Chapter 9

1K 97 38
                                    

.

.

.

Fang menatap langit-langit kamar mandi yang memburam oleh uap hangat saat ia bersandar lebih dalam pada permukaan porselin bathtub. Suara kecipak basah memenuhi ruangan, mengais pikirannya yang sekali lagi memutar kejadian tadi siang.

Shielda dan teman kencannya.

Kepala Fang berdenyut perih begitu rasa mual mulai mendaki dari pangkal tenggorokan. Rasa dingin yang mulai menjalari leher dan wajah membuat ia ingin meraup lebih banyak hangat yang merendam sebagian tubuh pucatnya.

Jadi, Fang bersandar makin dalam. Menekuk lalu mendorong tubuhnya meraup hangat yang makin menenggelamkan.

Menenggelamkan leher, perlahan kemudian separuh wajah, makin dalam menutup jalur napas hingga paru-parunya mulai terbakar dan pandangannya memburam dalam rangkulan air hangat.

Fang tenggelam.

Dan anehnya ia merasa nyaman.

'Triingg! Triingg!'

"Hahh!"

Gema nyaring dari ponsel menarik Fang dari dalam bathtubnya. Dengan tarikan napas lemah laki-laki pucat itu membungkuk rendah,  memandangi pantulan buram wajah menyedihkan yang sekarang balik menatap dengan manik violet kusam.

Fang meraup air hangat, memecah pantulan buram di air kemudian membasuh wajah dan rambut kusut dengan cepat sebelum jari kurusnya meraih ponsel yang tergeletak tidak jauh dari wastafel.

Dering ponsel belum berhenti malah makin panjang dan berulang. Fang melirik animasi panggilan, bersandar sekali lagi pada permukaan bathub sebelum jempol basahnya mengusap layar ponsel dengan cepat.

Suara berat laki-laki menyambut dari seberang, bergema hangat pada dinding-dinding beruap. Fang mendengarkan suara yang familiar, menutup mata saat menyesap kenangan ringan pada suara itu.

"Em... Iya. Kabar ku baik-baik saja." Balas Fang, "Ada apa?" jari-jari pucatnya bermain dengan permukaan air yang mulai mendingin. "Pulang? Kapan?"

"Ke apartemen ku?" Violet Fang bergerak lambat, kali ini memandangi lilin cantik di sudut wastafel. Hadiah dari Shielda saat gadis itu pertama kali datang ke apartemennya. "Boleh. Shielda juga pasti senang."

Suara tawa di seberang telpon yang bergema halus pada dinding beruap berhasil ikut menarik senyum tipis pada bibir pucat Fang. "Tidak. Tidak perlu bawa apa-apa." Lirihnya saat menanggapi lagi.

"Hn, sampai jumpa." Itu kalimat terakhir yang keluar dari mulut Fang sebelum laki-laki itu memutus telpon dan dengan cepat mendaki keluar dari dalam bathtub. Meraih handuk bersih ia melangkah keluar dari kamar mandi.

Air masih menetes-netes dari rambut saat Fang duduk di meja makan untuk menyesap kopi yang ia seduh sebelum masuk kamar mandi beberapa menit lalu. Sudut matanya menangkap toples di tengah meja.

Toples Biskuit.

Toples bening dengan desain sederhana. Fang meraih permukaan toples, menelusuri material bening yang terasa dingin di ujung jarinya. Seingatnya baru kemarin ia memanggang biskuit dan mengisi toples itu sampai nyaris susah untuk ditutup. Sekarang, toples yang sama sudah kosong dan terlihat menyedihkan dengan remah-remah kering biskuit di dasarnya.

Wajah dengan topeng senyum palsu secerah matahari dan manik madu muncul di kepala, dengan reflek menarik dengus pelan keluar dari bibir pucat Fang. "Sepertinya aku perlu panggang lagi." Gumamnya sebelum melepaskan toples, berjalan ke kamar kemudian memutuskan untuk pergi ke supermarket beberapa menit setelah ia mengenakan kaus lengan pendek dan celana longgar yang dia ambil secara asal dari lemari.

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang