•••
Di tengah suara nyaring permainan konsol kediaman Pambudi, terdengar dering ponsel yang berhasil memecahkan konstrasi Haikal. Dua hingga tiga kali dia abaikan sampai dering tersebut mulai mengganggu karena disertai dengan suara pesan masuk yang tak kunjung henti. "Angkat dulu Dek, siapa tau penting" ingat Jonathan. Berhubung kendali permainan berada di tangan Haikal, sang Ayah tak bisa berbuat apa-apa selain membujuk putranya agar mau berhenti sejenak. Dengan sedikit mendengus, Haikal meraih ponsel tersebut dan mulai mengangkat panggilan tanpa melihat siapa orang di ujung sama.
"Ap—?"
"—HAIKAL?! LO GAK KENAPA-KENAPA KAN?!"Mendapati suara dua orang pemuda yang cukup kencang menjadikan Haikal segera menjauhkan ponselnya dari telinga. Sedikit meringis kala dia lirik ternyata itu bukan panggilan telfon biasa melainkan video call. Terpampang wajah khawatir dua putra Agung dan saling menempel agar cukup dalam layar kecil tersebut. Entah bagaimana mereka kini berakhir bersama, Haikal justru hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Lo berdua tuh yang darimana? Gue telfonin daritadi anjir kaga ada yang angkat" protes Haikal sedikit kesal meskipun sudah tidak terlalu.
Tak berselang lama, bukan lagi kegaduhan dua putra Agung yang tengah berebut ponsel, melainkan suara bel kediaman Pambudi yang tak kunjung henti begitu tidak sabarnya. Haikal menolehkan kepala. Begitu pula Jonathan yang menatap wajah putranya heran. Sampai mereka pun memutuskan untuk bangkit dan berjalan menuju pintu utama. Namun belum juga mereka sampai, suara ketukan keras sudah begitu ribut terdengar. Ah.. Marahendra masih mengingat sandi kunci pagar mereka rupanya.
"Sabar kena—WOY ANJING JANGAN GREPE GUE!!"
Tak terhindarkan Marahendra juga Jevansatya segera memeriksa tubuh Haikal dengan tidak sabar. Mereka tarik, putar, hingga ditariknya pakaian putra Jonathan tersebut, memastikan tak ada satu pun luka di sana, "lo beneran gak kenapa-kenapa kan Kal?" tanya Marahendra masih panik, "engga Bang—JEVAN ANJING CELANA GUE JANGAN DIPELOROTIN GOBLOK!" sekarang bukan hanya kedua putra Agung yang panik, melainkan Haikal juga. Bagaimana tidak? Jevan begitu santainya menarik celana pendek Haikal sampai dia tersadar akibat pukulan keras di kepalanya yang berasal dari sang sahabat.
Kegaduhan berakhir setelah Haikal berhasil mendisiplinkan kedua sahabatnya itu. Marahendra juga Jevansatya kini duduk bersimpuhkan kedua lutut di lantai, menunduk tanda menyesal, dan jangan lupa kedua tangan yang terangkat sebagai hukuman. Jonathan kembali ke ruang tamu membawa dua gelas besar teh manis dengan es batu yang menggiurkan, "sudah sudah Dek, mereka kan sudah minta maaf. Mara, Jevan, diminum dulu teh nya". Baru saja merasakan angin sejuk dari kalimat Jonathan, namun mata keduanya berhasil mendapati tatapan nyalang Haikal yang membuat mereka kembali merundukan kepala. "Tangan gue pegel nih Kal" keluh Jevan memasang wajah memelas, "masa ginian doang udah pegel? Atlit apaan lo? Karambol?" Sialnya Marahendra tak sanggup menahan tawa. Semakin tergelak ketika sadar raut Jevansatya mulai merajuk. "Sekarang gue penasaran kenapa lo berdua sekarang bisa barengan?" kesibukan kedua putra Agung menjadikan mereka sangat jarang ada di rumah. Mereka bertiga kini sudah memasuki dunia orang dewasa. Tak ada lagi tiga remaja yang sering menghabiskan waktu santai bersama.
Bukannya langsung menjawab pertanyaan yang dilontarkan Haikal, kedua putra Agung justru saling melempar tatap bagai enggan menjelaskan. Pertikaian sengit keduanya berlangsung selama beberapa saat sampai Marahendra pun mengala, "tadi Jevan ada di kantor ketemu sama Daddy, eh bukan ketemu, tapi berantem—aw! ko gue dipukul?!" protes Marahendra tak terima karena pukulan tiba-tiba Jevansatya di perutnya. "Kenapa cerita part gue berantem sama Daddy sih Bang?!" kini kedua tangan Jevansatya sudah tak lagi terangkat, begitu pula Marahendra, "kalo gitu lo aja yang cerita kenapa nyuruh nyuruh gue?!" Lagi, Haikal memijat keningnya lelah akibat tingkah laku saudara kandung di hadapannya itu "jadi kalian berdua lagi di kantor Om Jeff?" suara Haikal menginterupsi atensi Marahendra dan Jevansatya sampai mereka segera menoleh dan mengangguk serentak. "Terus gara-gara si Satya lagi drama jadi kaga ada yang megang hp waktu gue nelfon?" keduanya lagi-lagi menganggukan kepala. "Kalian lagi pada gak sibuk emang sampe bisa langsung pada ke sini?" mereka kembali mengangguk, "tumben?" dan kini semua terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Sun, is My Son 2 [johnny & haechan]
Fanfiction🏠🐻 Saat genggaman kini hanya dalam angan. character inspired by : Johnny Suh - NCT Lee Haechan - NCT cover made by : sirensay There's AU about Patha and His Tayrone on twitter : @sireninyoursoul