BAB 7: The First Conflict

913 132 47
                                    

Ketika bel masuk berbunyi, suasana di luar sekolah seketika berubah menjadi hening. Semua murid bergegas menuju kelas masing-masing. Kedisiplinan adalah prioritas utama di Imperium School. Begitu disiplin, hingga suara hentakan hak sepatu yang menggema di sepanjang lorong menandakan bahwa para wali kelas sudah mulai memasuki kelas masing-masing. Di kelas 10-1, seorang wanita muda berusia dua puluh tujuh tahun dengan rambut panjang yang diikat kuda, mengetuk pintu sekali sebelum memasuki ruang kelas yang berada di bawah perwaliannya.

"Halo, selamat pagi semuanya," sapanya, berdiri di depan papan tulis.

"Selamat pagi, Bu," balas murid-murid kelas 10-1.

Bu Aiga tersenyum, ia bisa melihat semangat yang membara dari murid-murid 10-1. Jelas, karena mereka berada di kelas paling tinggi di angkatannya.

"Sebelumnya, saya ucapkan selamat kepada kalian karena berhasil duduk di kelas 10-1 ini. Dan saya, akan menjadi wali kelas kalian." Wanita itu menenteng tasnya ke depan meja, ia mendudukkan tubuhnya di kursi. "Kita sudah bertemu sebelumnya dan saya harap kalian tidak lupa dengan nama saya karena di awal kalian datang ke sini semua jajaran guru sudah memperkenalkan diri."

"Aiga Nadiva." Seorang laki-laki dengan kacamata bertengger di hidung mancungnya mengacungkan tangan. "Nama Ibu, Aiga Nadiva."

Yang disebut namanya tersenyum, mengangguk setuju. "Siapa nama kamu?" Bu Aiga mendatangi setiap meja baris depan untuk meminta tolong membagikan jam tangan hitam ke setiap murid di belakang mereka. Jam tangan tersebut wajib dimiliki dan dipakai oleh murid Imperium School.

"Fabil Dipta Bahran," balas Fabil. Sementara anak-anak yang lain melihat Fabil dengan sorot berbeda-beda, mereka memandang Fabil seakan menjadi sok cari muka di depan wali kelas mereka.

Bu Aiga berdiri dari kursi, ia melipat tangannya di depan sementara tubuhnya disandarkan pada meja. "Terima kasih karena sudah mengingat nama saya, Fabil."

Fabil mengangguk, ia tersenyum. Melihat teman-teman kelasnya melemparkan tatapan tajam, membuat kepuasan tersendiri di hatinya. First impression yang menyenangkan.

"Dengar, kita bisa berbicara santai saja di sini, tapi jangan lupakan kesopanan. Karena ini baru minggu pertama kalian masuk kelas secara resmi, jadi pembelajaran belum dimulai. Ada beberapa hal yang harus disampaikan karena kalian murid baru di Imperium School." Bu Aiga memperhatikan, mereka fokus mendengarkan. Ia melanjutkan, "kita bahas dari hal internal yang harus kalian lakukan. Salah satunya, membuat struktur kelas. Hal biasa bukan? Tapi ini akan mempengaruhi posisi kelas kalian kedepannya dan mungkin, posisi masing-masing."

Ada himbauan tersirat di dalamnya.

"Maksudnya, kita sekarang mau menentukan ketua kelas? Dan dari pemilihan ini akan berdampak kedepannya jadi jangan gegabah?"

Satu laki-laki dengan rambut cepak mengangkat tangan, bertanya memastikan kembali.

Bu Aiga mengangguk, ia melangkahkan kakinya ke depan kelas. "Betul. Jadi jangan sampai salah pilih."

"Kalau begitu...." Seorang siswi dengan pembawaannya yang ramah mengangkat tangan. "Saya merekomendasikan Khail dan Albiru sebagai ketua kelas dan wakilnya."

Rekomendasi yang tidak berdasar itu menimbulkan kebisingan di kelas, mendatangkan banyak penolakan. Sedangkan Khail yang namanya dijadikan rekomendasi hanya terdiam mengamati sekitar seraya tersenyum. Berbeda dengan Albiru yang terkejut dan merasa tidak enak hati karena penyebutan namanya mendatangkan keributan tak terduga.

"Nggak setuju!" tolak satu laki-laki dengan berani, ia sampai berdiri dari tempat duduknya.

"Iya, gue juga nggak setuju!" Laki-laki lain menambahkan, ia duduk di kursi depan laki-laki sebelumnya. Kompak menolak dengan keras usulan Zennaya.

Hetairoi : The King Of Imperium SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang