Yang Ditakdirkan

489 72 4
                                    

Cale Henituse-- Tidak, Kim Rok-Soo terdiam saat matanya melihat sepasang mata seperti permata sapphire yang menatapnya penuh kerinduan juga rasa sakit yang menjadi satu.

Kim Rok-Soo tidak tahu, kenapa tatapan itu ditujukan untuknya? Atau... Untuk tubuh yang ditempatinya sekarang?

Dan yang lebih menganggu nya adalah, kepalanya berdenyut sakit oleh sebuah ingatan yang tiba-tiba menerobos masuk.

"Rok-Soo, hidup adalah yang terbaik, jadilah hidup meskipun kehidupan membencimu."

Nguung

Denyutan itu membuat sosoknya sejenak terdiam dengan mata terpejam, sebelum kembali tersadar dan menoleh kearah gadis yang menabraknya tadi. Entah matanya yang terkena ilusi atau hatinya yang berhalusinasi akan kerinduan, dirinya melihat sosok lain yang tumpang tindih dengan visual si gadis yang berada diantara keramaian.

Gadis bersurai hitam bergelombang sepinggang, dengan dress-nya yang biru lembut sewarna awan.

Seorang Kim Rok-Soo terdiam kaku saat bibirnya bergetar mengucapkan sebuah nama.

"... (Name)?"

.
.
.
«❀»

Eruhaben sang naga kuno yang agung menatap dalam dua bocah kembar dihadapannya, mata reptilnya memperhatikan setiap fluktuasi mana yang dikeluarkan dua kembar itu. Mana yang begitu besar dan melimpah setara dengan seekor naga, ditambah berkah dari dewa yang dimiliki kedua anak itu.

Benar-benar monster,

Matanya menyipit saat melihat si kecil merah yang mencoba mantra kuno.

"Caelan, jangan terlalu tergesa dalam mantra itu." Caelan mendongak, mata birunya menatap kosong sang naga kuno.

"Tetapi aku ingin cepat menguasainya."

Eruhaben mendesah lelah, "Sihir memiliki tahapan, kau harus bersabar. Untuk sekarang belajar apa yang sudah aku ajarkan padamu dulu."

"Kenapa aku dan hyung tidak boleh belajar sihir dasar teleportasi?" Rye yang merasa namanya dibawa-bawa mendongak dan menatap jengah sang adik.

"Jangan bawa-bawa aku dalam rencana nakalmu." kata Rye yang membuat Caelan mengerutkan kening.

"Apa hyung tidak ingin bertemu ayah?"

"Tidak."

"Melihatnya?"

"Tidak."

"Merindukan---"

"Caelan, aku bilang tidak." sela si sulung dengan mata yang menyorot tajam. "Aku tidak ingin bertemu dengan orang yang meninggalkan kita dan ibu."

Caelan tersentak, bibirnya menipis saat tatapannya yang datar menjadi sayu.

"Mungkin, mungkin saja ayah tidak melakukan itu hyung... "

"Jika begitu, kenapa orang itu tidak datang???!"

"Baiklah, hentikan." Eruhaben menyela kedua saudara yang berargumen itu sebelum pertengkaran menuju arah yang lebih. Tangannya memegang bahu Rye yang terlihat tersulut emosi, bocah ini sangat mudah meledak jika itu perihal sang ayah. "Untuk sekarang, Rye akan berlatih pedang denganku dan Caelan, kau tetap disini untuk berlatih sihir, mengerti?"

Caelan terdiam dengan mata melirik sang saudara sebelum mengangguk. Rye lalu ditarik keluar oleh sang naga kuno dari sarang, meninggalkan Caelan sendirian.

Bocah merah itu menunduk menatap tangannya dengan hampa,

"Apa, aku salah?"

Tangannya yang lain melepaskan cincin emas yang menyamarkan warna asli mata uniknya. Caelan mendongak menatap dalam buku sihir didepannya, sebuah memori memenuhi otaknya tentang potret seorang lelaki bangsawan yang begitu mirip dengannya.

Because I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang