[ eptá ] - skerd

369 54 3
                                    

•••

Gemerlap lampu ibu kota semakin terang kala malam mulai menyapa. Bagai tak ingin kalah bersaing dengan sang bintang. Cuaca saat ini terbilang cukup cerah. Dalam benak sang muda, sangat disayangkan jika dia lewati begitu saja dengan lelap. Tapi apalah daya ketika para sahabat memaksanya beristirahat dibandingkan menghabiskan waktu bersama. Maklum, Marahendra tau betul jika Haikal dan Jevansatya sudah disatukan, dapat dipastikan jika mereka bertiga tidak akan tertidur hingga cahaya fajar menyapa. "Patha," panggil Haikal tiba-tiba memecah keheningan, "sekarang aku bakal ngapain ya?" Sebenarnya sedaritadi isi kepala pemuda tersebut benar-benar kosong bagai terhipnotis indahnya malam. Bahkan sepertinya pertanyaan tersebut pun dia lontarkan tanpa pernah dia sadari.

Mata Jonathan melirik Haikal sekilas karena dia masih harus fokus memperhatikan jalanan. Namun perlahan tangan kirinya mengusap puncak kepala sang putra dengan begitu lembut, "pelan-pelan saja Dek, baru juga lulus beberapa jam loh kamu ini" ujarnya. Mendengar jawaban Jonathan tersebut menjadikan Haikal terdiam cukup lama sampai kembali berucap lirih, "tapi aku beneran bingung mau ngapain. Mahen udah jadi manajer di kantor Om Jeff, Jevan udah sibuk latihan balap,—" kepala bulat itu pun menoleh menatap dia yang sedang memegang kemudi, "—aku?" tanyanya meminta jawab. Paham kemana arah perbincangan ini berujung, Jonathan mengangguk kecil sembari berpikir sejenak, "Adek memang akhir-akhir ini sedang senang melakukan apa?" Sejujurnya Jonathan tak menyangka jika Haikal akan secepat ini memikirkan langkahnya ke depan. Tapi sebagai orangtua, siap tidak siap dia harus tetap siap. "Main game?" singkat sang putra namun mengundang gelak tawa Jonathan "ih kan tadi Patha nanyain apa yang aku suka, ko malah ketawa? Gitu ah! Orang Adek lagi ngobrol serius juga!" Gerutu Haikal tak jua menghentikan tawa Jonathan yang justru semakin keras karena gemas akan tingkah Haikal. "Hahaha Patha tuh menertawakan diri sendiri Dek hahaha ko bisa-bisanya Patha lupa kalau kamu ini suka sekali bermain game? Kenapa pula Patha bertanya kan? Hahahaha" jelasnya Jonathan, dia tak mau memperburuk suasana hati Haikal terlebih ini masih hari bahagianya.

Setelah dirasa lebih tenang, Jonathan pun kembali membuka pembahasan. "Adek tau tidak cita-cita Patha saat muda dulu apa?" yang ditanya hanya menggelengkan kepala, "Patha juga tidak tau sih—aduh! Ko Patha dipukul?!" Sungguh lagi-lagi Haikal dibuat frustasi karena dia rasa Jonathan tak menganggap kerisauannya ini sesuatu yang serius. "Bercanda mulu!" protes Haikal sebelum dia memilih memunggungi Jonathan dengan perasaan kesal. Tapi Jonathan tidak tinggal diam, dia justru mengusak puncak kepala putranya itu dan segera kembali melanjutkan kalimatnya yang terpotong, "hey? Patha ini tidak sedang bercanda, Haikal. Dulu Patha benar-benar tidak memiliki cita-cita seperti orang lain". Haikal masih diam tak merespon. "Hidup Patha itu sudah diatur oleh Pappous, bahkan dari hal-hal kecil seperti memilih sekolah pun tidak ada yang berasal dari minat atau pilihan Patha sendiri," mata Haikal melirik mulai penasaran, "tapi Patha pun tidak merasa keberatan akan hal itu. Kenapa? Karena sejak kecil, Patha sudah sadar jika hidup Patha memang untuk Pappous dan Yayya. Jadi Patha percayakan apapun yang diatur oleh Pappous dan Yayya".

"Sampai Patha bertemu Mithi kamu, disitulah Patha mulai memiliki keinginan yang berasal dari diri Patha sendiri. Tapi itu kan bukan cita-cita hahahaha eh? Atau termasuk juga?" karena muncul perasaan tidak setuju di dadanya, Haikal spontan duduk tegap kembali menghadap Jonathan, "ya cita-cita juga dong! Hidup bahagia sama Mithi itu tuh cita-cita Patha!" Meski terdengar lucu tapi Jonathan mengangguk setuju akan pernyataan sang putra. "Kalau begitu Patha sudah mencapai cita-cita Patha dong?" raut heran tak terhindarkan dari wajah yang lebih muda pertanda bahwa dia tidak mengerti maksud Jonathan, "buktinya ada di depan Patha loh ini. Hidup Patha sudah bahagia dengan Mithi di hati dan kamu yang ada di sini bersama dengan Patha. Jadi, sudah tercapai bukan? Hahahahaha sekarang Patha hanya tinggal menikmati kebahagiaan ini sembari membimbing kamu sampai bisa berpisah dengan Patha". Penghujung kalimat Jonathan nyatanya berhasil membuat gusar Haikal. Karena kini dia sudah memasang raut dingin seakan tidak suka mendengarnya. "Pisah apaan sih? Tuhkan emang udah gak sayang nih sama anaknya nih!" Haikal benar-benar tidak menyukai pembahasan ini. Kenapa pula dia harus berpisah dengan sang ayah? "Sampe Adek tua juga Adek maunya sama Patha terus!" lanjutnya memberi penekanan.

Jonathan tampak tak mengerti. Namun raut wajah kebingungan itu justru telah berubah menjadi panik kala melihat Haikal yang sudah menangis tanpa suara. Pemilik pipi bulat itu tengah menggigit bibir bawahnya dengan wajah memerah. Meski di tengah kemacetan, Jonathan dengan cekatan memutar kendali mobil untuk dia tepikan sebentar, "Adek ko nangis? Sini Nak" raih Jonathan memeluk Haikal yang langsung menumpahkan suara tertahannya. "Adek gak suka Patha ngomong gitu! Emang Patha mau kemana?! Patha mau ninggalin Adek kemana?! Patha jangan pergi, Adek gak mau sendirian, Adek mohon—"

"—sshhh iya Dek, tenang dulu ya sshhh" Jonathan pun berusaha menenangkan putranya dengan menepuk lembut juga mengusap punggung Haikal sesekali. Dia membiarkan sang putra meluapkan segala rasa. Selalu memastikan dia terus tumbuh dengan mengenal emosi dalam diri. Tanpa perlu ragu siapa dia dan berapapun usianya, Jonathan terus memberikan kehangatan dalam pelukan mereka.

Suara tangis Haikal mulai sayup-sayup mereda tetapi dia justru memeluk tubuh besar ayahnya dengan begitu erat, "Patha harus sehat terus ya" bisiknya parau. Yang lebih tua hanya membalas dengan gumaman lembut. "Patha juga gak boleh kecapean," kembali pula Jonathan bergumam. "Janji sama Adek buat terus hati-hati gak boleh sampe luka!" dan kali ini gumaman Jonathan diiringi dengan tawa tipis, "iya Dek". Tapi bukannya puas dengan jawaban Jonathan, Haikal justru mendelik kesal menatap netra sang ayah, "ko jawabnya ketawa sih?" Lemas suara Haikal tak seperti biasanya. Tak ada lagi Haikal yang mengomel atau merajuk. Kini dia terlihat begitu putus asa juga sendu. "Iya Adek, Patha janji sama kamu, sudah jangan sedih lagi ya? Maafkan Patha sudah buat Adek khawatir" tak ada cara lain selain membujuk Haikal dengan lembut. Saat ini putra sematawayang Jonathan tersebut sedang tak menentu hatinya. Dan tentu saja Jonathan ingin mengerti juga memahami itu semua.

•••

That Sun, is My Son 2 [johnny & haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang