[ pénte ] - kənˈfeSHən

373 59 6
                                    

•••

Di tengah Haikal mengeringkan rambutnya yang basah setelah kurang lebih 15 menit berada di kamar mandi, sayup-sayup dia mendengar suara ketukan dari arah pintu kamar. Tanpa ingin membuat sosok di balik sana menunggu, Haikal melangkah menuju pintu dan segera membukanya, "tumben Adek keramas malem-malem?" raut wajah heran tak terhindarkan dari dia yang lebih tua.

Setelah melemparkan pertanyaan tersebut, Jonathan melangkah masuk ke dalam dan mendudukan dirinya di pinggir kasur Haikal. Sang pemilik kamar justru melangkah menuju sisi lain ruangan untuk menggantungkan handuk terlebih dahulu, sebelum akhirnya kembali berjalan menuju kasur sembari memberi jawab "keringetan" singkatnya, "kenapa Yah?" Kedua sosok Ayah dan anak tersebut sudah duduk berhadapan, Jonathan masih tetap di pinggir sedang Haikal bersandar santai pada kepala kasur. Keheningan sesaat itu muncul dan menimbulkan raut wajah tanya dari Haikal sampai Jonathan kini menggeser tubuh putranya agar dia bisa merebahkan diri, "Patha tidur di sini ah".

Merasa tidak setuju dengan keputusan sepihak sang Ayah, Haikal pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengusir Jonathan dari atas kasur "gak mau! Ngapain sih Ayah! Sana jangan tidur di kamar Adek! Sempit!" Tubuh Jonathan sama sekali tak bergeming. Justru yang lebih tua semakin menuatkan tenaga agar tak terganggu oleh tendangan juga dorongan putranya itu. Benar. Haikal sudah mendorong Jonathan dengan tangan bahkan kaki. Dia juga berusaha menarik sang Ayah agar terjatuh ke lantai namun hasilnya nihil. Tenaga Jonathan tak sebanding dengan tenaganya bahkan Jevansatya pun tak mampu menandingi kekuatan kepala keluarga Pambudi tersebut. Sampai Jonathan merasakan ada tubuh besar yang berbarik terlentang di atas punggungnya. Tentu saja itu adalah Haikal yang merasa lelah.

Kedua mata yang sedari dipaksa terpejam kini melirik sedikit ke balik tubuhnya, "pindah sini tidur sebelah Patha" perintah Jonathan. Sesekali dia menggoyangkan diri agar Haikal merasa terusik. Karena lelah diserang gangguan sang Ayah, Haikal pun menggulingkan tubuhnya hingga berbaring di samping Jonathan tanpa sepatah kata. Jonathan tau putranya itu bukan tidak mau berbagi kasur dengannya, melainkan Haikal hanya tak suka tidur di ranjang sempit. Mereka berdua memiliki kesamaan yakni mudah berkeringat dan merasa panas terlebih Haikal memang sangat aktif bahkan dalam lelapnya. Jadi jika mereka akan tidur bersama, Haikal pasti memilih datang ke kamar Jonathan yang memiliki kasur besar atau bermalam di sofa raksasa ruang keluarga.

Jonathan memperhatikan wajah putranya dari samping. Kepala yang tadi berada di atas bantal pun sudah terangkat dia topang dengan tangan kanan. Perlahan Jonathan usap kepala Haikal karena itulah yang membuat sang putra cepat terlelap. "Dek" panggil Jonathan sedikit berbisik. Dia tak mau mengganggu hembusan nafas tenang dari dia yang tengah terpejam. Masih terus mengusap kepala putranya, Jonathan kembali berucap, "maafin Patha ya". Spontan mata Haikal terbuka lebar-lebar. Mengejutkan dia yang lebih tua hingga terjungkal jatuh ke lantai. "Hahahahaha Patha gapapa?" Haikal tertawa sembari membantu sang Ayah kembali ke atas kasur, "kamu ini! Patha kira sudah tidur loh astaga". Jonathan hanya bisa mengelus dada setelah membaringkan tubuhnya, sedangkan Haikal kini justru duduk bersila menghadap Jonathan. "Ya Patha ngapain minta maaf segala sama Adek?! Adek juga kaget!" Gelak tawa Jonathan menjadi balasan protes Haikal dan dibalas dengan serangan bantal oleh yang muda, "emang kenapa sih kalo Patha minta maaf? Patha kan benar-benar merasa bersalah sama kamu—" Haikal menutup kedua telinganya, "—gak ada! Adek gak ngerasa Patha punya salah sama Adek! Lalalalalala" tepis Haikal. Kembali Jonathan pun tertawa namun kini terdengar lebih ringan, "Haikal" panggilnya lembut sembari mengusap kepala sang putra. "Maaf karena Patha lupa bimbing Adek sampai Adek harus ambil satu semester lagi," jelas Jonathan. Ternyata dia masih merasa bersalah putranya itu. Kepala Haikal menggeleng kuat setelah mendengarkan ucapan Jonathan, "bukan salah Patha. Ini kan emang Adek yang lelet sama gak ngerti". Haikal terdiam sejenak, "Patha" mata mereka berdua pun terkunci. Tiba-tiba Haikal berucap. Mengucapkan kalimat yang berhasil menyambarkan petir pada Jonathan.

"Kayanya aku gak bisa apa-apa deh kalo Patha gak ada. Padahal aku udah gede ya? Hahaha. Harusnya aku bisa urus ini sendiri dan gak perlu nunggu-nunggu Patha dulu".

Tak terhindarkan sebuah cubitan kuat mendarat di pipi bulat Haikal hingga sang empunya mengaduh meminta ampun, "kamu ngomong apa sih?" Jonathan bangkit dan ikut bersila menghadap Haikal. Pembicaraan ini harus dia bahas dengan putranya itu. "Dengerin Patha" titah Jonathan sembari menggenggam kedua tangan Haikal, "kamu itu hanya bingung, tidak mengerti, dan itu semua manusiawi, Haikal". Mata Jonathan teralih dari netra Haikal menuju pipi sang putra yang kemerahan akibat ulahnya. Diusap lembut pipi tersebut dan kembali Jonathan tatap mata Haikal, "tidak ada aturan usia berapa kamu harus berhenti bertanya pada Patha. Tidak ada batasan usia juga untuk kamu meminta bantuan Patha. Kebingungan kamu itu tidak luput dari kesalahan Patha, Dek". Alis Haikal bertaut heran. Hening menyelimuti keduanya. Semakin membuat penasaran karena Haikal melihat Jonathan menundukan kepala tampak gelisah. "Sebenarnya," ucap Jonathan perlahan bahkan hampir tak terdengar. Yang muda sekarang sedikit membungkuk agar bisa melihat sedikit wajah ayahnya. "Sebenarnya, Patha bayar semester kamu karena Patha kira kamu memang masih kuliah seperti biasa" jelasnya sembari kembali menatap Haikal yang terdiam.

Diam.

Semua orang benar-benar terdiam.

"Patha!!!"

Spontan Jonathan menutup kedua telinganya karena Haikal berteriak sangat kencang. "Pantesan aja kenapa nama Adek masih ada di absensi padahal Adek udah gak ada kelas?! Adek sampe buka tutup website dikira Adek ada error! Adek juga ngiranya Adek belum bisa lulus taunya emang Patha bayar semesteran?!—Bentar!" Haikal berhenti bicara. Jemarinya mulai terangkat bagai menghitung sesuatu dan kembali dia tersadar.

"Harusnya Adek udah bisa lulus dari tahun lalu?!—"

"Iya Dek Patha salah, maafkan Patha ya? Aduh!—" Jonathan mengaduh karena Haikal memukul pahanya berkali-kali "—ampun ampun! Ini Patha kan ngaku salah karena Patha dua kali kecolongan bayar semesteran Adek padahal Adek sudah dapat jadwal sidang—"

"—PATHA YANG BIKIN SIDANG ADEK MUNDUR KE SEMESTER DEPAN TERUS?!"

•••

That Sun, is My Son 2 [johnny & haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang