Hai, saya balik lagi nih?
Maaf ya lama update nih cerita, saya lagi buntu mikirin permasalahan nih cerita
Btw, jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya!
Vote and comen banyak banyak untuk kelanjutan cerita ini
Happy reading!
oOo
Moriz berjalan santai melewati lorong mansion menuju ruang bawah tanah, ia menoleh ke kanan kiri memastikan situasi dan kondisi lalu memencet tombol khusus yang membuat pintu terbuka lebar menampilkan sebuah kamar mewah.
Melangkahkan kakinya, sorotan mata tajamnya menyoroti seorang perempuan dengan dress putih duduk termenung di depan jendela dan membuat Moriz menghela napasnya pelan.
Meletakkan nampan berisi makanan di meja sedikit menimbulkan suara dan spontan membuat perempuan itu tersentak lalu menoleh.
“ Makanlah, ” ujar Moriz lembut.
Perempuan itu menatap dengan tatapan penuh arti seraya beranjak menghampiri Moriz. Menaikkan satu alisnya, Moriz spontan sedikit memundurkan langkah, bermaksud menghindar saat tangan itu ingin menyentuhnya.
“ Moriz, ” ujarnya penuh arti dan sedikit tercengang saat Moriz menghindarinya.
“ Makanlah, aku akan pergi!” ujar Moriz seraya ingin membalikkan badannya.
Tersadar, perempuan itu mencegahnya. “ Tunggu, Moriz! ” serunya.
Moriz menghentikan niatnya untuk membalikan badan lalu menaikkan satu alis heran.
Menggigit bibirnya ragu seraya sedikit menundukkan “ Aku bosen—,” ujarnya terpotong.“ Gak! ” jawab Moriz singkat.
Mendengus, perempuan itu mendongak dengan tatapan protes.
“ Kenapa? kenapa kau selalu melarangku keluar, Moriz!” sahutnya kesal sedikit menaikkan nada bicaranya.
Moriz hanya terdiam memalingkan wajahnya ke arah lain.“ Ada, ada banyak alasan. Salah satunya aku tak ingin kau terluka lagi,” ujarnya datar. Namun tatapan matanya tak bisa berbohong.
“ Sampai kapan? sampai kapan kau akan mengurungku seperti ini? jawab Moriz! ” tanyanya, Moriz menghela napasnya pelan.
“ Sampai rencana ini selesai, ” jawab Moriz dengan raut wajah tak bisa di artikan.
“ Kapan? ” tanyanya.
Moriz menoleh, mengelus pelan penuh sayang puncak kepala perempuan dengan dress putih itu seraya tersenyum tipis.
“ Tunggu, tunggu sebentar lagi!”
oOo
Reynald mengelus sayang puncak rambut Ruby—putrinya yang kini sudah tertidur pulas. Ia menatap gemas wajah polos putrinya yang tertidur. Mengelus pelan pipi sedikit gembul dan mulus putrinya yang entah mengapa membuatnya mengingatkannya pada mendiang istrinya.
Wajah Ruby adalah duplikat istrinya, dirinya hanya bagian hidung saja yang sama persis dengannya sedangkan yang lainnya istrinya. Ini curang! tapi mungkin ini cara tuhan memberikan hukuman kepadanya karena telah membuat sang istri menderita. Reynald tersenyum tipis.
“ Bella, lihatlah putri kita. Dia tumbuh persisi sepertimu,”
Terkadang Reynald merasa takut, putrinya akan meninggalkannya sendirian. Itulah mengapa dirinya begitu over protektif dan sangat menjaga ketat Ruby— putrinya. Reynald tak ingin menyesal dan kehilangan untuk kedua kalinya, cukup istrinya yang pergi karena dirinya yang begitu jahat dulu dan kini meninggalkan penyesalan besar.
oOo
Ruang tamu, dua laki laki berbeda usia saling terdiam. Hening hanya terdapat suara jarum jam bergerak, mereka saling terdiam dengan pikiran masing masing. Entah sudah berapa jam, menit, detik waktu terlewatkan. Namun tidak ada tanda tanda kedua laki laki berbeda usia itu mulai berbicara.
Mariel melirik sekilas ke arah Moriz— sang Ayah yang hanya terdiam lalu mendengus kecil. “ Jadi, apa yang ingin ayah bicarakan? kalo gak ada Riel pergi!” tanyanya memecahkan keheningan, dalam hati Mariel sudah menggerutu karena waktu berharganya terbuang.
Moriz tersadar, menoleh sekilas lalu terkekeh melihat wajah kesal putranya. Pria paruh baya itu tau putranya pasti sedang menggerutu dalam hati. Hidup bertahun tahun bersama putranya dan ikut menyaksikan pertumbuhan putranya membuatnya paham betul akan sifat, tingkah laku Mariel yang sialnya sangat persis dengannya waktu muda dulu. Kalo kata Selena— istrinya, ini mah gak perlu tes DNA pun udah kelihatan.
Moriz sedikit meringis kecil saat ingat dirinya yang dulu pernah meragukan Mariel saat di dalam rahim Selena. Shit, untungnya Moriz tak bodoh hingga kini dirinya tak menyesal.
“ Dia sudah sadar, ” ujar Moriz tenang.
“ Maksud Ayah, Mommy? ” tanya Mariel menaikkan satu alisnya bingung.
Moriz melirik sekilas, entahlah putranya ini habis makan apa? kenapa menjadi lemot gini. Moriz mengangguk lalu berdehem.
“ Hmm, seperti biasa merengek ingin keluar, katanya bosen.” kekeh Moriz.
Mariel mengangguk pelan, laki laki itu menatap serius Moriz— sang Ayah.“ Kenapa Ayah tak melepaskan saja Mommy? Riel takut Bunda sakit hati karena salahpaham mengira Ayah berselingkuh dengan Mommy, seperti yang Riel kira dulu.” ujarnya.
Moriz menaikkan satu alisnya lalu terkekeh kecil mengingat pertengkaran antara dirinya dan Mariel— putranya akibat kesalahpahaman dulu.
“ Belum waktunya, son. ” jawab Moriz tenang. “Dan untuk Bunda, kamu tenang saja, son. Ayah sudah melakukan sesuatu,”
Mariel menyerit bingung. “ Maksud Ayah? jangan bilang suntikan yang Ayah berikan ke Bunda—,”
“ Kamu pikir Ayah selalu menyuntikan obat tidur ke Bundamu agar cepat tidur?” kekeh Moriz lalu menyeringai penuh angkuh.
“ Bajingan, Ayah gila! benar benar gila.” umpat Mariel geram.
“ Jangan terlalu naif, son. Tanpa sadar kamu juga mengatai dirimu sendiri, putraku!” sahut Moriz penuh ketenangan.
Mariel terdiam lalu berdecak malas penuh keheranan.“ Ck, Riel heran kenapa Bunda mau sama Ayah? apa Ayah juga mencuci otak Bunda karena kepolosan Bunda?” gerutunya.
“ Bundamu itu wanita polos, son. Mudah sekali untuk membuatnya menurut dan sialnya Ayahmu itu suka hal itu, Ayah suka saat pertama kali mata hitam polos milik Bundamu menatap Ayah, rasanya ada debaran aneh di tubuh.” Jelas Moriz sedikit terkekeh mengingatnya dulu.
Mariel mendengus.“ Mau sampai kapan Ayah melakukan ini dan kapan berakhir? ” tanya Mariel.
“ Mungkin saat Ruby berulang tahun ke-18 tahun, ” jawab Moriz tenang.
Mariel menaikkan satu alisnya dan membuat Moriz menghela napasnya kasar lalu mengedikkan bahunya acuh.
“ Kakeknya Ruby sendiri yang meminta Ayah untuk melakukan hukuman ini. Dia datang menemui Ayah di kantor,” ujar Moriz sedikit menerawang.
Moriz melirik sekilas ke arah Mariel—putranya yang terdiam. Sedikit berdehem. “ Kalo kamu mau, son ? kamu bisa menemuinya! ”
“ Boleh? ” tanya Mariel dengan tatapan berbinar binar.
“ Tentu, pasti dia akan senang bertemu dengan orang yang dia sangat sayangi dan sudah dia anggap putranya sendiri.” kekeh Moriz dengan raut wajah sulit di artikan.
[BERSAMBUNG]
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIEL : BAYI BESARKU!
Novela JuvenilGimana rasanya punya cowok serasa punya bayi? manja ga ketolong! Mariel Lintang Semesta, cowok tampan berwajah datar. Mariel bisa cuek, dingin, datar, manja, terkadang bersikap Childish di depan gadisnya dan liar di belakangnya. Siang bertingkah sep...