Remake from SanthyAgatha
--
Tidak ada yang bisa menggambarkan perasaan Harry sekarang selain rasa takut dan kegugupan yang menyesakkan dada.
Ketika mobil mereka memasuki pintu gerbang yang megah itu, rasa gugup dan takutnya makin memuncak. Lily -ibunya-, yang menyetir di sebelahnya tampak tenang dan bahagia, tentu saja, kemewahan ini akan menjadi kehidupan barunya, hal yang diimpi-impikannya sejak dulu. Lagipula ibunya tidak perlu mencemaskan penampilannya, ia selalu terlihat cantik, muda, dan wangi, tidak pernah berubah sampai sekarang.
Lily melahirkan Harry saat berusia sangat muda, 16 tahun. Dan sekarang di usia Harry yang sudah 20 tahun, selisih usia itu sama sekali tidak kelihatan, mereka terlihat seumuran.
Yah, penampilannya sekarang tidak bisa dibilang baik, Harry menarik napas sambil mengamati dirinya sendiri. Dia tadi berdiri lama di depan lemari pakaiannya mencoba menemukan tuxedo yang terbaik, tetapi ternyata dia tidak punya satu tuxedo pun yang baik. Gajinya sebagai staff administrasi biasa di sebuah biro wisata sama sekali tidak memungkinkannya membeli banyak pakaian. Dan Lily sama sekali tidak bisa diharapkan. Lily, ibunya melahirkannya karena kesalahan remaja di masa lalu, jadi dia tidak punya ayah yang mengakuinya.
Lily lalu meninggalkannya begitu saja, menitipkannya kepada kedua orangtuanya, lalu pergi merantau ke luar kota untuk melupakan masa lalu dan melanjutkan sekolah. Sejak saat itu Harry dan Lily hanya bertemu saat Lily pulang liburan ke rumah. Harry tidak pernah menganggap Lily sebagai ibunya. Selain karena Lily tidak mau dipanggil ibu, bagi Harry orangtua sejatinya adalah kakek dan neneknya yang mengasuhnya dengan penuh kasih sayang sejak ia lahir sampai dia beranjak dewasa.
Lalu setelah dua tahun lalu, kakeknya meninggal dunia, disusul neneknya setahun kemudian. Harry tetap tidak menggantungkan diri kepada ibunya, toh Lily juga tidak peduli.
Harry menghidupi dirinya sendiri dan sama sekali tidak ingin terlibat dalam kehidupan ibunya yang saat itu sudah menjadi aktris ternama.
Sampai suatu ketika Lily menghubunginya, mengatakan bahwa dia akan menikah dengan salah satu konglomerat paling kaya dan paling ternama. Seorang pria yang berusia 4 tahun lebih muda darinya, dan mengundang Lily untuk turut serta dalam persiapan acara pernikahannya.
“Bagaimanapun juga, meski kau adalah sebuah kesalahan akibat kebodohanku di masa lalu, kau adalah anakku,” gumam Lily dengan logat seksinya. Sambil mengoleskan lipstik pada bibirnya yang indah pada pertemuan makan siang mereka setelah dua tahun lamanya tidak berjumpa.
“Lagipula, aku terlanjur menceritakan tentangmu pada Tom, tidak sengaja tentunya, tapi siapa yang bisa membohongi Tom? Dia tahu segalanya …” Lily tersenyum menerawang seperti orang dimabuk kepayang, “Dan Tom ingin melihatmu.”
Jadi karena calon suaminya yang kaya itu ingin melihatku? Bukan karena dia ingin bersamaku di saat-saat bahagianya? Harry menyimpulkan dalam hati, dan seberkas rasa nyeri mengalir di dadanya.
Memang dia sudah terlatih untuk tidak mengharapkan apapun dari Lily, wanita itu terlalu egois untuk memikirkan siapapun selain dirinya sendiri. Tetapi kadangkala ada sedikit rasa di hatinya, yang ingin dicintai sebagai seorang anak.
Dan disinilah dia, datang dengan ibunya, yang begitu cantik dengan gaun sutra keemasan seperti sampanye, rambut tatanan salon, kulit selembut satin dan aroma minyak wangi mahal. Sedangkan dia hanya memakai sweater cokelat jeleknya serta celana selutut yang membuatnya seperti kutu buku yang tidak menarik, belum lagi rambutnya yang berantakan sulit ditata.