelalaian. Terutama jika menyangkut putra sematawayangnya yaitu Haikal Aris Tayrone. Seperti saat ini tentu saja. Di lorong sebuah gedung perkuliahan terdapat para mahasiswa dan mahasiswi yang tengah sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Kesamaannya hanya mulut yang bagai berucap tak henti dengan berkas tebal di setiap tangan mereka. Membaca, menghafal, menjelaskan, begitu saja terus secara berulang sampai nama seseorang yang lebih tua di antara yang lain pun terdengar. "Haikal Aris Tayrone?"

Jantung Haikal bagai berhenti sejenak. Semua yang sudah dia latih bersama Jonathan juga Danu rasanya hilang menguap entah kemana. Dengan meraup nafas sebanyak mungkin, Haikal bangkit dari tempat dimana dia duduk sedaritadi dan mulai bertekad untuk tidak mengecewakan sang Ayah. Simbol milik Tuhan dia panjatkan sebelum memasuki ruangan dimana terdapat 4 (empat) orang dewasa di sana yang tentu saja Haikal tau betul siapa mereka.

Beberapa pertanyaan yang dilontarkan pada Haikal terkait penelitian tugas akhirnya mampu dengan lancar dia jawab. Namun tak jarang pemuda tersebut mengucapkan kata maaf jikalau ada beberapa hal yang tak ada dalam benaknya, Setelah hampir memakan waktu 1 (satu) jam, Haikal dipersilahkan meninggalkan ruangan untuk menunggu hasil yudisium sidang akhir perkuliahan. "Legaaaa..." batin pemuda berkulit madu tersebut sembari mengelus dadanya. Motto hidup Haikal adalah lakukan dan lupakan. Dia tak pernah menyesali apa yang sudah terjadi. Karena untuk apa pula menurutnya, semua sudah terjadi, jika ada kesalahan pun dia tak bisa berbuat apa-apa.

"Gimana Ka? Pengujinya killer gak? Tadi ditanyain apa aja?" kepala Haikal mendongak menerima serentetan pertanyaan kala dia tengah merapikan barang-barangnya. Sosok dengan tubuh jangkung namun kecil itu adalah adik tingkat Haikal, Jian. Mereka baru saja berkenalan saat menunggu giliran sidang beberapa saat lalu, maklum, Haikal bukan mahasiswa yang senang memiliki banyak teman meski semua orang ingin lebih dekat dengannya. Jadi berbeda dengan Jian yang sangat senang kala melihat Haikal duduk di ujung lorong mengenakan setelan yang sama persis dengan miliknya. Kesempatan mendekati Haikal untuk berkenalan satu sama lain tak mungkin Jian lewatkan. Terlebih mengingat mereka yang hendak lulus menjadikan Jian berani menyapa Haikal lebih dulu.

Setelah memasukan berkas catatannya ke dalam tas juga merapikannya, Haikal bangkit sembari menaruh tas tersebut ke bahu kanan seperti biasa. "Amannn, yang penting lo tenang sama jujur aja. Kalo emang lo gak tau jawabannya ya jawab semampu lo terus bilang maaf bila ada yang kurang. Gak usah dimasukin hati kalo dosen ngomel atau nyinyir," tangan Haikal mengusak rambut Jian pelan jua tersenyum, "good luck!" Dilanjut melangkah melewati yang lebih muda untuk meninggalkan lorong tersebut karena Haikal justru sedang merasa tidak sabar untuk bertemu Jonathan, sang Ayahanda. Sembari terus melangkah dia rogoh saku celananya dimana ponsel pemuda tersebut berada. Dan saat kaki Haikal tepat mendarat di penghujung lorong, keramaian tak lagi terhindarkan.

"Congratulation!"

Suara terompet, bersamaan dengan teriakan juga alat kekanakan lainnya Haikal terima dari mereka yang sangat Haikal sayangi. Tak pernah menyangka pula jika kedua sahabatnya akan berada di sana karena Haikal tau betul bagaimana kesibukan mereka. Jevansatya terus meniupkan terompet kecil juga suara mainan di tangannya kala Marahendra memasangkan selendang bertuliskan nama Haikal menggunakan gelar sarjana komunikasi. Mereka tau jika sekarang mereka tengah menjadi pusat perhatian, tapi siapa peduli? Tanpa keributan pun tiga anak adam ini memang sudah menjadi bintang Universitas ACME. "Kalian ngapain disini anjir?" tanya Haikal penasaran meski senyum tak bisa dia sembunyikan. Rangkulan dari lengan kiri Jevansatya yang kekar itu pun mendarat di bahu Haikal, "tapi lo seneng kan?" Tawa pun terpampang di wajah keduanya.

That Sun, is My Son 2 [johnny & haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang