[ éxi ] - sə(r)ˈprīz

359 57 6
                                    

•••

Hari berganti hari. Perayaan kelulusan Haikal pun telah menjadi kenangan hangat di masa lalu. Dan kini tibalah saatnya untuk kembali mengukir cerita baru—"toga wisuda Adek mana Ayah!"

Pemuda berkulit madu kini tengah berlarian menuju lantai utama kediaman Pambudi karena sang ayah tak jua menyaut panggilannya. Sesampainya ia di ujung tangga, terlihat Jonathan sedang berdiri melamun menyandarkan sebagian tubuhnya di punggung sofa. Alis Haikal tentu saja bertaut heran. Pasalnya Jonathan yang kini sudah rapi dengan jas lengkap justru bagaikan tidak berjiwa. Merasa waktu semakin berjalan, Haikal memutuskan untuk melangkah mendendekati Jonathan sebelum tiba-tiba pintu utama pun terbuka, "loh Kal? Belum siap?" Seseorang di ambang pintu tersebut menyadarkan Jonathan dari lamunan dan juga mengalihkan atensi Haikal untuk menoleh. "Patha tuh malah bengong! Toga aku gak tau dimana Om, duh!" keluh Haikal pada Danu. Sang sekretaris dari Jonathan itu pun kini hanya menggelengkan kepala dan melangkah menuju tangga, "udah ayo sama Om aja carinya, Ayah kamu tuh gak tidur semaleman gara-gara nangisin kamu mau wisuda" mereka pun melangkah berurutan meninggalkan Jonathan yang masih termenung.

Acara wisuda Acme University berjalan cukup khidmad dan tenang. Semua wisudawan juga tamu undangan bersikap tertib tanpa mau mengganggu keberlangsungan acara. Termasuk Jonathan yang duduk sendirian menunggu nama Haikal dipanggil ke atas panggung. Hingga tak lama menggema jua apa yang dia nanti sedaritadi. Haikal Aris Tayrone. Putra kebanggaannya kini bangkit dan melangkah menuju panggung utama. Air mata haru pun kembali terjatuh. Tak kuasa dia tahan perasaan ini kala menghadapi kenyataan jika jagoan kecilnya sudah menginjakan kaki di tanah pendewasaan. Dan kala wajah Haikal terpampang di sebuah layar besar, Jonathan jelas melihat jika putranya itu berjalan sembari membuka secarik kertas bertuliskan,

"This is for my super Dad".

Semua orang bertepuk tangan riuh ulah dari aksi Haikal. Berbeda dengan Jonathan yang justru menangis sampai ditenangkan oleh tamu undangan di sampingnya. Haikal benar-benar membuatnya selalu merasakan syukur nikmat Tuhan dalam hidup. Meski dia tau perjalanan Haikal masih sangatlah panjang. Namun setiap langkah prosesnya selalu Jonathan nantikan

Selesai penutupan acara, Haikal segera menelusup melewati kerumunan demi mencari sosok sang ayah. Pintu keluar gedung dibagi menjadi dua jalur dimana wisudawan dan tamu undangan terpisah agar tak berdesak-desakan. Salah satu keuntungan memiliki tubuh yang sangat tinggi adalah kita akan mudah ditemukan di tengah keramaian. Sama halnya dengan yang terjadi pada Jonathan karena sekarang Haikal bisa dengan mudahnya melihat sosok sang ayah yang berdiri tak jauh dari posisinya.

Jonathan tak sendirian kala menunggu Haikal. Dia sudah bersama Danu, Marahendra, juga Jevansatya. Tentu saja duo Agung tersebut datang dengan pakaian super rapi, bahkan sejak pagi tadi mereka sudah berada di sana. Kala netra Marahendra menangkap sosok yang tengah berlari mendekat, dia pun melambaikan tangan hingga semua orang beralih melihat ke arah mana Marahendra menyapa. Namun belum sempat Jonathan berputar sempurna, tubuhnya sudah diserang oleh pelukan hangat dari sang putra yang melompat hingga Jonathan hampir saja terjungkal jika Jevansatya tidak sigap menahan punggung lebar itu. "Nyadar diri dong Kal, bapak lo hampir nindih gue ini!" tegur Jevansatya sedangkan yang ditegur hanya tertawa juga mempererat pelukannya pada leher Jonathan. Yang dipeluk pun tersenyum. Jonathan membalasnya dengan memeluk pinggang Haikal dan sesekali dia tepuk pantat putranya gemas, "makasih hadiahnya Jagoan". Mendengar itu Haikal melompat turun, "Patha kaget gak?" tanyanya yang dijawab anggukan. "Emang ada apa Nat?" sekarang Danu pun merasa penasaran apa yang terjadi. Dengan senyum lebar juga gigi rapi terpampang, Haikal mengeluarkan selembar kertas dan menunjukannya pada orang-orang di sana, "tadi aku kasih liat ini ke kamera terus muncul di layar gede hahahahaha". Marahendra tersenyum seraya mencubit gemas pipi Haikal, "pantes aja tadi Om Jo nangis pas keluar gedung, dikirain lo gak jadi lulus Cil" gelak tawa pun terdengar meski yang digoda merasa sebal.

Ketenaran Haikal memang sudah pernah sampai ke telinga Jonathan, bahkan pula sampai hingga Danu sekali pun. Tapi Jonathan tak pernah menyangka jika Haikal benar-benar terkenal. Selama berjam-jam tak kunjung henti orang-orang berdatangan hanya untuk memberikan bunga juga berfoto bersama. Entah apakah akan cukup di dalam mobil atau tidak, tapi Jonathan senang melihat Haikal yang juga bahagia menerima semua itu. "Anak Om ternyata seperti artis ya?" ujar Jonathan pada Jevansatya yang sedang memakan semangkuk siomay. Karena fokus pada kuah panas, dia yang diajak bicara hanya bergumam sembari mengangguk saja. Toh Jevansatya pun tau jika Jonathan tak akan memperhatikan responnya karena sedaritadi dia sibuk menatap haru Haikal di kejauhan. "Dulu kamu seperti ini juga tidak Nak?" tanya Jonathan lagi dan kali ini segera disaut oleh Jevansatya singkat, "engga Om, aku gak terkenal kaya Haikal". Apa kalian percaya? Tentu saja jangan. Jevansatya hanya menjawab seadanya dengan apa yang jelas-jelas ingin didengar oleh ayah sang sahabat. Lalu siapa yang akan percaya? Tentu saja Jonathan. Karena sekarang dia pun sudah kembali mengusap ujung matanya yang basah, "perasaan seperti baru kemarin Om masih bersihin celana dia yang kotor karena buang air di celana—"

"—oghok! Oghok! Oghok!"

Tak kuasa mendengar apa yang diceritakan Jonathan karena kini Jevansatya tersedak satu buah siomay hingga membuat Marahendra panik berlari mencari air minum. "Pelan-pelan saja loh kamu kalau makan, aduh" tegur Jonathan sembari menepuk kuat punggung Jevansatya yang tak lama memuntahkan apa yang menyangkut di tenggorokannya. Segera setelah itu sang bungsu Agung tersebut pun meraup oksigen sebanyak-banyaknya karena sempat kehabisan nafas. Marahendra kembali datang membawa satu botol air mineral. Diberikannya pada Jevansatya untuk diminum agar sang adik merasa lebih lega, "kaget gue Bang" bisik Jevansatya, "gue juga anjir. Gak nyangka bakal denger Haikal pernah berak di celana". Mereka pun tertawa dalam sunyi karena tak ingin mengundang tanya Jonathan tentang apa yang mereka bincangkan.

Hari semakin larut dan Haikal sudah bergabung dengan rombongannya sekitar 30 menit lalu. Dua mangkuk siomay pun telah dia habiskan dan kini semua mulai bersiap untuk meninggalkan lokasi wisuda. "Cil," panggil Marahendra tak lama setelah berdiri, "sekali lagi selamat sarjana ya" dia pun membuka lebar tangannya dan Haikal tau betul apa yang perlu dia lakukan. Sang muda melangkah masuk memeluk pinggang Marahendra. Dia tenggelamkan wajahnya di dada bidang sang sulung Agung tersebut sampai punggungnya merasakan beban berat dan kala dia melirik, ternyata itu adalag Jevansatya yang sudah ikut memeluk Haikal dari belakang. Pelukan persahabatan selama 10 tahun. Begitu hangat dangan menenangkan, "makasih udah ada terus buat gue ya Bang, Sat". Mendengar kalimat yang dilontarkan Haikal justru menimbulkan dorongan gemas di kepalanya yang berasal dari telunjul Jevansatya, "gak enak banget dengernya gue, berasa dipanggil bangsat?!" Tawa pun lolos dari mulut Haikal yang masih terhapit duo Agung itu, "tapi kan emang bener Abang sama Satya anjir salah gue dimana dah? Hahahahaha". Karena tak mau mendengar protes Jevansatya lebih lanjut, tangan kiri Marahendra kini meraih kepala sang adik untuk kembali bersandar dan dia usak lembut rambutnya agar tenang. Meski sayup-sayup, indera pendengaran Marahendra berhasil menangkap bisikan Haikal yang berucap "gue pasti sendirian kalo gak ada kalian". Tapi belum sempat dia mempertanyakan maksud kalimat tersebut, Jonathan sudah memanggil sang putra untuk pulang bersama.

•••

That Sun, is My Son 2 [johnny & haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang