Harry duduk di kursi, di dekat tempat tidur itu dan termenung. Di atas ranjang di depannya, tubuh Voldemort masih terbaring tak sadarkan diri. Alat-alat pemonitor kehidupan masih tersambung di badannya, memonitor detak jantung dan pernapasannya.
Harry mengamati lelaki itu dan mengernyit. Tabrakan itu cukup keras menghantam Voldemort sehingga menimbulkan cedera serius di kepalanya dan jahitan melintang di dahinya. Luka itu mungkin disebabkan karena Voldemort terbanting dan dahinya membentur aspal. Luka di kepala adalah luka yang paling ringan, masih banyak luka-luka lain di sekujur tubuhnya, di organ dalamnya. Harry mengernyit. Dokter bilang lelaki ini akan sembuh, meskipun membutuhkan waktu pemulihan yang lama.
Kalau nanti lelaki di depannya ini bangun, siapakah yang akan muncul? Tom atau Voldemort? Siapakah yang sebenarnya paling dia inginkan? Tom yang baik dan penuh kasih sayang kepadanya atau Voldemort yang mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan Harry?
Pikiran Harry menjadi kalut. Dia bingung, bahkan dia tidak bisa membaca perasaannya sendiri. Pikirannya penuh dengan berbagai pertanyaan. Dia memang membenci Voldemort. Sangat. Voldemort telah merenggut seluruh keluarganya. Membuatnya sebatang kara di dunia ini hanya karena obsesi gilanya untuk memiliki Harry. Tetapi pada saat yang sama, bayangan akan Voldemort yang bersimbah darah di aspal, terluka karena menyelamatkannya, lalu menanyakan keadaan bayinya menyentuh hatinya yang paling dalam. Bagaimanapun juga, Voldemort telah dua kali menyelamatkan Harry, dia telah menyelamatkan Harry dari percobaan pemerkosaan mengerikan yang dilakukan oleh Theo, lelaki itu dulu juga merawat luka-lukanya.
Voldemort bilang dia sudah menguasai tubuh ini sejak sebelum mereka menikah. Tetapi dia memutuskan berpura-pura sebagai Tom dan berlaku baik padanya, bercinta dengannya setiap malam dengan lembut, tidak pernah menyakitinya dan menjaganya. Kenapa Voldemort repot-repot berbuat seperti itu?
Dia masih ingat akan kata-kata Voldemort yang diucapkannya dengan ekspresi sedih malam itu …Tidak pernah ada yang menginginkannya. Mungkin selama ini Voldemort hanya ingin seseorang menginginkannya dengan sepenuh hati. Lelaki itu selama ini selalu sendirian, hidup dalam bayang-bayang Tom Riddle, kesepian jauh di dalam sana, dan ketika dia muncul yang didapatinya hanyalah penolakan dan ketakutan. Tiba-tiba Harry merasakan simpati yang dalam kepada Voldemort.
Digenggamnya tangan lelaki itu, dia berbisik lembut. “Aku tahu kalian mendengar di dalam sana. Bangunlah … aku menginginkan kalian berdua.”
Air matanya menetes, dia mengelus perutnya, tempat buah hatinya dengan lelaki yang sekarang terbaring tak sadarkan diri ini bersemayam. Anak ini adalah buah cintanya dengan Tom, begitu juga dengan Voldemort. Anak ini adalah anak mereka berdua. Harry tidak bisa mengakui yang satu dan menolak yang lain. Seperti kata Tom dulu, Tom dan Voldemort adalah satu kesatuan. Kalau Harry mau mencintai Tom, dia harus bisa mencintai dan menerima Voldemort sebagai sisi gelapnya.
Harry bisa. Dia bisa mencintai mereka berdua. Meskipun ingatan tentang kekejaman Voldemort membuatnya takut, tetapi lelaki itu tidak pernah sekalipun menyakitinya dengan sengaja. Dan mungkin tanpa sadar, karena mencintai Tom, Harry mencintai Voldemort juga.
Harry lama duduk di kursi itu, menatap tubuh lelaki yang terbaring masih tak sadarkan diri di ranjang di depannya. Lelaki itu adalah ayah anaknya.
Siapakah yang benar-benar dia inginkan?
***
Sirius melangkah mendekati Harry yang masih duduk di kursi di tepi ranjang. Hari ini sudah hari ketiga sejak Tom ataupun Voldemort tidak sadarkan diri. Dan Harry masih menunggu dengan cemas. Sirius berdiri di dekat Harry dan menatap berganti-ganti.
“Tuan Voldemort menyelamatkan nyawa mu.” Sirius menghela napas panjang, “Dari semua hal yang dilakukannya, aku tidak pernah menyangka dia akan melakukan ini.”