"Nih titipan kamu," ucap William sambil menyerahkan sebuah paper bag besar yang berisi barang-barang yang Kanaya titip ketika ia pergi ke toko buku tadi siang. "Makasih, Will," ucap Kanaya dengan senyum ramah, menerima semua pemberian itu dengan tangan terbuka.
"Kamu mau jalan-jalan sebentar gak?" ajak William, berusaha mengajak Kanaya untuk beraktivitas di luar rumah. Mereka bisa mencari hiburan di mall atau tempat lain untuk menjalani waktu bersama. William bosan kalau harus kembali ke rumah setelah menemui Kanaya, bukankah mereka bisa pergi bersama?
"Eum, boleh juga, tapi aku mau ganti baju dulu ya," kata Kanaya sambil berlari ke kamarnya. Percikan rasa semangat untuk keluar rumah bisa terlihat membuat Wiliam tersenyum melihat antusiasme Kanaya untuk bergabung dengannya. Kanaya begitu menggemaskan.
Lelaki itu menunggu di luar rumah Kanaya, bersandar di dinding dekat pintu yang terbuka lebar. Sambil menantikan Kanaya, William mencari kegiatan yang bisa mereka lakukan bersama dengan memeriksa handphonenya. Apakah ada tempat baru di dalam mall? Mungkin tempat belanja atau makanan yang menarik perhatian mereka?
Namun, perhatiannya teralih sejenak oleh kedatangan sebuah mobil yang memarkir di area rumah Kanaya, Rafael. Lelaki berjersey sepak bola dan membawa tas besar itu baru saja pulang dari latihan. Dengan langkah santai, Rafael melangkah menuju pintu. "Hey, Will," sapanya singkat, dibalas dengan senyuman oleh William.
Entah sudah minggu keberapa Rafael tinggal di sana, tetapi William masih belum bisa menjalin hubungan yang begitu dekat. Mungkin karena keduanya adalah laki-laki dewasa. Meskipun tidak memiliki keterlibatan yang intim, William dan Rafael cukup sering bertemu karena keadaan mempertemukan mereka.
"Ah, kakak udah pulang ya!" seru Kanaya saat ia bertemu dengan Rafael. Perempuan itu terlihat agak canggung, mengingat Rafael pulang lebih awal dari biasanya-biasanya sekitar jam 6 sore, tetapi hari itu baru jam 3 dan Rafael sudah di rumah. Menanggapi Kanaya, Rafael memberikan anggukan singkat dan bertanya, "Where are you planning to go?"
"I don't know, maybe William and I will just go to the mall. Do you want to come along?" ajak Kanaya pada akhirnya. Tak mungkin Kanaya meninggalkan Rafael sendirian di rumah hingga malam nanti, terutama karena ayah, ibu, dan Gabriel juga akan pulang malam. Kalau Kanaya pergi tanpa Rafael, lelaki itu bisa menghabiskan malam sendirian di rumah orang. Jelas tidak nyaman.
"I'd like to join you if you don't mind waiting for a while to take a quick shower," balas Rafael. Ia ingin menemani Kanaya dan sekaligus mengenal lebih baik daerah sekitar rumahnya, untuk menjawab pertanyaan wartawan jika ada. Rafael sering mendapat pertanyaan yang mengundang tawa, akan lebih lucu jika Rafael tidak tahu apa-apa dan mendapat komentar campur aduk dari para penggemarnya.
Sebelum mencapai kamarnya, Rafael berhenti sejenak dan menoleh. "By the way, can you grab me Gabriel's clothes? I need one since mine are in the laundry."
"Okay, I'll bring them for you," jawab Kanaya tanpa ragu, melangkah menuju kamar Gabriel. "Thank you, sweetie!" balas Rafael sambil tersenyum dari bawah, giginya yang rapi dibalas dengan acungan jempol dari Kanaya.
Rafael tidak menyadari bahwa Kanaya tersipu. Tatapan matanya masih tetap sama seperti di balkon pada hari ulang tahun Kanaya. Kejadian itu tidak membuat suasana canggung. Malah, Rafael dan Kanaya semakin terbuka satu sama lain.
"Kak Rafael!" Panggil Kanaya sambil mengetuk pintu kamar Rafael beberapa kali. Ditangannya sudah memegang beberapa pakaian Gabriel untuk Rafael. "Kakak," panggil Kanaya lagi. "Wait!" teriak dari dalam. Langkah kaki terburu-buru terdengar mendekati Kanaya.
Pintu pun terbuka sedikit, Rafael mengintip dari dalam, tangannya meraih pakaian yang terulur keluar. Rafael meminta Kanaya segera memberikan pakaian itu. Kanaya melihat wajah Rafael yang basah dan rambutnya yang berantakan, membuatnya tertawa sendiri. "Aku tunggu di luar ya," ucapnya sambil menjauh. Kanaya mendekati William yang masih menunggu di luar.
"Kanaya, ikut ini yuk?" Tanpa basa-basi William langsung menunjukkan poster kegiatan baking di dalam mall yang akan mereka kunjungi. "Strawberry Melon Pan? Aku mau!" Kanaya bersukacita, karena sejatinya ia suka membuat kue dan roti. Melakukannya bersama William dan Rafael bukanlah hal yang buruk.
"Straw-Strawberry what?" Dibelakang mereka terdapat Rafael yang kikuk mencoba memgingat kembali apa yang Kanaya katakan tadi.
"Strawberry Melon Pan. Wanna join in making it? I can book for three people right away." William yang menjawab. Rafael hanya mengangguk saja, ia menerima interuksi dari Kanaya yang mengangguk angguk sambil tersenyum. Rafael terhipnotis.
"Eh, tapi gak apa kalau nanti dia terlihat di kamera? Pasti banyak yang sadar," William baru menyadari daya tarik Rafael terhadap orang lain, pernyataan itu spontan membuat Kanaya juga tersadar. "Kalau begitu, Kak Rafael, do you want-," perkataan Kanaya terputus.
"Gak mau." Bumi pun berubah warna mendengar Rafael berbicara dalam bahasa Indonesia. "Aku gak mau," pukulan kedua membuat William dan Kanaya terkejut. "Aku mau ikut kalian." Pukulan terakhir menghampiri, menjawab pertanyaan apakah Rafael ingin ikut mereka.
Sebenarnya, Rafael merasa tersinggung. Ia hanya mengerti beberapa kata dari pembicaraan William dan Kanaya. Padahal, Rafael sudah belajar melalui aplikasi berwarna hijau itu, tetapi masih sulit baginya untuk memahami sepenuhnya.
"Oke kamu ikut kita hahahaha," William menggaruk kepalanya, si bocah yang baru belajar bahasa Indonesia itu sangat menggemaskan, eh? William berhadapan dengan situasi yang mirip menghadapi anak kecil yang merengek, ia dihadapkan pada bahasa yang tidak jelas.
"Aku udah booking buat kita, kayaknya nanti ada satu orang lagi. Kalau orangnya dateng, Rafael sama aku aja ya." jelas William sambil menunjukkan bukti reservasinya kepada Kanaya, yang mengangguk setuju.
Semuanya berjalan lancar hingga Rafael menyela dengan polosnya, menatap Willam dengan ekspresi tersinggung, "Gak mau. Pokoknya aku mau sama Kanaya!"
William frustasi, "BRO, WHO TEACHES YOU?!"
---
Hi! Akhirnya aku bisa balik lagi, maaf ya karena aku menghilang lama banget. I almost lost my interest in writing, but luckily it came back after I heard a song and watched a short video from Rafael (makan bakso). Semoga abis ini aku semakin rajin nulis, makasih ya kalian udah tungguin aku yang hihihahaha ini 🥨🫶🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
The Overlooked Chapters
FanfictionDalam perjalananku mencintai lelaki itu, hatiku adalah sebuah pintu yang terbuka, sementara hatinya adalah waktu yang terlambat datang untuk menyadari betapa berharganya saat matahari telah terbenam. "You weren't the soul I was searching for." Namun...