Ini pertama kalinya ketiga remaja itu masuk ke dalam rumah Isha dan yang bisa mereka lakukan hanyalah termangu menatap foto-foto yang tertempel di dinding. Orang-orang tersebut terlihat menggunakan snelli dan hampir semuanya begitu. Seolh keluarga besarnya hanya berprfofesi sebagai dokter saja. Terdapat 1 bingkai foto juga yang hanya berisi keluarga Isha dan hanya dirinya saja yang terlihat tidak menggunakan snelli.
Isha kembali ke ruang tamu setelah membawa 3 kaleng minuman selayakya orang lebaran. Ia menatap Nata yang tengah membagikan lembaran kertas naskah film yang sudah selesai ditulis sahabatnya. Isha kembali duduk di sebelah Sana sembari membaca lembaran kertas tersebut. hanya ada 5 halaman dan banyak dipenuhi dengan titik-titik saja.
"Lo mau syuting kapan dah?" Sana akhirnya membuka suara setelah selesai membaca hingga halaman kelima.
Nata yang baru saja membuka kaleng minumannya lantas terdiam. "Gue mau ngikutin jadwal kalian aja sih. hari minggu gitu. Pada bisa enggak?"
Yohan mengangguk dan menguap sebentar. "Gue bisa aja. Minggu ini kan? Peralatan lo aman? Masih ada yang kurang?"
"Tinggal mic sih. kalau gue minta tolong buat minjam hp lo pada bisa enggak? Sumpah hp gue emang udah gak bisa apa-apa," balas Nata. Ia sejujurnya sedikit tidak enak karena ia sudah terlalu banyak meminta tolong kepada teman-temannya.
"Aman aja."
"Minggu gue kayaknya bisa deh. Mau syuting di mana?" Isha membalas. Tatapannya kembali tertuju pada Nata, ingin memastikan semuanya sebelum benar-benar mengkonfirmasi kegiatan mereka itu.
"Raun. Gue mungkin bakal bikin surat izin juga. Bilang ke wali kelas dulu, baru ke wakil kesiswaan. Kurang tau sih, tapi pokoknya bakal gue yang ngurus semuanya. Masih ada 6 hari harusnya bisa." Nata tersenyum tipis, berusaha percaya diri dengan yang ia katakan.
"Minggu .... Ya?"
Mereka bertiga lantas menoleh pada Sana yang baru saja mengecek hadphone-nya. Terlihat dengan jelas ia sedang membuka kalender dan memperhatikan catatan yang ada di sana. Nata lupa jika gadis itu memiliki banyak kegiatan.
"Gue ada les model di hari minggu," ujarnya pelan, lantas menatap wajah ketiga sahabatnya.
Nata terdiam. Ia tahu jadwal yang itu dan ia juga tahu akibanya jika Sana tidak mengikuti les model seperti biasanya. Ia tidak mau melihat gadis itu terlihat pucat atau seperti orang yang tidak makan selama beberapa hari. Ia tidak mau jika kegiatan yang dirinya lakukan malah menyusahkan orang lain.
"Mungkin gue bakal coba bohong buat bikin tugas kelompok. Tenang aja." Sana tersenyum lebar, berusaha meyakinkan teman-temannya bahwa tidak ada masalah apa-apa dengan kesibukannya di akhir minggu.
"Oh, iya kamera. Besok pas syuting bakal gue bawa juga. Apa lagi?"
Nata menghela napas kasar. Berusaha mengerti jika sahabatnya itu tidak ingin diikutcampuri masalahnya. Pemuda itu kini berusaha memfokuskan dirinya yang akan bergerak sebagai sutradara dan editor.
"Eh, di film itu ada yang namanya kru, kan? Ini kita cman berempat bakal jadi apa? Jelasin dong kerjaan kru itu ada apa aja." Isha tersenyum lebar dan meletakkan kembali naskah film yang ia pegang ke meja dan menatap Nata dengan tidak sabar menunggu penjelasan.
Nata menarik napas panjang dan menatap mereka semua secara bergantian. "Gue bahas yang inti-inti aja ye."
"Aman aja," balas Yohan santai. Ia kini membuka minuman kalengnya, menunggu Nata untuk menjelaskan segala kru yang ada layaknya seorang pengajar film.
"Pertama ada produser. Kayak namanya, dia yang memproduksi filmnya. Dari nyari uang, ngumpulin kru, sampai distribusi film, itu tugas dia. Itu masuk ke departemen produksi. Bakal ada jejeran bawahannya kayak ko-produser, line produser, dan lainnya, gue kurang paham sih soal itu." Nata menegak minumannya sejenak. "Lalu ada departemen penyutradaraan. Di situ isinya ad asutradara, penulis, astrada atau asisten sutradara yang dibagi lagi sampai tiga, manajer lokasi, Koordinator pemain, terus apa lagi ya ada banyak deh.:
"Lah banyak amat asisten sutradara ada tiga. Emang ngapain aja itu?" cerocos Isha seketika.
Nata terdiam sejenak, berusaha mengingat fakta tentang itu. "Astrada satu itu yang bikin breakdown naskah terus yang koordinasi di lapangan waktu syuting. Astrada 2 itu yang ngurusin penjadwalan, pemain, kru atau bahkan alat. Teus astrada 3 itu yang bagi-bagiin jadwal atau jua kalau ada masalah di lokasi syuting itu dia ang nge handle."
Ketiga sahabatnya itu berih ria mendengar penjelasan dari Nata.
"Oke lanjut di departemen kamera. Ada penata kamera, asisten-asistennya juga ada. Terus ada penata cahaya juga. Mereka di satu departemen karena yang mengatur pencahayaan dan look yang ada di film itu dari DOP atau director of photography. Nah yang megang kamera itu disebut operator kamera." Nata berusaha memikirkan kembali pakah ia melewatkan sesuatu. "Oh sama itu yang megang slate atau clapper, itu masuknya ke departemen kamera."
Nata meletakkan minumannya dan mengambil naskah yang ia tulis. "Ada departemen artistic juga. Di situ semua letaknya yang ngurusan make up artist, wardrobe mereka, atau bahkan properti yang ada di set. Ah, set itu lokasi syuting yang disorot. Kadang artistic juga hrus mikirin filosofi dari properti yang dipake. Tapi, normalnya itu juga udah di treatment dari sutradaranya."
"Treatment?"
Nata mengelus tengkuknya. "Jadi sutradara itu bakal bikin treatment atau bisa disebut kayak kerangka dari cerita yang mau diterapkan di dalam film. Missal dibikin warna merah untuk menunjukkan kemarahan. Atau pengmbilan gambar dari bawah buat nunjukkin kalau pemain terlihat sangat rendah daripada yang lainnya. Pokoknya semua yang ada di film itu punya makna yang berbeda."
Sana mengangguk kembali mendengarkan penjelasan tersebut.
"Terus yang terakhir sih harusnya, departemen pasca produksi. Alias di departemen itu isinya editor film, editor audio, VFX editor CGI atau apalah itu, gue juga kurang paham di bagian editing. Intinya penyuntingan semuanya ada di sana. terus, intinya di setiap departemen itu bakal terbagi lagi kru-krunya ada apa aja dan gue masih belum paham sampai ke sana."
Ketiga sahabatnya itu kembali ber-oh ria dan mengangguk selayaknya sangat mengerti atas penjelasan dari Nata yang bahkan tidak sepenuhnya lengkap.
"Kalau gitu gue boleh ambil di departemen artistik gak sih?" tanya Sana dengan mata yang layaknya dipenuhi dengan bintang.
"Boleh aja sih kalau lo gak keberatan."
Sana tersenyum lebar. "Yeay!"
"Gue paling ambil departemen pasca kali. gue pernah ngedit video dulu. Walau gak pro sih. boleh?" tanya Yohan memastikan.
"Serius? Boleh lah gila! Kalau lo butuh bantuan bilang aja. Gue juga kurang paham sih," balas Nata dengan senyuman yang sumringah.
"Aman aja."
"Gue jadi operator kamera boleh gak? Tapi gue emang gak pro sih, kalau lo mau juga gue bisa aja di artistik bareng Sana," ujar Isha. Ia memang kurang percaya diri, tetapi ia pernah mengoperasikan kamera dahulu sekali karena menjadi bagian divisi dokumentasi dalam kegiatan OSIS.
Nata mengangguk mantap. "Boleh banget! Makasih ya!"
Mungkin itu juga kali pertama mereka melihat senyuman yang melekat di wajah Nata. Selayaknya anak kecil yang baru saja mendapatkan hadiah mainan baru dari orang tuanya dan terlihat sangat tidak sabar untuk memainkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Riak Mimpi Para Remaja [Terbit]
Jugendliteratur[Terbit di Stora Media. Bagian tidak lengkap. Tolong beli, penulis butuh makan.] "Lalu .... esensi menjadi remaja itu seperti apa?" Pranata, menduduki kelas 12 dengan ranking yang sama di antara 5 besar berangan-angan ingin menjadi pembuat film. Nam...