Nata menguap panjang saat tangannya sibuk menulis, menyalin tugas bahasa yang lupa ia kerjakan dikarenakan terlalu asik membaca novel. Ia sesekali menguap panjang dan menatap Isha yang bolak-balik keluar dari kelas. gadis itu juga sesekali mengambil kertas-kertas dari tasnya. Hingga akhirnya setelah 5 kali menjadi setrika, gadis itu duduk di sebelahnya sembari mengipasi dirinya dengan buku tulis.
"Sibuk amat, neng," ucap Nata yang akhirnya selesai menyalin tugasnya.
Isha menoleh sejenak, hingga akhirnya membenarkan duduknya. "Daripada lo? Rajin amat ngerjain tugas padahal hari ini semua mata pelajaran presensi doang."
Nata terdiam, menampakkan mulutnya yang menganga lebar, membuat Isha tertawa melihat pemandangan itu.
"Serius lo?" Nata berseru kaget. Ia tidak terima jika tugas yang sudah ia capek-capek salin malah hanya dikumpulkan untuk minggu depan. "Sha, jangan bercanda, Sha. Capek, Sha, nyalin tugas."
Isha tetap tertawa dan mengangguk untuk menjawab pertanyaan tersebut.
"Isha!"
Isha menoleh ke asal suara dengan tawanya yang mulai mereda. Ia bisa melihat Sana dengan senyuman sumringah di wajahnya seperti biasa berjalan cepat ke arahnya, lantas memeluk Isha dengan tawa kecil.
"San, masa iya kita gak ada mata pelajaran hari ini?" tanya Nata, berusaha memastikan jika Isha tidak berbohong padanya.
Sana menatap sahabatnya itu sedikit kebingungan. "Kan emang? Di surat edaran juga bilang mata pelajaran hari ini dialihkan ke seminar di aula, khusus anak kelas 12 doang."
"Ah .... surat gue kepake buat ngelap minuman tumpah kemaren karena gak ada kertas."
Seketika mereka terdiam dan tertawa secara bersamaan. "Bego."
Nata mengacak-acak rambut keritingnya itu kasar, labtas memasukkan kembalibuku-bukunya ke dalam tas. "Tau gitu gue gak ke sekolah anjir."
Nata yang baru saja mau berdiri lantas duduk kembali saat tubuhnya didorong paksa oleh Yohan untuk duduk. Sahabatnya itu lantas menarik kursi dan duduk di sebelahnya, egitu juga dengan Sana yang duduk di sebelah Isha.
"Kemarin lo bilang mau ikut seminarnya. Wajib loh, absen di sana semua," ucap Yohan berusaha membujuk si rambut keriting.
Nata kembalimengacak-acak rambutnya. "Males."
"Lah? Kemarin gak sabaran." Sana ikut kebingungan.
Nata terdiam, berusaha memikirkan alasannya sendiri. ia tidak mau membuat temannya itu merasa kasihan pada dirinya. Namun, di dalam hatinya ia tidak menemukan jawaban apa-apa. Ia hanya terdiam dan tidak menemukan jawabannya, membuat teman-temannya turut terdiam tanpa mendapatkan jawaban apa-apa.
Diam mereka hanya sekitaran 5 menit, hingga akhirnya Isha menyadarkan mereka semua. "Ke aula men. Udah disuruh kumpul," ucapnya dengan pandangan yang tertuju pada grup whatsapp.
Nata menghela napas kasar kemudian ikut berdiri bersama tiga temannya yang lain. ia dengan pasrah pergi mnuju aula dengan mood yang tidak bisa diperbaiki dalam waktu singkat.
Aula dengan udara dingin mulai menyapu wajah mereka. Isha berpisah dengan mereka ketika sosok ketua OSIS memanggilnya, membuat mereka bertiga duduk di sisi kiri ruangan. Sana duduk di tengah-tengah kedua pria itu dengan tangan yang sibuk bermain sosial media. Sedangkan Yohan lagi-lagi membaca buku non fiksi yang tidak terlalu tebal, judul yang dapat terbaca oleh Nata hanyalah buku saku. Selebihnya, sahabatnya tidak memberikan akses apa-apa utuk dibaca judul buku tersebut oleh orang lain.
Beberapa siswa kelas sembilan mulai memasuki ruangan, memenuhi sisi belakang, layaknya naluri ilmiah mereka yang tidak suka duduk di depan. Namun, setelah diarahkan oleh beberapa anak OSIS, mereka akhirnya berpindah ke depan, termasuk Sana, Yohan dan Nata. Isha yng sebelumnya diam-diam saja, kini mulai sibuk kembali. Isha kembali berperan sebagai setrika yang entah bolak-balik dari mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Riak Mimpi Para Remaja [Terbit]
Teen Fiction[Terbit di Stora Media. Bagian tidak lengkap. Tolong beli, penulis butuh makan.] "Lalu .... esensi menjadi remaja itu seperti apa?" Pranata, menduduki kelas 12 dengan ranking yang sama di antara 5 besar berangan-angan ingin menjadi pembuat film. Nam...